bc

Keluarga Adhiyaksa Spesial Ramadhan

book_age4+
1.5K
FOLLOW
33.9K
READ
love-triangle
family
love after marriage
drama
comedy
sweet
humorous
first love
friendship
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Kisah tentang keseharian Keluarga Adhiyaksa dikala ramadhan.

Penuh drama. Penuh cinta. Penuh bahagia. Penuh humor.

Bukan hanya kisah tentang cinta, kasih sayang, tapi juga kebersamaan keluarga yang mengesankan di sepanjang ramadhan yang penuh berkah.

chap-preview
Free preview
Perempuan-Perempuan Rempong
"Lah? Belum siap?" Ferril berkacak pinggang. Ia geleng-geleng melihat Farras yang masih sibuk memakai jilbabnya di depan cermin. Sementara Ando dan Farrel sudah menunggu di luar sana. Liburan kali ini, Farrel dan Ferril pulang lagi. Baru tiba kemarin sore tapi pagi ini sudah harus jalan bersama sepupu-sepupu mereka sebelum memulai puasa pertama di ramadhan ke sekian kalinya namun terasa berbeda. Gimana enggak? Farras udah menikah dan Ando ikut tinggal di rumah mereka hingga lebaran nanti. Karena bunda yang minta dengan dalih gak ada yang bantuin masak di rumah selama ramadhan sampe lebaran. Apa boleh buat, Feri dan Sara menyetujui karena mereka masih punya dua anak perempuan di rumah. "Lo lama dah! Udah jam setengah delapan nih! Belum jemput yang lain!" Ferril ngomel-ngomel lagi. Farras hanya terkekeh sambil mempercepat gerak tangannya. Tadi abis subuh, ia ikut bundanya ke pasar untuk belanja dan baru tiba jam setengah tujuh tadi. Belum lagi mengurusi rumah sebentar jadi baru sempat mandi jam tujuh. "Jadi berangkat, dek?" tanya bunda. Wanita itu sedang kebut-kebutan memasak sarapan untuk dibekalkan pada anak-anaknya yang belum pada sarapan itu. Suaminya? Baru sampe di rumah tadi sebelum subuh jadi sekarang, saatnya tidur sebelum dhuha nanti jam 9. Berhubung gak mau dimarahi istrinya kalau kerja hari ini, jadi lah lembur semalam. Yang penting bisa libur hari ini walau beberapa bulan ini emang jarang pulang. Apalagi seminggu lalu baru pulang dari Maluku setelah menetap hampir dua bulan. Berasa gak punya istri sama anak aja yang diurusi, begitu omel istrinya saat ia sampai di rumah. Perempuan itu emang paling senang mengomel saat suaminya pulang kerja padahal sih kangen. Cuma gengsian aja ngakuin. "Jadi bunda." Ferril menjawab saat sudah menuruni tangga. Ia berjalan menghampiri bundanya yang sedang sibuk mengangkat nasi goreng dari wajannya. "Mau kemana sih emangnya?" "Bogor, bunda. Ke Puncak." Oooh. Bundanya mengangguk-angguk. Padahal bundanya ingin anak-anaknya yang baru pulang ini di rumah saja. Tapi tak apa lah pikirnya, toh sehari ini saja. "Buruan lo, Ras!" Ia berteriak dari bawah. Farras yang baru saja selesai memakai jilbabnnya langsung membalas kalau ia sudah selesai. Kini malah terburu-buru mengambil tasnya kemudian turun dengan terburu-buru. "Gak usah lari-lari begitu. Gak bakal ditinggal kok," suara Ando terdengar. Lelaki itu memilih masuk ke dalam rumah saat Ferril malah keluar dan kini menongkrongi mobil bersama Farrel. Sekedar mengecek mobil sebelum berangkat. Farras nyengir lantas tersenyum lebar. Emang, yang sabar nungguin dia dandan itu cuma abangnya dan lelaki yang satu ini. "Kak, ini bantuin masukin nasinya ke dalam tempat nasi." Titah bundanya yang membuatnya mengalihkan perhatian. Farras memberikan tasnya pada Ando kemudian melangkah menghampiri bundanya. Wanita itu dengan cekatan mengambil tupperware lalu memindahkan nasi goreng ke dalamnya. Sementara Ando memilih duduk di meja makan, menunggu. Ia juga berniat membantu membawa nasi goreng itu ke dalam mobil. "Pulangnya abis ashar aja. Kan malem nanti mau tarawehan. Terus jangan ngebut-ngebut. Apalagi kan sering banget kecelakaan disana. Jangan lupa berdoa." Pesan bundanya usai packing bekal nasi. Ando dan Farras mengiyakan saja. Karena memang benar apa yang dikatakan bundanya. Dua orang itu menyalami bunda kemudian berjalan keluar diikuti bundanya. Tiba di teras rumah, gantian Farrel dan Ferril yang menyalami bunda kemudian mereka berpamitan. "Jangan ngebut ya, bang!" Bundanya masih berteriak bahkan ketika mobil itu akan melewati gerbang rumah. "Kita jemput siapa dulu, bang?" tanya Farras. Ia duduk tepat di belakang Ando sambil membuka bekal nasi gorengnya. Kemudian menyodorkan sesendok nasi goreng pada Ando tapi tangannya ditahan Ferril dari belakang. Kembarannya yang tipikal cemburu itu langsung memasukan nasi goreng itu ke dalam mulutnya sendiri. Farras terkekeh lantas mengambil nasi goreng lagi kemudian menyodorkannya pada Ando. Jujur saja, setelah menikah, Ferril emang makin menjadi cemburunya. Kalau Farras upload foto bareng Ando, fotonya juga harus di-upload. Katanya biar adil. Hahaha. "Kita ke bengkel dulu. Kayaknya bannya kempes," jawab Farrel kemudian membuka mulut ketika Farras menyodorkan nasi padanya setelah menyuapi Ando. "Nih orang pasti lama dah," gerutu Ferril pada Rain yang gak muncul-muncul di grup. Farras hanya terkekeh. Kayak gak kenal Rain aja yang kalo dandan rempong banget. Usai memompa ban, mobil melaju lagi menuju rumah duo kembar tengil. Tumbenannya, si Ardan udah rapi di teras rumah tapi sambil teriak-teriak pas lihat mobil Farrel masuk. Selain senang karena suhu playboynya udah balik, ia juga teriak memanggil Dina agar segera keluar. Pasalnya, kembarannya itu tadi sakit perut karena kelamaan nunggu di teras, dengan empat orang yang akan menjemputnya ini tak datang-datang. "Udah balik, Rel, Ril?" Aisha menyapa. Wanita itu baru keluar dengan ember dan juga alat pel. Wira memang sudah berada di dekat teras karena sibuk mencuci mobilnya tapi tak bersuara. Ia bahkan hanya tersenyum saat ponakannya datang dan menyalami tangannya. "Kemarin sampenya, tan." Oooh. Aisha mengangguk-angguk. "Eh tante ada makanan tuh tapi dua anak tante ini gak mau bawa katanya males bawa bekal. Jadi dari pada sia-sia mending buat kalian aja lah. Kalian yang bawa," tuturnya dengan nada jutek. Ferril terkekeh mendengarnya. Farras sih girang. Mumpung gratis sementara Ardan malah masam. Emaknya ini judes sih. Lagian kan yang nolak bawa bekal itu si Dina, tapi kenapa ia kena semprot juga? "Disimpan dimana, tan?" Farras sudah berteriak dari dalam. Ia sudah ngacir ke dapur. "Di dalam kulkas, Ras. Sudah tante bungkus di dalam plastik putih. Nanti kalau dua anak ini minta, gak usah dikasih ya, Ras!" Wira terkekeh mendengarnya. Istrinya ini betul-betul kekanakan. "Wooi, kak! Buruan! Keburu macet nih!" Ferril sudah gedor-gedor kamar mandi di dekat dapur. Dimana ada Dina yang masih sakit perut di dalamnya. "Sabaaaarrr woooi! Salah sendiri, jemput kelamaan! Janjian jam setengah tujuh, baru nongol jam delapan!" Ia balas menyolot. Farras terkikik. Udah gak heran lagi sama tingkahnya Dina kalau digedor-gedor begitu malah tambah nyolot. Tambah panjang urusannya. Jadinya malah gak berangkat-berangkat. "Ck!" Ferril hanya bisa berdecak. Gak bisa menang karena emang salah. Akhirnya ia memutuskan untuk mengambil minum kemudian berteriak lagi sebelum berjalan menuju teras. "Buruan lo, kak!" "Lagiaaan, gue udah nunggu dari jam enam. Udah pagi banget gue bangun. Jalan aja beloom. Keburu sakit perut kan gue? Belum lagi bedak gue udah hilang begini!" Ia menggerutu di dalam kamar mandi. Gerutuan yang membuat Farras terpingkal-pingkal. "Ann nyusul aja kesini kalau begitu. Kayaknya masih lama, soalnya kak Dina masih di kamar mandi. Dari pada abang muter jemput kesitu. Sekalian jemput Agha, Adel sama Adeeva ya." Suara Ando terdengar sampai di dapur. Lelaki itu sedang menelepon adiknya. Biar mereka gak muter-muter jemput lagi, jadi lebih baik menyuruh Anne yang datang kesini. Baru kemudian mereka jalan lagi untuk menjemput Rain. Fasha tak bisa ikut karena sedang ada pekerjaan. Sementara Tiara? Ohoooo....lagi sibuk-sibuknya ngumpulin uang untuk modal nikah abis lebaran nanti. "Ann jadi kesini, bi?" "Jadi." Jawabnya lantas mengantongi ponsel. Ia sudah sibuk menyimak omnya bercerita masalah perusahaan yang juga didengar Farrel dan Ferril. Sepuluh menit kemudian, Anne dan rombongan krucil-krucil datang. Sementara Dina baru saja keluar dari kamar mandi. Gadis itu segera mengeluarkan tas make up-nya kemudian menambahkan bedaknya. Hal yang membuat Ferril hendak berteriak langsung mengelus d**a. Baru juga mau mengomel malah ia kena semprot duluan oleh Dina. Perempuan oh perempuan. Gak ngerti lagi lah Ferril. "Sabaaar! Gue dandan dulu! Siapa suruh jemputnya lama banget! Bedak gue udah keburu abis!" Farras terpingkal-pingkal lagi. Kemudian ia mengikuti langkah Ando memasuki mobil usai memeluk Adel dan Adeeva. Dua gadis cilik itu berebutan duduk di pangkuannya. "Heran dah. Bedakan bisa di mobil kali, kak!" "Ck! Cerminnya kecil kalo disitu!" Dia balas menyolot lagi. Emang gak akan selesai-selesai urusannya. Akhirnya Ferril memilih mengalah. Lelaki itu memiluh langsung masuk mobil saja. "Kak Aya beneran gak ikut, Ann?" Farras masih memastikan pada Anne yang duduk di sebelahnya. Mendengar pertanyaan itu, Anne menghela nafas. Teringat ucapan songong kakaknya yang girang karena mau menikah. "Dia sok-sokan mau perawatan kulit. Gak mau pergi jauh-jauh katanya," ucap Anne yang lagi-lagi membuat Farras terkekeh. Tapi ia senang sih karena Tiara bakalan menikah. Duuuh....rasanya seperti lama sekali bagi kakak sepupunya itu. Tapi yang namanya jodoh pasti selalu datang diwaktu yang tepat kan ya? Seberapa lama pun menurut-Nya, jika itu lah yang terbaik maka hamba-Nya bisa apa? "Buruan masuk!" titah Ferril pada Dina yang sedang mengambil parfumnya yang jatuh ke tanah saat berjalan menuju mobil. Farrel dan Ando sudah siap di depan. Hanya tinggal Dina yang masuk. Sementara Ardan, baru juga duduk di dalam mobil udah mual-mual. Hal yang mengundang gerutuan Ferril. "Berasa duduk di samping ibu-ibu hamil gue," gerutanya yang mengundang tawa satu mobil. Bahkan Adel dan Adeeva yang tak mengerti pun ikut tertawa. Mobil siap berangkat dengan formasi duduk, Ando dan Farrel di depan. Kemudian Farras yang memangku Adeeva, Adel dan Anne duduk di sebelahnya. Agha, Ferril, Ardan dan Dina duduk di paling belakang. Udah sempit ditambah Ardan yang mual-mual begitu benar-benar bikin Ferril naik darah. Dina malah sibuk dengan dandanannya yang terburu-buru gara-gara Ferril tadi. Masih mengecek kalau-kalau bedaknya ketebalan. "Eeeh! Bentar-bentar! Ada yang ketinggalan!" Dina menjerit. Farrel langsung mengerem mendadak. Mobil itu berhenti tepat di tengah-tengah gerbang yang dibuka. Wira dan Aisha berdiri di belakang sana keheranan. Saat melihat Dina keluar tergesa-gesa tahu lah mereka. "Apalagi sih, kaaaak?!" Ferril makin panas. Anne hanya geleng-geleng kepala sambil mengelus d**a. Ia tadi didorong Dina ke samping lalu gadis itu memanjat kursi tengah dan membuka pintu dengan cepat. Ando dan Farrel? Seperti biasa, gak pernah protes. Udah hapal kelakuan para sepupunya soalnya. Beda sama Ferril yang meskipun udah tahu tapi tetap gak bisa mengendalikan emosi. Para sepupunya ini emang paling jago bikin orang darah tinggi. Sementara si Dina sudah tiba di kamar dengan gaya grasa-grusu sepanjang jalan. Hanya untuk mengambil kuncir rambutnya yang ketinggalan. Masya Allah! "Apa sih yang ketinggalan?" Ferril melotot saat melihat Dina cengar-cengir, berjalan santai ke arah mobil usai lari kocar kacir. Gadis itu mengikat rambutnya kemudian ikut masuk ke dalam mobil. "Kunciiiir rambuuut! Puas loo?!" nyolotnya yang membuat Ferril berdecak sampai kehilangan kata-kata. Agha malah mengerjab-erjab. Pasalnya, umminya juga suka kelupaaan barang. Dan barang yang ketinggalan itu bukan yang diperlukan untuk perjalanan. Untungnya, abinya sabar banget gak pernah ngomel. "Astaga cewek-cewek!" Keluhan itu baru muncul saat di pertengahan jalan. Dina hanya terkekeh. Ia mengibas-ibas rambutnya tanpa perduli Ferril yang masih keheranan dan dongkol akan kelakuannya. "Pakek karet bungkusan nasi juga bisa kali, kak!" Ferril protes. "Enak aja kalo ngomong! Emangnya rambut gue, bungkusan nasi?" Hihihi. Farras udah gak ngerti lagi betapa perutnya mulai sakit sekarang gegara ketawa mulu sepagi ini. Suaminya sama abangnya di depan sana sih cool. Yang satu pakek kacamata hitam sambil nyetir. Yang satu sibuk baca Quran. Yang tengah adem aja karena bocah-bocah pada ngantuk. Yang belakang rusuhnya minta ampun. Ferril masih nyolot, Dina udah bodo amat, Ardan mual-mual sementara Agha hanya terkikik, gak tahan liat dua orang itu saling menyolot gak mau disalah kan. ~~~♡♡♡¤¤¤♡♡♡~~~ Dua puluh menit kemudian mereka sampai di rumah Rain. Cukup sepi. Karena Tata ada di rumah Opa bersama emaknya. Om Fadli di kantor. Fasha kerja di kantornya sendiri. Hanya Rain yang ada di rumah. "Buruaaaan!" Ferril berteriak dari pintu rumah. Ia malas membuka sepatunya. Sementara yang lain menunggu di dalam mobil. "Udah mau jam sembilan ini! Mau jalan jam berapa kita?" Ferril berteriak lagi. Rain terkekeh-kekeh. Gadis itu baru selesai mandi jam delapan tadi. Bahkan hingga kini belum selesai menata rambutnya yang sengaja dikritingin. Soalnya, nanti di Puncak, dia mau photoshoot gitu yang bagus. "Sabar bro sabar! Orang yang sabar disayang Tuhan!" teriaknya dari atas lalu terbahak saat mendengar teriakan Ferril. Cowok itu kan emang tipe emosian, ditambah dengan orang-orang yang begini yaaaaaaa.... "Ah elo, Ril! Lo nunggu bahkan gak nyampe sepuluh menit dibanding biasanya!" tuturnya santai sambil menenteng sepatu menuruni tangga. Ferril sudah balik badan saat melihatnya keluar dari kamar. Kini cowok itu berdiri di sambil mobil sambil melipat kedua tangan di depan d**a, menguatkan diri untuk gak teriak lagi karena tenggorokannya udah seret. Sementara Rain malah cengar-cengir, duduk di teras, memakai kaos kakinya kemudian sepatu boot-nya dan mengabaikan Dina yang mulai ikutan teriak. "Ke Puncak doang, dandanan lo kayak mau ketemu Ratu Inggris!" Gerutuan yang akhirnya lolos juga saat membuka pintu mobil. Kemudian ia masuk dan disusul Rain yang bodo amat sama gerutuan Ferril. Udah biasa. Lagi pula, mulutnya Ferril emang pedaaas kalau udah emosian begini. "Lo pasti nih kak, yang bikin Ferril mirip emak-emak gak dapet nafkah!" Tuturnya saat telah duduk di samping Anne. Dina yang disalahin begitu lantas saja nyolot balik. "Yeee gue udah siap dari jam enam yak! Mereka aja yang jemputnya telat!" "Halah-halah," balas Rain tidak percaya. Alhasil rambutnya ditarik Dina dari belakang. Kontan saja ia teriak. Gimana enggak? Ia sudah terburu-buru mengkritingkan rambutnya dalam setengah jam! Biasanya bisa dua jam untuk kritingin rambut begini! "Aaaaaa gue gak mau duduk disini aah! Ras tuker!" teriaknya saat berhasil melepaskan rambutnya dari cengkraman Dina yang kini mengibaskan rambut kemenangan kemudian membuka ponsel. "Udah. Lo duduk disitu aja! Gue mau deket suami gue kali!" Solotannya Farras keluar. Hal yang mengundang sorakan Rain dan juga Dina. "Lo pada ribut, gue turunin nih!" ancam Ferril. Ia pengen tidur tapi cewek-cewek ini pada berisik. Dina, Rain dan Farras kompak terkikik. Anne hanya geleng-geleng kepala. Ia memang cool kayak abangnya walau sebenarnya judes juga. ~~~♡♡♡¤¤¤♡♡♡~~~ "Kalian pada laper gak sih?" tanya Rain. Soalnya ia gak sempat sarapan tadi. Emaknya sih masakin sarapan. Tapi tadi pagi ia sibuk ngedit foto terus jam delapan baru inget kalau mereka mau ke Bogor. Padahal emaknya udah beberapa kali manggilin untuk sarapan. "Lo laper?" tanya Farras. Pertanyaan yang langsung diceletuki Rain. "Kalo gak laper, gue gak bakal nanya kali!" Farras terkekeh lantas mengetuk bahu suaminya. Minta sisa nasi goreng mereka tadi. "Nih, tinggal dikit sih tapi lumayan lah buat ganjelin perut." Tuturnya sambil menyodorkan nasi goreng. Rain mengerucutkan bibirnya. Ia memang pemilih dalam hal makanan. Paling ogah makan makanan yang udah dingin. "Udah. Makan aja. Sekarang kita kejebak macet nih gegara elo kelamaan!" Ferril masih belum puas solot-menyolot. Rain membuang mukanya walau tak urung mencoba memakan nasi goreng itu karena ia emang sudah laper banget. Farras hanya tersenyum tipis. Paham akan tipikalnya Rain. "Gak mau ah, Ras!" Akhirnya nasi goreng itu dikembalikan lagi. "Astagaaaa, makan aja lo ribet banget sih!" Ferril komen. Udah kayak emak-emak aja. Farras terkikik mendengarnya. Ia mengembalikan lagi nasi goreng itu pada suaminya. "Yang ribet itu mulut elo kali!" Rain sebel. Ia heran, nih cowok ngomentarin dia mulu sih. Ribet lah, ini lah, itu lah. Emang salah? Kan cewek! ~~~♡♡♡¤¤¤♡♡♡~~~ Farrel garuk-garuk kepala setelah hampir dua jam mobil mereka berjalan seperti keong. Maceeet! Sekarang aja udah jam satu. Mana belum zuhuran pula, belum ketemu masjid terdekat. Ando melirik jam tangannya lantas menoleh ke belakang. Istrinya tidur. Anne dan duo krucil juga tidur. Rain sibuk banget ngaca, gak berhenti-henti memandang wajahnya yang gak bakal berubah. Dina udah mangap dengan mata terpejam bersama tiga cowok di sebelahnya. Akhirnya Ando menoleh lagi pada Farrel. "Yakin mau tetap kesana, bang?" Farrel mengendikan bahu. Ia juga gak yakin sih. Normalnya sih udah sampai disana jam segini. Tapi mungkin karena banyak juga yang mau kesana jadi macet begini. Ini aja, Farrel gak bisa balik karena di kanan juga macet. Terjebak sudah mereka. "Mana mendung juga," tutur Rain. Gadis itu baru mengalihkan pandangannya ke jalan. Ia sedih sebenarnya karena udah capek-capek dandan terus cuacanya gak mendukung gini untuk berfoto ria. Belum macetnya gak kelar-kelar. Udah keburu kering di mobil. "Jadi gimana, bang?" "Cek masjid terdekat dulu lah," tuturnya yang langsung diiyakan oleh Ando. "Bii... udah sampe?" Farras yang baru bangun langsung bertanya. Sementara Ando sibuk mengarahkan Farrel menuju masjid. "Bii...." "Iya..sebentar." Tuturnya lalu fokus lagi pada Farrel. Saat mobil bisa bergerak, Farrel segera membelokan mobil ke kiri menuju masjid. Sementara Farras sudah mendapat jawabannya sendiri saat melihat ke luar jendela. Boro-boro sampai. Wong di depan sana saja macet total. Akhirnya, mereka memilih solat zuhur terlebih dahulu dengan mampir ke masjid. ~~~♡♡♡¤¤¤♡♡♡~~~ Usai solat zuhur, Farrel dan Ando segera bergegas ke mobil. Diikuti Ferril dan Agha. Ardan? Masih terduduk lemas di tangga masjid. Ia malas banget masuk mobil tapi kalau gak ikut naik, ia bisa ditinggal. Akhirnya ia pasrah saat Ferril balik badan dan langsung menarik tangannya. Farras sudah muncul bersama Anne dan duo krucil. Dina? Rain? Gak usah ditanya lah dua perempuan rempong itu. Karena yang satu sibuk memperbaiki bedak, yang satu sibuk memperbaiki rambut. Jadi lah Ferril teriak-teriak manggilin dari mobil. "Astaga....kayak di mobil gak bisa bedakan aja!" gerutunya saat melihat dua gadis itu muncul sambil nyengir. Ferril segera masuk ke dalam mobil. Diikuti Dina dan Rain. "Jadi, gimana? Kita tetap mau lanjut?" Ando bertanya pada para sepupunya yang langsung menoleh. "Jalanan macet total. Kalau kita berangkat sekarang juga, paling kita sampai jam tigaan. Terus harus langsung pulang lagi kan." "Yaaah, jangan dong, Ndo. Gue udah capek-capek kritingin rambut begini!" "Bedak gue udah tebel begini," Dina turut menyahut. "Beneran gak bisa maju lagi, bang?" Ferril masih berharap. Farrel menggeleng lemah. "Kalau kita pulang sekarang, seenggaknya kita bisa kumpul di Margo atau dimana gitu." Ferril menghela nafas. Agha sih ikut-ikut aja. Ardan? Malah tambah mual karena mobilnya belum jalan juga. "Kalo menurut Ann sih mending kita balik aja. Nanti gak bisa tarawehan kalau kita gak balik sekarang." Ando mengangguk-angguk. Farrel menimbang-nimbang. Ia melihat google map di ponselnya. "Lo, Ras? Kasih suara dong! Dukung kita, jalan aja ke Puncak gitu!" Rain mengompor karena Farras nampak diam saja. "Gue sih terserah abang sama imam hidup gue aja," jawabnya yang membuat Rain dan Dina ingin sekali menggetuk kepalanya. Ando garuk-garuk leher. Langsung merinding. Modus istrinya ini emang suka bikin gempa bumi di hati. Eeaaaak! ~~~♡♡♡¤¤¤♡♡♡~~~ "Elo sih, Ras! Pakek acara ke pasar sama beres-beres rumah! Telat kan! Macet kan! Batal kan!" Ferril mengomel saat mobil yang dikendarai Farrel memasuki kawasan Margo City. Ujung-ujungnya mereka balik lagi ke Depok. Bahkan baru tiba jam empat sore disini. "Emangnya lo mau gantiin gue ke pasar sama bunda? Terus beres-beres rumah?" Farras senewen. Pasalnya, Ferril dari sejak mereka memutuskan untuk balik ke Depok, ngomeeeel mulu. Mulai dari ngomentarin kelakuan Dina yang pakek acara sakit perut terus bedakan ditambah ketinggalan kuncir. Lalu Rain yang kelamaan ngerintingin rambut. Terakhir Farras yang ke pasar sama beres-beres rumah. Maklum lah, namanya juga perempuan. Kalau mau pergi kemana-mana emang rempong banget. Banyak yang dipikirin, banyak yang mau dilakuin. Apalagi emak-emak, kalau mau kondangan aja, yang dipikirin dulu bersihin rumah sama masak terus urusin anak. Belum lagi mandi sama dandanannya. Bukannya rempong sih, tapi memang pikiran perempuan tak sesimpel pikiran laki-laki. Ando mengelus kepalanya ketika Farras keluar dari mobil. Istrinya itu emosi. "Abisnya dia yang mulai dulu sih," kesalnya yang membuat ando hanya menahan senyum. Farrel? Geleng-geleng kepala aja. Omelan Ferril sih gak usah ditanggapi. Judesnya melebihi emak-emak. "Jadi, kita nonton aja nih?" tanya Rain. Ia sih sebenarnya rugi banget dengan dandanan begini cuma ke Margo. Tapi yaaaa......itung-itung cuci mata. Eeeeh.... "Makan aja lah yuk! Gue laper! Gilaaa dari pagi belum makan!" keluh Dina. Gadis itu tadinya mau merangkul Farras tapi gak jadi saat lihat Farras sudah gandengan sama Ando. Hadeeh! Pengantin baru setengah tahun mah gitu! "Buruan lo, bang! Gue tinggal juga nih!" Ferril masih kesal. Ardan yang masih lemas terpaksa mengikuti langkahnya. Mereka berpisah usai solat ashar di mushola. Ardan dan Ferril memutuskan berbelanja. Dina dan Rain langsung menuju foodcourt. Ando, Farras, Farrel, Anne dan duo krucil malah ke toko buku. ~~~♡♡♡¤¤¤♡♡♡~~~ "Yang?" Ada om-om mencarinya eeeh maksudnya suaminya hihihi. Soalnya tampilannya beda sih. Pakek janggutan segala padahal biasanya enggak pernah. Alibinya sih gak sempat nyukur selama dua bulan ini. Jadi brewokan gitu. Cakep sih kalo kata istrinya tapi Farras malah geli sama papanya sendiri. Aneh karena biasanya gak pernah janggutan gitu. "Udah sadar?" Pertanyaan itu terdengar sinis. Pasalnya, abis dhuha tadi, suaminya ini berangkat lagi ke rumah sakit. Padahal udah janji mau di rumah seharian. Terus baru nongol sore begini. Halah-halah. Janjimu palsu, bang! "Udah sampai?..... gitu yang, pertanyaannya. Masa udah sadar sih?" Ia protes. Kalau lagi protes begini emang mirip banget sama Ferril. Sementara Icha berjalan ke arahnya lantas menciumi tangannya. Rada-rada bete sih sebenarnya tapi yaaa...mau gimana lagi? Ia juga gak bisa apa-apa. "Anak-anak belum pulang juga?" Icha hanya berdeham. Rumah yang cukup sepi bukan kah cukup menjadi jawaban? Terkadang suaminya ini bertanya yang jawabannya bisa ia terka sendiri. "Aku mandi dulu deh." Pamitnya lantas berjalan duluan ke kamar. Sebenarnya, ia punya sesuatu yang ingin ia bicarakan dengan istrinya ini. Tapi ia perlu waktu yang tepat dan cara yang tepat. Karena menghadapi istrinya ini tak bisa dengan argumen kosong melainkan dengan ilmu. Lima menit kemudian, saat Icha sedang sibuk di dapur, terdengar suara mobil. Mobil anaknya. Mereka pasti sudah pulang. "Gimana tadi, dek?" tanyanya saat muncul Ferril di ambang pintu. Muka anaknya itu kusut banget. "Gak jadi ke Puncak, bun. Keburu macet jadi balik lagi." Adunya yang mengundang 'oh' bundanya. "Itu cewek-cewek pada rempong banget, bun! Bedakan lah! Keritingin rambut lah! Ini lah! Itu lah! Gak ngerti lagi Ferril!" Icha terkekeh mendengarnya. Ia biar kan saat Ferril datang memeluknya dengan manja sambil curhat kelakuan para sepupunya. Aih, biar kata udah dua puluh tahun juga, Ferril tetap seperti anaknya yang berumur empat tahun. "Aih, mau aja bunda dipeluk-peluk gitu! Dia kan bau, bun! Belum mandi!" tutur Farras saat akan menyalami bundanya tapi Ferril malah memeletkan lidah. Kadang Ando suka takjub sih sama kelakuan suhu playboy nan sableng yang satu ini. Nempeeeeel terus ke emaknya! "Papa udah pulang, bun?" "Lagi mandi." "Bun, kalo papa pergi-pergi lagi, cari suami baru aja, bun!" kompor Ferril kemudian. Ia mendapat cubitan di pinggangnya. Lalu meringis sambil terkekeh. "Emang papa mau pergi lagi, bun?" "Wohooo, lo gak nyimak obrolan sama om Wira tadi sih! Papa kan mau buka cabang rumah sakit lagi!" Ferril memotong. Farrel sih diem aja. Walau kepikiran juga. Akhir-akhir ini sejujurnya ia mulai khawatir hubungan papa dan bundanya yang suka LDR-an ini. Apalagi dengan bundanya yang cuek-cuek gengsi begini. Belum lagi sibuknya. Kadang papanya suka nelpon dia atau Ferril kan untuk nanyain bunda kalau Farras atau Ando susah dihubungi. Sementara bundanya malah diam. Ia gak tahu sih kalau suaminya bakal pergi lagi. Belum lagi, mereka memang sering bertengkar akhir-akhir ini dengan jarak yang jauh dan komunikasi yang tidak lancar. ~~~♡♡♡¤¤¤♡♡♡~~~

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Surgeon Story

read
265.4K
bc

Network Love

read
93.6K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.8K
bc

Gadis Kartu Kredit

read
199.1K
bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
91.7K
bc

Baby Azy

read
83.3K
bc

Destiny

read
246.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook