Viyone berdiri di depan wastafel, air mengalir deras dari keran saat ia mencuci piring kotor. Pikirannya melayang jauh, terbawa oleh kabar yang baru saja didengarnya. Mantan tunangan suaminya, kini telah kembali ke kota ini dan bertemu dengan Wilson. Hatinya terasa sesak, namun Viyone berusaha untuk tidak terpengaruh. Ia menahan rasa sakit itu, dan berusaha mengingatkan dirinya bahwa pernikahan mereka dulu hanyalah demi anak-anak. "Kenapa aku harus sedih? Permikahan kami hanyalah demi anak-anak. Bukan karena cinta. Dengan siapa pun dia bersama bukan urusanku. Itu yang aku pinta sebelum menikah. Tidak boleh ikut campur dengan urusan masing-masing," gumamnya dalam hati. Setelah selesai mencuci piring, ia mematikan keran dan mengeringkan tangannya dengan handuk. Langkah kakinya membawanya