Daisha sudah bersiap menumpahkan semua amarahnya. Ia benar-benar benci saat sebuah berita mendarat di ponselnya. Paginya kali ini sangat berbeda. Ia mengingat momen saat bangun dengan kondisi yang sangat memalukan. Kini, ia harus bersiap dengan segala bentuk konfirmasi.
Hidup Daisha menjadi sangat berbeda saat ia tersadar dari tidur panjangnya. Ia bahkan melupakan sebagian besar memori yang ada di kepalanya. Daisha merasa dirinya seolah terlahir kembali. Ia tidak mengingat masa lalunya sama sekali setelah insiden kecelakaan yang merenggut nyawa ibunya. Daisha selamat dengan kondisi fisik dan mental yang berbeda.
Daisha mengedarkan pandang. Ia juga membuka lemari di kamar hotel itu. Sudah pasti semua kejadian yang menimpanya terjadi karena ulah personal asistennya. Tak ada orang lain lagi yang mampu melakukannya. Dengan langkah terburu-buru, Daisha mendobrak pintu kamar tempat Briyan menginap dengan harapan Briyan sudah kembali. Kembali ia mencari laki-laki itu di kamar pribadi yang ia siapkan khusus. Pandangan matanya berkeliling untuk segera menemukan sosok Briyan.
“Briyan! Sini kamu!” teriaknya kencang. Ia tak peduli suaranya akan mengganggu pengunjung di kamar lain. Dua hari ini pikirannya kacau karena malu. Bahkan Arafan tak menemuinya lagi sekadar untuk menanyakan apa yang terjadi.
Daisha dengan celana selutut dan kaus santai terus mencari Briyan. Tangannya kini beralih mengusap layar ponsel. Mencoba menghubungi nomor personal asistennya.
“Tidak terhubung dari kemarin. Ke mana dia?” Desis Daisha. Hatinya kian geram.
Tak bisa lagi menunggu, Daisha pun memutuskan berhenti menelepon. Ia mencoba mengirimkan pesan untuk sekretarisnya di kantor. Barang kali Briyan ada di sana. Namun, sebuah panggilan justru masuk ke nomor ponselnya.
“Halo, ada apa?” tanya Daisha. Sudah pasti bukan ayahnya langsung yang akan bicara. “Di mana? Rumah?” tanyanya dengan mata yang sempurna membulat.
Iya, Nona.
“Kenapa Bapak sudah sampai rumah?” tanya Daisha lagi. Harusnya masih ada rangkaian tour di hotel ini.
Ada masalah besar, Nona. Cepat pulang.
Daisha mendesah. Sudah pasti berita viral yang muncul hari ini sudah dibaca ayahnya. Ia pun pasrah. Dengan segala akses kemudahan yang ia punya, Daisha meninggalkan kamar hotel itu dengan segera. Ia masih belum menemukan Briyan yang menyebalkan. Ia tak bisa melakukannya sendiri. Dengan cepat menghubungi beberapa pesuruhnya untuk melacak keberadaan laki-laki itu.
Mobil mewah keluaran terbaru sudah terparkir di depan gedung utama hotel. Daisha masuk ke mobil tersebut tanpa perlu membuka pintu. Sopir yang selalu siap mengantarnya ke mana saja sangatlah sigap. Daisha bahkan tak mengangguk sebagai ucapan terima kasih. Dengan gaya angkuh khasnya ia meminta sopir segera menjalankan mobil. Menuju rumah di mana ia dan ayahnya tinggal.
Kembali ia membaca berita yang mendarat di Singapura pagi ini. Tak lupa memerhatikan foto yang memang sengaja disamarkan. Tanpa sadar bulu di tengkuknya meremang. Ia bahkan mampu merasakan sensasi berbeda saat bersama Arafan. Saat tubuh mereka tampak menyatu. Lagi Daisha merasakan degup yang berbeda. Namun, ia sadar diri atas posisinya. Selepas ini pasti ayahnya akan marah besar. Perjalanan dari hotel ke rumah, membuatnya was-was.
Pintu utama rumah Pak Rajandra langsung terbuka saat Daisha tiba. Para asisten rumah tangga yang jumlahnya tak hanya satu menyambut putri pertama keluarga itu. Dengan perasaan sedikit berdebar Daisha berjalan maju. Ia hanya mengangguk pada sekretaris pribadi ayahnya. Laki-laki yang ia benci karena suka mengatur kehidupannya.
Mengingat soal aturan, ia berpikir tentang satu orang yang suka mengatur dan ia tetap suka. Namun, orang tersebut tak lagi ada di dekatnya. Memilih pergi setelah melakukan serangkaian terapi untuknya.
“Tidak di atas, Nona. Bapak di halaman belakang,” ucap Sutopo-sekretaris ayahnya.
Terpaksa Daisha memutar tubuhnya. Ia berjalan ke arah yang berlawanan. Sekretaris itu pun membuntutinya di belakang. Sesuai dugaan perempuan itu, ayahnya tengah menatap tanaman yang memang sengaja di atur sedemikian rupa di halaman itu. Daisha menarik napas terlebih dahulu sebelum bersiap mendengar semua omelan ayahnya.
“Pagi, Pak,” sapanya lantas duduk di kursi kosong di sebelah Pak Rajandra. Laki-laki paruh baya itu tidak menoleh. Ia tetap menatap lurus ke arah tanaman hiasnya. Sebuah ipad di atas meja sudah menampilkan berita viral yang sedang dipikirkan Daisha. Perempuan itu sudah menduganya.
“Baik, Pak. Aku akan menjelaskan tanpa perlu ditanya dulu. Kalau Bapak mau tahu tentang berita itu.” Daisha mengambil posisi duduk. Membuat dirinya serileks mungkin. Pak Rajandra pun menoleh.
“Ya. Aku memang tidur dengan Arafan. Orang yang Papa kenal. Tapi, itu semua bukan mutlak keinginan kami berdua. Seseorang sengaja membuatnya demikian.” Salah satu asisten di rumah itu, membawakan segelas minuman dingin untuk Daisha. Ia menginterupsi perkataan putri majikannya. Lagi Daisha hanya menyunggingkan senyum.
“Jadi, tidak akan seperti yang Bapak kira. Aku tahu diri, Pak. Arafan sudah punya istri. Meski aku menaruh hati sama dia, aku gak seburuk itu, Pak.” Pak Rajandra menatap tajam ke arah Daisha. Kedua alisnya bertaut. Tak tahu penjelasan putrinya sesederhana itu.
“Ada orang yang mengincar kami. Kami dijebak, Pak. Pasti orang itu sengaja memviralkan berita panas demi mendapatka banyak keuntungan.”
Raut wajah Pak Rajandra semakin berubah. Daisha yang tampak biasa saja memang sudah memprediksinya. Dan sejatinya ia menikmati berita ini. Kesempatan bersama Arafan jauh lebih terbuka. Jelas ucapannya tadi hanyalah dusta. Ia juga diuntungkan atas sikap Briyan yang di luar dugaan itu. Kehilangan saham jelas tak masalah baginya. Ia bisa selangkah lebih dekat dengan Arafan.
“Nona sudah tahu akibat dari berita itu?” tanya sekretaris Pak Rajandra.
Daisha berpikir sejenak. Akibat yang bagaimana? Yang ia tahu berita itu membuatnya bisa lebih dekat dengan Arafan meski cukup memalukan. Daisha menggeleng. Berpura tidak tahu apa-apa.
“Boleh saya jelaskan, Pak?” tanyanya pada Pak Rajandra. Dengan cepat laki-laki itu mengangguk. Setelah mendapatkan izin dari atasannya, laki-laki itu menyalakan ipad. Mencari berkas yang sudah ia siapkan.
“Ini, Nona.” Ia pun memberikan ipad itu. Daisha menerimanya. Membaca satu per satu rangkaian kalimat yang ada. Ia tak memahaminya.
“Berita itu berhasil memengaruhi saham perusahaan. Baik milik Pak Rajandra, anda dan juga El-Malik Company. Semua terjun bebas ke angka terendah yang pernah kita alami. Perusahaan dipastikan akan mengalami kerugian. Terlebih perusahaan Pak Arafan yang memang sedang dalam kondisi tidak baik.”
Seperti petir yang menyambar di siang bolong. Daisha tak pernah mengira rencana personal asistennya justru membuat kerugian bagi orang yang ia cintai.
“Anda yakin?” tanya Daisha. Kali ini tercetak jelas di wajahnya ia tak tahu apa-apa perihal perusahaan. Hal apa saja memang ia pasrahkan pada Briyan. Sutopo mengangguk mantap.
Daisha kembali berpikir. Seharusnya Briyan tidak melakukan sampai sejauh ini. Bagaimana jika Arafan benar-benar mengalami kesusahan? Daisha beralih menatap ayahnya. Laki-laki paruh baya itu hanya bisa menghela napas. Ia mendesah kemudian.
“Jelaskan, Pak. Apa yang bisa Dasiha bantu untuk membantu Arafan? Daisha sayang sama dia, Pak,” ungkap Daisha. Ia cukup khawatir jika nantinya Arafan benar-benar jatuh miskin. Pak Rajandra kembali meminta sekretaris pribadinya untuk bicara.
“Hanya ada satu cara, Nona. Anda harus membuat berita itu menjadi fakta atau sebaliknya.” Sutopo menatap Daisha. Berharap perempuan itu memahaminya.
“Maksud anda?”
“Ajak Pak Arafan bertanggungjawab atas berita ini.”
Pak Rajandra termenung. Wajahnya berubah pias. Itu opsi terakhir yang dia setujui atas usul sekretaris pribadinya. Ia tidak bisa mengungkapkan semuanya pada Daisha. Baginya membiarkan putri kecilnya itu tak tahu apa-apa jauh lebih baik. Daisha yang memiliki masa lalu kelam. Daisha yang ternyata menyukai Arafan-teman masa kecilnya dulu. Pak Rajandra tahu dia keliru, tapi dia tak punya pilihan lain selain membuat putrinya bahagia.
“Bapak,” lirih Daisha.
Perlahan Pak Rajandra mengangkat tangannya. Melakukan gerakan isyarat yang tak bisa dipahami putrinya. Daisha dibuat bingung.
“Bapak sudah menyiapkan semuanya, Nona. Anda tinggal ke Jakarta bersama personal asisten anda.”
Daisha belum mampu memahami keadaan yang sedang ia hadapi. Ia harus bertemu Briyan untuk mendengarkan penjelasan. Dengan cepat Daisha menyambar ponsel serta mengetikan sebuah pesan.
[Kau benar-benar akan membuatku menikah dengannya?]
***