PART. 9

1294 Words
Tari melambaikan tangannya melepas kepulangan keluarganya ke Jakarta. Mereka kembali ke rumah kakek dulu untuk mengambil motor mereka, sebelum pulang ke rumah. Tari memeluk perut Raka dengan erat. "Tari, jangan dipeluk seperti ini" "Kenapa?" "Tidak enak dilihat orang-orang" sahut Raka. "Kenapa tidak enak, kitakan suami istri, pengantin baru lagi, wajarkan kalau ingin selalu terlihat mesra" "Hhhh kemesraan tidak perlu diperlihatkan kepada orang lain Tari" "Kenapa? Aa takut ada cewek yang cemburu kalau aku peluk Aa begini? Aa punya pacar ya di sini? Aa ingin menjaga perasaan dia?" "Bukan begitu Tari, tapi ini di kampung bukan di kota, menunjukan sikap terlalu mesra di depan orang itu bisa dianggap kurang sopan" "Hhhh..ya sudahlah, kalau begitu aku pegang di sini saja!" Tari melepaskan pelukannya di perut Raka, tapi tangannya mencengkeram kedua paha Raka, dengan jahil diusap-usapnya paha Raka, sampai ke bagian dalam paha. "Ta..Tari..jangan begini, aku bisa nabrak" desis Raka. Tari meniup tengkuk Raka lembut. "Cek dong, punya Aa on nggak?" Tari meletakan satu telapak tangannya di antara kedua paha Raka. Diremasnya pelan benda yang ada di sana. Raka sampai mengerem mendadak saking kagetnya. Untung mereka sedang melewati jalan yang cukup sepi. "Tari!" Seru Raka gusar. "Maaf" bisik Tari dengan suara bernada manja. Raka menarik napas untuk meredakan kemarahannya yang sempat terpicu karena sikap Tari. Setelahnya baru ia kembali menjalankan motornya. Tari tahu Raka marah kepadanya, tapi ia sudah cukup senang karena Raka mulai banyak bicara. Raka ternyata tidak membawa Tari langsung pulang ke rumah, tapi mereka menuju pasar tradisional yang berada di kampung tetangga. Raka memarkir motornya di tempat parkir, orang-orang yang mereka temui menyapa Raka dengan senyum di bibir mereka. Tari memgikuti langkah Raka dengan setengah hati. "Mau apa ke sini?" Tanya Tari, Tari bergidik melihat pasar yang becek dan berlumpur. 'Duuh sendalku yang mahal masa harus di bawa masuk ke lumpur sih, belum lagi kalau baju adik Raka yang mahal ini kena cipratan lumpur' batin Tari. "Mau apa kita ke sini?" Tari mengulangi pertanyaannya. "Membeli pakaian untukmu" "Apa? Beli pakaian untukku di sini?" "Hhhh di sini tidak ada butik Tari, hanya ada pasar ini yang paling dekat, ayolah!" Tari terpaksa menutup hidungnya saat mereka harus melewati pasar ikan yang membuat bau amis menguar kemana-mana. Tapi setelah melewati los ikan, dan los sayuran, mereka tiba di bagian toko-toko yang menjual pakaian. Raka membawanya ke toko yang banyak menjual busana muslim. "Pilih saja beberapa lembar yang mana yang kamu suka, tapi yang modelnya sederhana saja, biar kamu tidak ribet memakainya" kata Raka. "Aku harus pakai pakaian begini ya?" "Pilih saja dulu, nanti kita bisa beli model yang lainnya" jawab Raka. "Boleh ambil berapa lembar?" "Beli saja 6 lembar" jawab Raka. Tari memilih 6 lembar gamis model sederhana dengan berbagai motif dan warna yang berbeda. "Ini" Tari menyerahkan 6 gamis itu pada si penjual. Terjadi tawar menawar harga antara si penjual dan Raka. Gamis dengan harga penawaran 175.000/ lembar itu, akhirnya turun jadi 135.000/lembar. Setelah dari sana mereka menuju toko yang menjual pakaian untuk dipakai sehari-hari di rumah, ada daster dan babby doll. "Pilih yang mana kamu suka" "Berapa?" "Pilih saja 6" Tari mengambil 2 baby doll dengan celana panjang, 2 babby doll celana selutut, dan dua babby doll yang berupa terusan. "Ini" Terjadi lagi tawar menawar antara Raka dan sipenjual. Akhirnya disepakati harga babby doll 50.000/lembar. Setelah membayar Raka membawa Tari ke toko sendal dan sepatu. "Pilih 2 pasang sendal untukmu, buat dipakai sehari-hari" kata Raka. Tari memilih-milih sendal sementara Raka mengambil sepasang sepatu boot karet untuknya. "Sudah?" "Heum, ini" Raka membayar harga sendal dan sepatu boot setelah terjadi kesepakatan harga. Seumur hidupnya baru sekali ini Tari ke pasar tradisional, dan membeli barang dengan tawar menawar harga. 'Ternyata Raka pintar negosiasi juga, belanja di pasar tradisional menyenangkan juga' batin Rani. "Kita makan siang di sini saja ya" kata Raka. "Terserah Aa saja" sahut Tari. Mereka menuju warung sederhana yang menyediakan ikan bakar dan masakan khas Banjar. Tari meminta nila bakar beserta lalapannya, sedang Raka pepuyu bakar dengan cacapan ramania. "Ikan apa itu?" Tanya Tari. "Pepuyu" jawab Raka. "Minta dong" "Ambil sendiri" Raka menyodorkan piring berisi ikan pepuyu yang bekunyung dalam cacapan ramania. "suapin aaaa" Tari membuka mulutnya, terpaksa Raka menyuapinya. "Gurih, enak, aku mau ikan itu juga dong!" Pinta Tari. Raka meminta pada pemilik warung untuk mengambilkan apa yang di minta Tari. "Kak Raka, assalamuallaikum" sapa seorang gadis yang berdiri di dekat Raka. "Walaikumsalam Eli, sama siapa?' "Sama Mama'" "Mau makan juga?" "Tidak, mau dibungkus saja" "Ooh, Tari kenalkan ini Eli anak Pak Rt Sobri" Raka memperkenalkan Tari pada gadis itu. Tari hanya menganggukan kepalanya dan tersenyum. Eli duduk di dekat Raka. Mereka berbincang tentang kegiatan dikampung mereka. Meski asik menikmati makanannya, tapi Tari menyimak apa yang mereka bicarakan. 'Sama gadis kampung saja sikapnya manis banget, sama aku istrinya malah sedingin es batu, dasar...eeh dasar apa ya...ya itu..dasar es batu' rungut Tari di dalam hatinya. -- Tiba di rumah, mereka langsung membersihkan diri dan mengganti pakaian mereka. "Aku mau dzuhur di musholla, kamu mau ikut atau dzuhur di rumah saja?" "Di rumah saja, aku capek, ngantuk" "Ya sudah, pintu aku kunci dari luar atau kamu yang kunci dari dalam?" "Kunci saja dari luar, aku mau tidur habis dzuhur" "Baikalah aku pergi, assalamuallaikum" "Walaikumsalam" Setelah Raka pergi, Tari memgeluarkan barang belanjaannya. Ia mematut dirinya di cermin dengan pakaian yang dibelikan Raka. 'Hari ini Raka menghabiskan uang lebih dari satu juta, aku kira itu pasti nilai yang cukup besar bagi seorang petani seperti dia, eeh tunggu...tadi di dalam dompetnya aku sempat melihat banyak kartu ATM dan ada kartu kredit juga, eeh itu dompet yang dia pakai harganya jutaan, mana ada petani punya dompet harganya jutaan, apa dikasih adik atau ibunya barangkali ya, duuh nanti aku tanya-tanya sama dia deh, ibu dan adiknya itu tinggal di mana, dan apa pekerjaan Ayah tirinya' batin Tari. Setelah sholat dzuhur, Tari ingin langsung tidur, tapi udara terasa sangat panas setelah hujan semalaman. Tari menutup semua jendela dan gordennya sekalian. Ia melepaskan pakaiannya dan hanya berbaring dengan bra dan cd nya saja. Kipas angin dinyalakan dengan kekuatan penuh. Merasa tidak nyaman dengan branya, akhirnya Tari melepaskan branya dan hanya menyisakan cd di tubuhnya. Raka yang pulang dari musholla memanggi Tari, Tari yang belum lelap tertidur menjadi terbangun. Tanpa sadar keadaan tubuhnya yang hampir polos, ia membuka pintu kamarnya. "Ada apa?" Tanyanya dengan suara parau. "Ya Allah, Tari kenapa tidak pakai baju" Raka spontan memutar tubuhnya memunggungi Tari. Tari menatap dirinya sendiri, wajahnya jadi merona karena malu, tapi sebersit pikiran jahil muncul di benaknya. Ia maju untuk mendekati Raka, dilingkarkan kedua tangannya ditubuh Raka. Ia tempelkan dadanya di punggung Raka. "Aa, aku menunggu Aa pulang, aku sudah tidak sabar ingin merasakan malam pertama kita, Aa tahukan kalau menolak keinginan istri itu bisa jadi dosa, karena kalau suami menolak, istri bisa mencari kepuasan di luar rumah, kalau itu terjadi maka suamilah yang akan dilaknat Allah, Aa mau kita seperti itu?" "Jangan bicara sembarangan Tari!" "Aku tidak bicara sembarangan, aku bicara sesuatu yang bisa saja terjadi kalau Aa terus saja mengabaikan aku seperti ini, kurang apa aku dalam meminta? kurang apa aku dalam menggoda? Atau Aa menolakku karena Aa sudah punya seseorang yang akan Aa jadikan ibu dari anak-anak Aa, sehingga Aa tidak menginginkan anak dariku!? Siapa wanita itu? Jannah? Halimah? Eli? Atau ada yang lainnya lagi!? Aa cuma baik pada wanita lain sedang istri Aa sendiri Aa abaikan!!" Tari memutar tubuhnya, ia masuk ke dalam kamar, lalu membanting tubuhnya ke atas ranjang. Ia merasa puas karena sudah menumpahkan kekesalan hatinya yang ia rasakan sejak mereka bertemu Eli tadi. Tari bisa merasakan ada ketertarikan Eli pada Raka, seperti yang ia lihat pada Halimah juga. Raka masih diam di tempatnya, hatinya sungguh sedang berada di dalam dilema. ***BERSAMBUNG***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD