Makan malam berdua

1040 Words
Di dalam bathup, tubuh putih, bersih, mulus bak seorang model internasional. Lekuk tubuhnya berendam di dalam bathup di penuhi dengan air penuh busa sabun. Hingga menutupi bagian tubuh seksinya. Wanita itu adalah Vina, wanita pemilik mata coklat, dengan rambut sedikit pirang, dia menutup matanya menyandarkan kepalanya di atas bethup. "Benar-benar damai," gumam Vina, tersenyum tipis. Menutup wajahnya dengan handuk kecil basah. Vina yang hanya memejamkan matanya? seketika dia tertidur pulas dengan posisi duduk. Dia mulai terbuai dalam mimpi indah. ======== "Sayang lihat ini?" "Apa ini?" "Kertas!" jawab Vina. "Kertas? Memangnya buat apa?" "Kertas ini terlalu mudah di tulis banyak nama laki-laki. Tapi aku hanya ingin menuliskan nama aku di hati kamu. Dan menjadikanmu hak paten milikku." tegas laki-laki dengan bayangan wajah nampak sangat putih, tak terlihat begitu jelas. Ke dua bola mata coklat itu mengamati setiap sudut. Tetap saja, tidak bisa melihat jelas wajahnya. "Apa kamu mau denganku?" laki-laki itu memegang ke dua tangannya. Vina tersenyum, menganggukan kepalanya. Perlahan wajah mereka semakin dekat hanya berjarak beberapa sentuh. Brakk.... Brakk.. Brakk... suara gebrakan keras pintu kamar mandi. Membuat mimpi indah Vina hilang. Wanita berambut sedikit pirang di ujung rambutnya itu, membuka matanya lebar. "Hello.. Apa kamu di dalam?" teriak seorang laki-laki. Entah siapa laki-laki gila yang mengganggunya. Lagian dia tinggal di kamar sendiri. shitt... Siapa itu? Menganggu saja. Padahal kurang sebentar lagi dia mencium ku. Vina meraih jubah mandi yang menggelantung tepat di atasnya. Dan beranjak dari dalam bathup. "Woy... Kamu bisa jawab gak?" "Ada apa?" Vina membuka pintunya, mengangkat kepalanya, ke dua matanya membulat seketika di saat melihat wajah Albert tersenyum. "Hallo, Baby." ucapnya ramah, dengan tangan kiri menempel di pinggiran pintu, menyangga tubuhnya. Mengibaskan tangannya ke depan tanpa rasa bersalah terlintas di benaknya. "Kenapa kamu di sini? Pergi sana. Dasar m***m, kamu pasti mau mengintipku, kan?" Vina mendorong tubuh Albert, memukulnya dengan ke dua tangannya. "Dasar otak m***m!" umpat Vina, membalikkan badannya kembali masuk ke dalam kamar mandi. Vina mencoba menutup pintunya. Belum sampai pintu itu tertutup tangan Albert mendorong pintunya. Tenaga Albert yang kasar membuat tubuh kecil wanita itu ikut terdorong ke belakang. Vina mengibaskan tangannya yang terasa sakit, menajamkan pandangan matanya melihat Albert. Wajah tampan itu begitu membuatnya sangat gila. Apalagi sifatnya begitu membuat dirinya muak. Vina berdengus kesal, berkecak pinggang, mengangkat kepalanya sedikit ke depan dengan wajah menantang. "Apa yang kamu inginkan, tuan Albert yang terhormat," Vina merendahkan ucapanya, senyum tipis mengejeknya, membuat Albert semakin tergila menggodanya. "Nona, manis jangan marah. Kalau kamu marah, siapa nanti yang temani aku makan." Albert mencolek dagu Vina, di tepis langsung olehnya. "Makan saja sendiri. Lagian siapa juga yang mau makan dengan kamu," "Yakin?" "Iya," Albert meraih helaian rambut basah Vina. Mencium bau shampoo yang amsih melekat harum menyeruak masuk dalam penciumannya. Tatapnnya penuh dengan gairah. "Apa kamu tidak ingin menemaniku sebentar," tanpa sadar tangan Albert menyentuh jubah mandinya, mencengkeramnya. Tatapan laki-laki itu mampu membuat Vina semakin menggeram kesal Vina menggetakkan giginya. Menggerakkan matanya, ke kiri tajam. Kemudia, meringis saat kakinya sudah berhasil menginjak kaki kanan Albert. "Jangan menatapku seperti itu, aku tidak suka." wanita bertubuh kecil itu membalikkan badannya. "Ganti baju," pinta Albert datar. "Memang aku mau ganti baju, tapi bentar. Kalau kamu sudah pergi." "Memangnya kenapa kalau aku di sini?" Albert menarik salah satu alisnya ke atas, dengan ke dua tangan bersendekap. Senyum tipis mengejek itu, sungguh sangat manis. Vina menghela napasnya frustasi. Apa yang harus aku lakukan, laki-laki ini benar-benar membuat aku merasa sangat muak. Vina memutar matanya malas, berjalan mengambil baju di lemarinya. Wajah tampan itu tidak hentinya mengamati setiap gerak gerik Vina. Tangannya yang mulai mengambil baju, mencari-cari baju yang akan dia pakai. Bahkan bibirnya terus mencibir pelan, dengan gerakan tangan kesalnya. Albert melangkahkan kakinya satu langkah, duduk di atas ranjang, seakan pandangan matanya tak mau lepas melihat tubuh mungil di depannya itu. "Tidak seksi, tapi menarik juga!" gumam Albert lirih, pandangan matanya kini tertuju dari tumit kakinya hingga merangkak naik ke atas. Tubuh putih itu membius matanya, seketika Albert menelan salivanya kasar. Lalu memalingkan wajahnya. Kalau aku melihatnya lagi. Entah apa aku bisa menahannya. Wanita ini benar-benar menggodaku. "Cepat ganti baju sana." pintanya tanpa menatap tubuh mungil menggoda di depannya itu. "Kamu itu pergi sana!" "Gak!" Vina menoleh cepat, membuat helaian rambutnya mengibas ke samping. Wajah cantik itu terlihat sangat jelas. Seakan melihat seorang dewi di depannya. "Pergi atau aku akan menarikku kasar keluar dari kamarku," geram Vina. Aku di sini lagi berbaik hati padamu. Menawarkan makan bersama." Albert beranjak dari ranjang, "Tapi kalau kamu tidak suka. Aku tidak permasalahkan!" Vina memutar matanya, menimang-nimang ucapan Albert. Dari pada makan sendirian. Tapi kalau dengannya. Sama saja aku makan dengan orang yang membuat perutku tambah mulas. "Helloo.... Jangan diam saja," Albert mengibaskan tangannya tepat di wajah Vina. "Pergi saja duluan!" pinta Vina memalingkan wajahnya. "Oke.. Aku pergi dulu. Lagian percuma buang-buang uang dengan wanita sok jual mahal sepertimu," Albert melangkahkan kakinya pergi. Menutup lagi pintu kamar hotel Vina yang dari tadi memang sudah terbuka kecil. Entah, mungkin ia lupa menguncinya "Eh.. Bentar.. kamu kenapa bisa masuk ke kamarku? Dan kenapa kamu bisa tahu ini kamarkum?" cerca Vina mengeraskan suaranya. "Aku Albert, tahu segala hal." jawab Albert. Sebelum tubuhnya sudah menghilang dari pandangan mata Vina. Wanita mungil itu berdesis kesal, menghentakkan kakinya berulang kali. Membayangkan dirinya mulai mencabik-cabik wajahnya. ======== Di sebuah restauran mewah. Tepat di pinggir pantai. Dengan pemandangan laut malam. Desiran angin pantai di sambut dengan suara ombak pantai yang menerjang. Seorang laki-laki tampan duduk sendiri, di temani dua botol minuman di depannya. "Di mana wanita itu? Apa dia tidak mau datang?" decak kesal Albert. Tangannya tidak henti terus menuangkan wiski di gelas kosong, meneguknya berulang kali. Hingga dia sudah menghabiskan 1 botol wiski. Sesekali ke dua katanya melirik jam tangan hitam yang melingkar di tangannya. Jarum jam sudah menunjukan pukul 20.00. Wanita yang di tunggunya belum juga datang. Braakkkk... "Apa kamu menungguku," suara seorang wanita itu, mengejutkannya. Dia mengangkat kepalanya. Ke dua matanya sedikit menyipit melihat wajah Vina di depannya. "Kamu datang juga," "Iya," Vina beranjak duduk, meletakkan tas di atas meja. "Jangan pikir aku di sini untuk menemani kamu. Aku di sini hanya ingin bilang...." "Bilang kalau kamu mulai suka denganku lagi.." potong cepat Albert, menarik turunkan ke dua aslinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD