PART 8 - Mobil dan Batu

2022 Words
Kaelan menahan tawanya, sengaja membuat laki-laki di depannya kesal. Ketika mendengar tentang Kavin, Kaelan kira kekasih Yasmin itu laki-laki dewasa yang pintar yang tak akan terganggu dengan keberadaan Kaelan. Tapi, Kavin ternyata mudah sekali terpancing, apalagi dengan laki-laki yang sepuluh tahun di bawahnya. Kenapa Kavin sekhawatir itu dengan kehadirannya? Suara pintu terbuka membuat semua orang menoleh. Kaelan melirik Yasmin yang tampak lega ketika Yasa pulang. Perempuan itu segera menghampiri Yasa dan berbisik pada adiknya. Tatapan Yasa langsung mengarah padanya dan Kaelan tahu temannya itu sedang kesal. "Sudah kubilang temui gue di kampus, kenapa lo kesini?" tanya Yasa pelan ketika sampai di samping Kaelan. Yasa menarik tangan Kaelan mengikutinya. "Aku sama Kaelan akan mengerjakan tugas di kamar. Mbak Yasmin dan Mas Kavin bisa lanjutkan acara makannya," kata Yasa. Kaelan hanya menurut ketika Yasa menyeretnya ke kamarnya. Temannya itu melempar tasnya di ranjang dan menatap Kaelan dengan tajam. "Apa sih yang lo lakuin di sini?" tanya Yasa. Kaelan dengan santai duduk di tepi ranjang Yasa. "Pacar kakak lo enggak sekeren yang gue kira. Sayang banget Yasmin memiliki pacar sepertinya," kata Kaelan. "Jangan ngomong sembarangan. Kak Kavin lebih baik dari yang lo pikir. Dia seorang pengacara - dengan penghasilan puluhan juta setiap bulannya. Dia kerja di Ralise Law Firm. Lo tahu kan firma hukum itu?" Kaelan mengangguk kecil, "Gue tahu, salah satu pengacara keluarga gue bekerja di sana. Tapi yang gue maksud bukan masalah kerjaan dia, Yas. Ini masalah orangnya. Lo pikir, kenapa pacar kakak lo itu cemburu ke gue? Ini baru pertemuan pertama kita dan gue bahkan enggak melakukan apapun pada Yasmin." Yasa memukul kepala Kaelan dengan bukunya. "Menurut lo, apa lo enggak akan curiga sama temen adik pacar lo yang tiba-tiba bertamu saat adik pacar lo enggak ada di rumah? Lo datang ke sini aja udah mencurigakan, Kae. Dan Kavin itu seorang pengacara. Dia bisa langsung tahu dari pertama ketemu kalau lo naksir sama kakak gue," kata Yasa. "Tapi tetep aja. Dia enggak perlu sekhawatir itu dengan keberadaan gue kalau hubungan mereka baik-baik saja. Apa kakak lo pernah cerita tentang hubungannya sama Kavin?" Yasa menggeleng dan membuka tasnya. Mengeluarkan laptopnya, "Daripada ngomongin kakak gue, lebih baik kita segera ngerjain tugas kita. Lo datang ke sini buat ngerjain tugas, kan?" kata Yasa. Kaelan mengeluarkan sebuah flashdisk dan menyerahkannya ke Yasa. "Udah gue kerjain. Semuanya," kata laki-laki itu. Yasa terbelalak tak percaya. "Terus ngapain lo kesini? Gue enggak tau harus berterima kasih apa kesal sama lo," kata Yasa. "Sama-sama," ujar Kaelan. Yasa tertawa kecil, "Dasar!" Yasa menghidupkan AC dan membuka jaketnya. Tiba-tiba merasa gerah. Laki-laki itu mengambil pakaian santainya dan sebuah handuk. "Gue mau mandi. Lo di sini aja. Jangan berani-berani keluar dan ganggu mereka berdua," kata Yasa lalu masuk ke kamar mandinya. Tepat setelah Yasa menutup pintu kamar mandi, Kaelan berdiri dan membuka pintu kamar Yasa. Kamar itu tepat berada di samping ruang keluarga dan dekat dengan meja makan hingga Kaelan bisa melihat Yasmin dan Kavin masih makan di sana. Kaelan langsung bertatapan dengan Yasmin. Perempuan itu melihat Kaelan cukup lama sebelum beralih menatap Kavin di depannya. Kaelan menyandarkan dirinya di pintu kamar Yasa. Memperhatikan Yasmin yang seperti tidak ingin bertatapan dengannya. Kaelan tersenyum kecil ketika melihat perempuan itu tidak nyaman dengan tatapan Kaelan. Yasmin menghabiskan makanannya dengan cepat, lalu membereskan meja makan. "Kamu masih ingin ke biskop? Aku bisa menemanimu," kata Kavin sambil membantu Yasmin membersihkan meja makan. "Benarkah? Bukannya kamu bilang capek tadi? Aku tidak ingin memaksamu jika kamu memang tak ingin. Kita bisa ke sana lain kali," kata Yasmin lagi. "Tidak. Aku sudah tidak lelah lagi. Ayo kita pergi," ajak Kavin. Yasmin tersenyum lebar. "Benarkah? Kalau begitu aku akan berganti pakaian. Kamu tidak akan berubah pikiran, kan?" tanya Yasmin memastikan. "Tentu saja tidak." "Tunggu aku sebentar," kata Yasmin lalu berlari ke menaiki tangga ke kamarnya. Kavin melihat perempuan itu dengan wajah datarnya. Melihat Yasmin cukup lama, lalu mengambil sebotol air di kulkas. Kaelan menghampiri Kavin dan berdiri tak jauh darinya. "Kamu sungguh beruntung, karena bertemu Yasmin lebih dulu," kata Kaelan. Kavin menoleh dan menatap tajam pada Kaelan. "Apa maksudmu?" tanya laki-laki itu. Tangan Kaelan bersandar pada kursi di belakangnya. "Aku ingin memberitahumu, kalau aku menyukai pacarmu," kata Kaelan. Kavin mendekati Kaelan dengan langkah panjang. "Apa katamu?" bentaknya. "Aku tertarik pada Yasmin. Aku menyukainya dan aku akan berusaha merebut Yasmin darimu." Kaelan menegakkan tubuhnya dan mendekati Kavin yang marah. "Aku mengatakan ini untuk memberimu peringatan. Aku ingin bermain dengan adil, jadi aku memberitahumu lebih dulu. Kalau kalian baik-baik saja, harusnya ini bukan masalah, kan?" kata Kaelan. Kavin menatap tajam Kaelan seperti memberi peringatan. "Aku tak paham pikiran anak muda zaman sekarang. Tapi jika kamu ingin main-main, Yasmin bukan perempuan yang tepat. Yasmin tak akan tertarik dengan anak kecil sepertimu!" kata Kavin. "Anak kecil? Kamu sungguh mengira aku anak kecil?" Kaelan menurunkan pandangannya ke bawah. "Bukankah kamu yang kecil? Karena itulah Yasmin tak mau kamu sentuh," pancing Kaelan. "Bereng-sek!" Kavin mendorong Kaelan hingga menabrak meja di belakangnya. Kavin mencengkeram kerah kaos Kaelan lalu menonjok pipi laki-laki itu. Sedangkan Kaelan hanya tertawa, seolah itu yang laki-laki itu harapkan - yaitu memancing emosi pacar Yasmin itu. Ketika Kavin ingin menonjok pipi Kaelan lagi, laki-laki itu menahan tangan Kavin. Kaelan mendorong Kavin hingga membentur dinding di belakangnya, lalu mendekati Kavin dan berbisik. "Apa aku mengatakan hal yang salah?" Kaelan tersenyum miring seperti sangat menikmati wajah kesal Kavin. "Karena Yasmin sendiri yang bilang dia tak pernah tidur denganmu. Apa yang kamu lakukan tujuh tahun ini, Kavin? Kamu membuatku ingin segera memiliki Yasmin," kata Kaelan lagi. Mata Kavin membuka lebih lebar. "Aku akan membunuhmu," katanya sambil mendorong da-da Kaelan hingga jatuh ke lantai. "Kaelan!" Yasa yang baru keluar kamar langsung berlari menghampiri Kaelan yang jatuh di lantai. Yasa membantu Kaelan berdiri dan menatap dua laki-laki di depannya dengan khawatir. "Apa yang kalian lakukan? Kalian berkelahi? Tengah hari seperti ini?" tanya Yasa. Kaelan tersenyum kecil sambil mengelap sedikit darah di ujung bibirnya. "Enggak, Yas. Kami hanya main-main. Kami hanya bercanda. Bukan begitu, Kavin?" tanya Kaelan. Kavin berjalan mondar-mandir, lalu mendekati Yasa dengan wajah tak tenang. "Yasa, kamu harus dengerin Mas mulai sekarang. Jangan biarkan laki-laki ini masuk ke rumah ini lagi. Temanmu ini punya tujuan lain ke sini. Dia bisa berbahaya untuk kakakmu," kata Kavin. "Berbahaya?" Kaelan tertawa pelan. "Kamu pikir aku hewan yang bisa berbahaya? Kamulah yang berbahaya di sini!" kata Kaelan. Kavin tak memedulikan omongan Kaelan. "Pokoknya, Yas. Kalau kamu peduli dengan kakakmu dan hubungannya denganku, kamu enggak boleh berteman dengan anak ini lagi. Temanmu ini berniat merusak hubunganku dengan Yasmin, Yas. Kamu tidak akan membiarkannya, kan?" tanya Kavin lagi. Yasa menatap tajam Kaelan. "Sudah gue bilang jangan buat masalah di sini. Apa lo harus berbuat kayak gini, Kae?" tanya Yasa setengah berbisik. Kaelan mengangkat tangannya, "Gue cuma-" Yasa menarik tangan Kaelan kembali ke kamarnya. Sebelum pintu kamar Yasa tertutup, Kaelan melihat Yasmin turun. Perempuan itu memakai gaun berwarna abu-abu di atas lutut dan sepatu hak tinggi berwarna hitam. Yasmin terlihat sangat cantik dan Kaelan tidak menyukai mengetahui perempuan itu berdandan hanya untuk pacarnya. **** "Bisa enggak sih lo diam? Atau enggak, lo pulang aja, ini udah hampir tengah malem, Kae. Lo mau nginep di sini?" Kaelan menghentikan langkahnya, "Bener gue boleh nginep di sini?" tanya Kaelan. "Sayangnya enggak boleh. Lo punya kamar suite termahal di negara ini, kenapa lo mau tidur di kamar kecil gue?" "Gue bisa tidur di sofa depan kalau lo enggak mau gue tidur di sini," kata Kaelan. Yasa menggeleng cepat, "Itu tambah enggak boleh. Lo bisa lebih leluasa di rumah ini. Lagian Mbak Yasmin enggak akan ngebolehin lo nginep," kata Yasa sambil bermain game di komputernya. "Terus ngapain lo nawarin gue, Sial-an?" tanya Kaelan dengan kesal. "Gue enggak nawarin, Kae. Gue cuma bertanya kenapa lo masih disini. Tugas kita udah kelar dan lo enggak ada kepentingan lain. Lo hanya melakukan hal-hal bodoh di sini sejak tadi." Yasa menatap Kaelan dengan kesal. Mengingat apa yang dilakukan Kaelan sejak tadi siang di rumahnya. Laki-laki itu berkata akan membantu Yasa membersihkan rumah. Dan benar - Kaelan menyapu kamar Yasa, menyiram bunga di taman, merapikan buku-buku di perpustakaan kecil di rumah itu, bahkan mengambil daun-daun yang jatuh ke kolam renang. Yasa tentu saja tak keberatan karena pekerjaan rumahnya diselesaikan semua oleh Kaelan. Yasmin memang membagi pekerjaan rumah dengan Yasa karena perempuan itu tak ingin menghabiskan uangnya untuk menggaji pembantu. Tapi setelah Kaelan menyelesaikan semua pekerjaan rumah Yasa, laki-laki tak juga pulang dan Yasa sedikit terganggu dengan keberadaan Kaelan. "Jangan bilang lo nunggu kakak gue pulang?" tanya Yasa. Kaelan mengangguk lalu berjalan ke jendela dan melihat keluar, "Bukankah ini sudah terlalu malam untuk kencan? Apa mereka melakukan hal lain?" tanya Kaelan. "Berhentilah mengganggu hubungan Yasmin dan Kavin, Kae. Aku tak akan membiarkan seseorang merusak kebahagiaan kakakku, termasuk temanku sekalipun," kata Yasa. "Tapi ini hampir tengah malam. Kemana mereka pergi? Lo enggak khawatir?" tanya Kaelan ke Yasa. "Paling Mbak Yasmin nginep lagi di apartemen Kavin," ujar Yasa santai. "Nginep? Lo serius?" Kaelan mendekati Yasa dengan wajah panik. "Bukannya Yasmin enggak mau berhubungan seks di luar nikah. Kenapa dia mau nginep di apartemen pacarnya?" Yasa menatap Kaelan curiga, "Darimana lo tahu tentang itu?" "Yasmin yang cerita." "Sebenernya apa sih yang lo omongin ke kakak gue selama ini, Kae. Lo tanya hal seperti itu ke kakak gue juga?" Kaelan mengangguk dan Yasa menghembuskan napas panjang. "Pantes aja kakak gue benci banget sama lo," kata Yasa. "Dia enggak membenci gue. Dia hanya belum suka sama gue," balas Kaelan. "Sama aja, Be-go," ujar Yasa lalu kembali memainkan game di komputernya. Kaelan berlari menuju jendela ketika mendengar suara mobil berhenti. Laki-laki itu melihat mobil Kavin di depan rumah itu. Melihat cukup lama dan menjadi khawatir ketika mereka tak segera turun. "Menurut lo, apa yang bisa dilakukan di mobil lebih dari sepuluh menit?" tanya Kaelan seperti pada dirinya sendiri. Yasa menoleh, "Apa? Maksudmu di dalam mobil yang diam?" tanya Yasa. Kaelan mengangguk dan Yasa menjawab, "Bermain game?" Kaelan menutup tirai jendela dan menatap Yasa dengan kesal, "Gue bodoh karena tanya sama lo," kata Kaelan. Tentu saja Kaelan tahu apa yang bisa dilakukan dua orang - pasangan kekasih - selama lebih dari sepuluh menit di dalam mobil. Dan karena itulah Kaelan berlari keluar seperti orang gila. Membuka pintu rumah itu dengan kasar dan berhenti di depan gerbang. Melihat sekali lagi mobil yang diam di jalan itu. Da-danya terasa tergenggam erat ketika melihat Yasmin dan Kavin berciuman. Ciuman yang cukup panas dan membuat Kaelan tak bisa bernapas. Bahkan ciuman itu tak sepanas yang biasa ia lakukan dengan sembarang perempuan di klub, tapi kenapa Kaelan merasa sakit hati sekarang? Bukankah wajar sepasang kekasih berciuman? Mereka sudah berpacaran lebih dari tujuh tahun, jadi apa yang Kaelan harapkan? Meskipun mereka belum pernah tidur bersama, tentu saja mereka sering berciuman. Kaelan bukannya tidak tahu itu. Tapi ternyata melihatnya langsung membuat da-da Kaelan sesak. Kaelan tahu ia tak berhak merasakan cemburu, tapi itulah yang ia rasakan sekarang. Ini pertama kalinya Kaelan merasa cemburu dan ternyata perasaan itu lebih menakutkan dari yang ia kira. Tak mau bertingkah bodoh, Kaelan memutuskan pergi dan mengakui kekalahannya hari ini. Tapi sebelum berbalik, kening Kaelan berkerut ketika menyadari sesuatu. Kavin terlihat melepas sabuk pengaman Yasmin dan mengangkat tubuh perempuan itu ke pangkuannya. Kaelan hampir saja tak menyadari, kalau Yasmin bukannya membalas sentuhan Kavin, tapi perempuan itu berusaha mendorongnya menjauh. Perempuan itu bergerak menjauh ketika Kavin membuka retsleting gaunnya dan berusaha menurunkannya. Tanpa sadar tangan Kaelan terkepal erat dan dengan langkah besar, laki-laki itu mendekati mobil Kavin. Kepalan tangan Kaelan semakin erat saat dari dekat - Kaelan melihat Kavin melepas bra Yasmin dengan kasar hingga terlepas. Laki-laki itu menekan tubuh Yasmin di dashboard mobil dan mencengkeram kedua tangan perempuan itu belakang kepala Yasmin. Kaelan menarik pintu mobil Kavin, tapi pintu itu terkunci. Kaelan dengan panik menyugar rambutnya, lalu mengetuk pintu mobil dengan kuat hingga Kavin melihatnya. "Keluar bereng-sek!" teriak Kaelan. Kavin hanya tersenyum kecil tanpa melepaskan Yasmin. Laki-laki itu masih mencium leher dan da-da Yasmin. Hingga ketika Kaelan melihat Yasmin menatapnya dengan sendu, Kaelan tak bisa berpikir hal lain selain mengambil batu di bawahnya lalu memukul kaca pintu di sebelah kemudi lalu membuka pintu itu. Kavin terkejut dan langsung melepaskan Yasmin. "Sudah kubilang! Keluar bereng-sek!" kata Kaelan dengan tajam - seolah Kaelan bisa membunuh Kavin dengan tatapannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD