PART. 21
Raka sudah selesai sholat isya dan makan malam. Setelah menggosok gigi ia berbaring lagi di kasurnya yang terhampar di depan tv. Sementara itu Tari mencuci perabot bekas makan.
"Tidur di kamar yuk A"
"Aku di sini saja Tari"
"Kenapa?"
"Kalau tidur berdua di ranjang, nanti ranjangnya rubuh lagi"
"Kan cuma tidur berdua Aa, bukannya mau goyang tornado"
"Kamu tidur saja di kamar, biar aku di sini"
"Ya sudah, aku ikut tidur di sini saja" Tari berbaring diantara Raka dan dinding.
Ia berbaring miring, tangannya memeluk Raka, kakinya menumpang di atas perut Raka. Dengan jahil telapak kakinya menyenggol ujung tombak Raka.
"Tari"
"Hihihi..kangen sama ujung tombak Aa"
"Baru satu malam Tari"
"Hihihi..masih lama ya Aa"
"Hmmm" Raka yang masih lemas hanya menjawab dengan menggumam saja.
"Tapi ciuman bolehkan Aa?"
"Hmm"
Tari merubah posisinya, ia berbaring di atas tubuh Raka.
"Tari"
"Aku cuma ingin cium Aa"
Tari membungkukan badannya, bibirnya mengulum bibir Raka, dibalas Raka dengan lembut.
Lama kelamaan ciuman mereka semakin panas. Tubuh mereka berguling-guling bergantian di atas dan di bawah.
Raka melepaskan ciuman mereka dengan napas tersengal dan wajah merah padam.
"Sudah ya Tari"
"Aku mau lagi" rengek Tari.
"Nanti bibir dan lidahnya protes, karena disuruh kerja romusha" sahutan Raka membuat Tari terkikik geli.
"Sudah ya, kita tidur saja"
"Tidurnya di kamar"
"Iya" Raka mematikan tv dan kipas angin.
"Gendong" rengek Tari manja.
"Dipunggung atau seperti orang pingsan?"
"Didepan!"
"Didepan? Bagaimana lagi itu?"
"Begini" Tari melingkarkan kedua tangannya di leher Raka, lalu ia melompat dan melingkarkan kedua kakinya di pinggang Raka.
Raka menahan tubuh Tari dengan memegang p****t Tari. Tubuhnya yang terasa lemas sempat limbung sesaat.
Setelah tiba di kamar di turunkannya Tari di atas ranjang.
"Sekarang kita tidur, tidak ada lagi ciuman atau godaan" kata Raka tegas.
"Iya, tapi boleh minta pelukkan?"
"Iya, cuma peluk ya"
"Iya"
Tari meletakan kepalanya di atas lengan Raka.
"Peluk A" rengeknya.
"Hmmm" Raka memeluk Tari.
Tari mendongakan wajahnya, bibirnya mengukir senyuman melihat wajah tampan Raka.
--
Tidak terasa sepuluh hari sudah mereka menikah, rutinitas mereka setiap hari sama. Tapi Tari tidak merasa bosan karena Raka selalu bisa membuatnya tertawa.
Pulang dari sawah, Raka langsung mandi karena ingin segera sholat Ashar ke musholla. Sementara Tari setelah Raka ke musholla, ia segera mandi. Mendengar suara adzan yang dikumandangkan Raka, ia segera mengambil air wudhu.
Masa haidnya sudah selesai.
--
Tari baru saja selesai sholat isya, ketika ponselnya berbunyi.
"Dito!" Serunya riang.
Dito adalah salah satu teman nongkrongnya.
Tari tengkurap di atas ranjang, ia dan Dito video call, sesekali terdengar tawa cerianya, ternyata Dito tidak sendirian di sana, tapi dengan beberapa temannya yang lain juga.
Entah sudah berapa lama Tari bicara dengan Dito dan teman-temannya. Waktu yang tertera di ponselnya hampir pukul 10 malam.
Tari terjengkit bangun.
'Kenapa Aa belum pulang? Apa ngobrol dulu sama gadis-gadis itu?' Tanya hatinya mulai curiga.
Tari mengintip ke luar jendela, tidak ada siapapun di luar rumah. Perutnya terasa lapar, ia masuk ke dapur. Keningnya berkerut melihat tudung saji tertelungkup di atas meja makan. Biasanya kakau tudung saji ada di atas meja berarti ada makanan di bawahnya. Karena tudung saji akan tergantung di dinding kalau tidak ada apa-apa.
Tari membuka tudung saji, ada sebungkus nasi di atas piring. Dibukanya bungkus nasi itu, ternyata isinya nasi goreng.
'Aa sudah pulang' Tari menutup lagi bungkusan nasi goreng dan tudung sajinya sekalian.
Dibukanya pintu kamar Raka, tampak Raka tidur menghadap dinding kamar.
Tari duduk di sisi tubuh Raka.
"Aa" panggilnya lembut, Raka tidak bereaksi.
"Aaa" panggil Tari bernada manja, tapi Raka masih belum bereaksi juga.
"Aa" Tari mengusap lengan Raka pelan. Lalu ia berbaring dibelakang Raka. Disusupkan tangannya ke balik kaos Raka, diusapnya pelan d**a dan perut Raka.
"Aaa" panggilnya, dikecupnya bahu Raka.
Raka bergerak sedikit.
"Ehmm ada apa?"
"Aa sudah makan"
"Sudah"
"Sudah gosok gigi?"
"Sudah"
"Sudah cuci tangan dan kaki"
"Sudah"
"Kenapa pulang tidak manggil aku tadi"
"Aku tidak ingin mengganggu"
"Mengganggu apa?"
"Kamu pasti paham maksudku"
"Aa aku lapar"
"Di meja makan ada nasi goreng"
"Aku tidak mau makan sendirian"
"Makan didepan tv, biar ada temennya"
"Ehmm aku maunya ditemani Aa"
"Aku capek Tari"
"Aa marah ya?"
"Tidak"
"Nada bicara Aa sedingin salju" rungut Tari.
"Aku ingin tidur Tari"
"Temani aku makan" bujuk Tari.
Raka tidak bergeming sedikitpun, matanya terpejam rapat. Tari merasa kesal karena Raka tidak meresponnya juga.
Tari menarik paksa sarung yang menutupi tubuh Raka.
"Tari"
"Kalau Aa tidak mau menemani aku makan, aku makan Aa saja sekarang!"
Raka terjengkit mundur, wajahnya terlihat cemas.
"Kamu...kamu...makan orang Tari, kamu..kamu omnivora..eeh karnivora..eeh herbivora...bukaan..eeh apa ya...oh ya...kamu kanibal!" Seru Raka benar-benar panik. Raka bangun lalu berdiri dipojok kamar.
"Hmm aku memang kanibal, tapi aku sukanya cuma makan burung pria!" Sahut Tari. Sungguh Tari harus berusaha keras menahan tawanya melihat kepanikan luar biasa di wajah Raka.
"Makan burung pria" gumam Raka, spontan tangannya memegang burungnya.
Tari tidak tahan lagi, ia tertawa sampai keluar air matanya.
Raka menarik napas lega.
"Kamu cuma bercandakan Tari?"
Tari mendekati Raka.
Punggung Raka tersandar di dinding.
"Tari" Raka memejamkan matanya, kepalanya mendongak ke atas.
Tari berdiri, bibirnya langsung menyambar bibir Raka. Raka berusaha melepaskan ciuman Tari.
"Kenapa?" Tanya Tari.
"Mulutmu bekas itu"
"Itunya kan punya Aa sendiri, buka bajuku Aa" rengek Tari.
"Kamu masih haid?"
"Masih" sahut Tari berbohong.
"Kalau begitu tidak usah lepas baju"
"Kenapa?"
"Aku takut tidak kuat iman"
Tari melepas pakaiannya sendiri sampai tidak bersisa.
"Tari"
"Aku ingin merasakan ujung tombak Aa lagi malam ini" Tari berbaring di atas kasur Raka. Pahanya ia buka dengan lebar.
"Tari, tidak boleh kalau masih haid"
"Lihat dulu punyaku, masih haid atau tidak?"
Raka menggelengkan kepalanya, dibuang pandangannya dari tubuh telanjang Tari. Raka ingin menarik naik celananya. Tapi Tari sigap bangun dan menahan tangan Raka.
"Tari" Raka menegakan punggungnya. Tari meraih ujung tombak Raka, dan memasukannya sendiri ke 'sarung' miliknya.
"Tari..Tari...ya ampun...ya Allah..dosa Tari!" Raka berusaha melepaskan pelukan Tari. Tapi Tari erat memeluk Raka.
Punggung Raka sampai menempel di dinding dan ia tidak bisa bergerak lagi.
"Aa"
"Tari"
"Aku sudah bersih dari haid Aa"
"Hhhh syukurlah" Raka menarik napas lega.
Diangkatnya Tari dari lantai. Tari memeluk leher Raka dan mengaitkan kedua kakinya dipinggang Raka. Raka memutarnya tubuhnya, kali ini punggung Tari yang menempel di dinding.
Suara lenguh napas mereka terdengar menderu.
Kepala Tari terdongak saat bibir Raka mengulum ujung dadanya. Tangan Tari menggapai mencari pegangan. Tangannya meraih horden jendela.
Semakin kuat tornado ala Raka menerjangnya, semakin kuat Tari berpegangan pada horden jendela.
"Tari"
"Aa"
Brakk..
Horden jendela lepas beserta dengan tempat menggantungnya.
Raka dan Tari tidak perduli dengan hal itu, bibir mereka masih saling memagut menikmati sisa sensasi dari apa yang mereka rasakan saat meledak bersama tadi.
***BERSAMBUNG***