Dua hari berlalu. Albert terus bersama dengan Vina. Meski dia terkadang saling jaim dan tidak hentinya terus bertengkar. Kali ini Albert sengaja mengajak Vina untuk pergi ke pantai. Namun Vina mulai jalan lebih dulu ke pantai. Hanya ingin menghindari terlalu dekat dengan Albert. Apalagi sampai kontak mata dengannya.
Sudah dua kali kejadian tak di inginkan terulang. Fix.. Itu kesalahan mereka berdua sama-sama mau. Tetapi hati Vina merasa tidak tenang, hatinya terus di hantui rasa bersalah dan tidak tenang.
***
Di sebuah pantai dengan pamandangan alam yang sangat indah, terik matahari yang menyengat. Seperti dalam sebuah lukisan yang tertera dalam sebuah canfas. Banyak lalu lantang pengunjung pantai, yang menikmati pemandangan pantai, ada yang berjemur, ada yang bermain dengan pasir, bahkan ada yang lebih memilih berduaan sendiri.
Namun, tidak dengan Albert dan Vina, yang baru saja keluar dari hotelnya. Ia berjalan menuju pantai menikmati pemandangan sunset. Dengan perasaan saling jaim, tanpa suara sedikitpun dari mulut mereka. Rasa malu untuk saling sapa, saling bercanda. Saat kejadian tadi, membuat mereka menjadi bungkam, kejadian yang membuat mereka saling berpikir ingin melirik. Tapi harus mengurungkan niatnya untuk melakukan hal itu.
---
Falsh back on.
Keesokan harinya. Vina merasa sudah baikan. Dia seakan melupakan apa hang terjadi. Dan tidak menganggapnya terlalu serius. Dia tidak mau itu menjadi beban hidupnya. Karena baginya masa depannya masih tinggi. Tidak boleh sampai lepas sampai di situ saja. Dia juga harus bangkit lagi menjalani dunia yang sangat pahit ini. Penuh sakit hati, luka. canda, tawa, dan kesedihan
***
Albert yang baru saja bertemu dengan Vina, ia segera mandi dan seperti yang di katakan Manda. Ia akan menikmati liburan kali ini. Albert berjalan ringan menuju kamar mandi, merendam tubuhnya yang terasa sudah penuh dengan puluh keringat.
Clekkkk...
“Kemana itu, orang? Aku harus segera cari dia,” ucap vina, mengintip dengan badan setengah masuk, ia mencoba mencari Albert untuk minta
tolong untuk membukakan salah satu kopernya yang lupa kata sandi. Dan sekalian mengambil kunci hotel yang tertukar tadi saat berbincang berdua di dalam kamar Albert tadi.
“Sepertinya gak ada orang? Atau memang dia sudah pergi lebih dulu. Dasa ngeselin, kenapa tega ninggalin aku dulu. Dan lebih memilih jalan-jalan sendiri.” Vina, memasukkan satu kakinya lebih dulu, perlahan ia membuka pintu lebar, lalu menutupnya dengan perlahan, tanpa decitan suara yang terdengar.
“Albert!! Kamu di mana?” tanya Vina, yang lansung berjalan masuk begitu saja tanpa menunggu pria itu keluar lebih dulu, untuk menemuinya. Langkah Vina terdiam, saat seisi ruangan itu nampak sangat kosong, tidak dan siapapun di sana.
“Kemana dia? Apa dia di kamar mandi? Atau dia sudah keluar. Pikir Vina lagi, yang terus bergumam dengan kata-kata yang sama.
Ia berjalan dengan langkah dangat hati-hati, mencoba membuka pintu kamar mandi. Berjalan mengendap-endap masuk ke dalam.
“Upppss,, maaf aku gak sengaja” ucap Vina, menutup matanya. Seketika membuat Albert yang semula berendam, kepala bersandar di pinggiran bathup, dengan ke dua mata terpejam. Ia membuka matanya lebar.
Aaaaaaa,,,,
Albert dan Vina berteriak bersamaan
Seakan sedang di adakan lomba teriak saling keras.
“Kenapa kamun masuk?” tanya Albert terkejut, sontak ia meraih handuk yang menggantung di sampingnya.
Vina yang gak tahu jika Albert sedang mandi, ia menutu wajahnya, lalu membalikkan badannya.
“Maaf!! Aku gak tahu kalau tadi ada orang” ucap Vina lirih.
“Gimana kamu bisa gak tahu, dan kenapa juga kamu masuk ke kamar aku? Apa kamu mau intip aku mandi ya? Dan atau jangan-jangan kamu memang sengaja mau menggodaku kan?” ucap Albert kesal, ia beranjak berdiri, membalut tubuhnya cepat dengan handuk putih.
“Enggak, aku gak sengaja maaf” ucap Vina, yang masih menutup matanya. Ia berjalan ringan. Dengan sigap Albert, memegang tangan Vina, mencegahnya pergi.
“Kamu mau kemana?” tanya Albert.
“Aku mau pergi” ucap Vina lirih. Pria itu mendekarkan bibirnya di telinga Vina, dan berbisik padanya.
“Jangan pergi dari sini, kamu mandi berdua denganku, gimana?” Bisikan Albert, membuat Vina geram, ia menoleh seketika, menatap ke arah Albert.
“Apa kamu tahu ya, aku di sini hanya minta tolong padamu. Dan aku cari kamu di kamar gak ada, ya aku coba lihat di dalam” gumam Vina lirih.
Albert tersenyum, mencengkram semakin erat lengannya. “Ya, sudah. Kamu sudah terlanjur sampai sini, lebih baik seklian mandi” ucap Albert, mendorong Vina masuk dalam bathup, Vina yang takut terjatuh, ia mencoba
memegang tangan Albert. Membuat Albert ikut terjatuh dalam bathup yang masih penuh dengan Air. Vina mengusap wajahnya berkali-kali yang seakan membatnya tak bisa napas.
“Dasar otak kotor! Kamu sudah gila?” umpat Vina kesal.
Albert hanya diam, ia memandang wajah Vina sangat dekat, wajah yang belum pernah ia lihat.
Ternyata dia cantik juga, kenapa wajah ini tidak terlihat saat aku dekat dengannya.
“Albert gila!" umpatnya, "Kenapa kamu mentapku?” tanya Vina, menarik tubuhnya ke belakang was-was. Albert tak berhenti menatap Vina, ia menarik tubuhnya semakin dekat. Membuat Vina semakin was-was.
Entah apa yang terjadi, ia meras tertarik dengan Vina, dan berusaha mendekatinya. Albert memegang pipi vina, dengan sigap ia memegang pinggang Vina, memasukan tubuhnya dalam dekapan hangat miliknya dalam bathup.
“Albert kamu jangan gila!!” ucap Vina takut.
Pria itu menarik kepala Vina mendekat, ia mengecup bibir Vina dengan rasa yang entah apa, ia juga tidak paham dengan hatinya.
“Emmmm... eemmmm..”
Vina mencoba memukul Albert berkali-kali. Namun laki-laki itu hanya diam, dan tak mengiraukan pukulan Vina. Hingga hal yang tak boleh terjadi, semua terjadi dalam sebuah bathup penuh dengan hasrat Albert yang semakin menggila. Vina, yang semula menolak ia seakan tak bisa berkutik saat Albert melai mengecupnya lebih dalam.
Hasrat Albert semakin menggila, membuat Vina menjerit tak berdaya. Tetesan air mata kesakitan keluar dari mata indahnya.
---
Setengah jam berlalu, Albert menyudahi apa yang ia lakukan pada Vina. Ia meraih handuk yang masih kering. Untuk menutup tubuh Vina. Vina masih meneteskan air matanya, ia tidak menyangka jika semuanya terjadi begitu saja. Albert, memegang ke dua pipi Vina, mengusap lembut air mata yang membasahi pipinya. Vina hanya diam, ia menunduk. Mencengkram erat handuk putih yang menutupi tubuhnya.
“Kamu jahat Albert!!” ucap Vina sembari sesegukan.
“Sekarang kamu keluarlah” ucap Albert yang beranjak keluar dari dalam bathup, menuju shower, ia menarik tangan Vina, dan mengajaknya mengguyur tubuhnya kembali. Albert menarik napasnya dalam-dalam. Ia menyesal dengan apa yang sudah ia lakukan. Melakukan hal yang tidak ia lakukan, apalagi ia sudah punya tunangan. Dan Vina juga masih Virgin. Hingga tetesan kental berwarna merah keluar, membuat warna air dalam bathup berubah.
Selesai mengguyur tubuhnya, Vina beranjak pergi tanpa suara lagi, ia masih menunduk. Memendam kekesalan dalam hatinya. Wanita itu yang masih mengenakan handuk menutupi tubuhnya, berjalan keluar dari kamar Albert, menuju kamar sampingnya, ia berlari masuk ke dalam kamarnya.
Albert, keluar dari kamar mandi, denan rasa bersalah yang menghantui dirinya. Ia benar-benar sangat menyesal dengan apa yang ia lakukan. Albert duduk di ranjang, mendukkan kepalanya, dengan ke dua tangan memegang kepalanya. Ia merenung sejenak, berpikir apa yang harus ia lakukan. Gimana jika Vina hamil, dan gimana nanti kalau Kesha tahu, dan ia batal menikah denganya. Pikiran itu terus saja menghantui dirinya.
"Aarrrrgggg.. Albert apa yan sudah kamu lakukan.” umpat kesal, Albert, mengacak-acak rambutnya yang basah, ia meraih bantal di ranjang, melemparnya dengan keras ke lantai.
“Shiittttt,.... Sekarang apa yang harus aku lakukan, aku gak bisa apa-apa lagi” gumam Albert menggelengkan kepalanya.
“Apa yang harus aku katakan dengan Kesha nanti. Dan gak mungkin jika aku meninggalkan Kesha dan menikah dengan Vina. Tapi aku berharap semoga Vina tidak hamil, jika sampai dia hamil, aku gak mungkin menikahinya” gumam Albert lirih, mengusap wajahnya berkali-kali penuh frustasi.
Arrgggg..
Ia beranjak berdiri, menuju ke lemari pakaian yang ada di depannya. Dan segera mengambil beberapa baju yang akan ia kenakan. Pria itu ingin mengajak Vina pergi ke pantai sambil membicarakan hal yang tadi. Ia tidak mau jika Vina salah paham dengannya, ia sudah memutuskan tidak akan bersama dengan
Vina. Dan akan tetap menikah dengan Kesha. Tetapi, jika semuanya berubah nanti ia juga tidak tahu.
````
Beberapa menit kemudian, Vina yang sudah berdiri di depan pintu hotel, ia menunggu kedatangan Albert, yang katanya ingin mengajaknyan pergi.
Albert mengirimkan sebuah pesan untuknya tadi, yang seketika membuat ia harus berlari keluar dari kamarnya. Dan Vina juga merasa bosan ada di kamar, ia juga ingin mencari makanan, dan hiburan atas hatinya yang terluka.
“Kamu nunggu lama?” tanya Albert berjalan mendahului Vina.
Vina menatap detail tubuh Albert, dengan gaya ia berjalan ringan ke dua tangan di masukan ke dalam sakunya. Dan kaca mata hitam menutupi matanya.
Vina segera berlari, mengejar Albert yang semakin menjauh darinya. Gadis itu berjalan beriringan di samping Albert. Ia terpikir soal kejadian tadi, yang membuatnya sangat bingung. Dan entah sejak kapan, vina mulai tumbuh lagi binih-binih cinta dalam hatinya. Albert, melirik sekilas ke arah Vina yang hanya diam, berjalan dengan kaki menendang-nendang pasir yang ada di depannya.
“Dasar gadis aneh!!” ucap Albert, tersenyum tipis. Menatap Vina di balik kaca mata hitamnya.
Vina hanya menunduk, ia memegang jahitan celana di sampingnya, berjalan dengan langkah seakan kesal dan marah, ia tak berhenti menendang pasir pantai. Denga bibir manyun beberapa senti.
“Dasar ngeselin, laki-laki aneh” umpat Kesal Vina dalam hatinya.
“Udah di ajak jalan tapi tidak sedikitpun dia menoleh ke arahku, terus kenapa dia ajak aku pergi. Apa hanya sekedar jalan-jalan, saling diam tanpa tegur sapa. Padahal aku masih kesel banget sama dia, udah begitu mudah menodaiku, da sekarang ia diam saja. Apa gak bisa keluar dari mulutnya meski hanya beberapa kata ‘aku akan tanggung jawab’. Hanya kata itu yang ingin aku dengar, apa dia gak punya hati, dan seenaknya mempermainkan hati wanita.
apa memang dia sudah gak punya harga diiri lagi. Pikir Vina, melirik sekilas ke arah Albert, yang masih tetap diam membisu. Seperti patung berjalan di sampingnya. Vina menarik napasnya dalam-dalam, ia mencoba memberanikan dirinya untuk mengakhiri keheningan di antara mereka. “Ehem..” Vina mencoba berdahem, dengan kaki kiri menendang kaki Albert.
“Apa-apaan kamu, kenapa kamu menendangku” ucap Kesal Albert, dengan badan sedikit menunduk, mengusap kakinya yang terasa sakit.
“Kagian kamu nyebelin banget. Kamu kirim aku chat, agar aku keluar menunggu kamu di depan. Dan sekarang hanya diam, apa aku jalan dengan patung” ucap Kesal Vina, membalikkan badanya ke samping, dengan pandangan sedikit mendongak ke atas mentap Albert.
“Duduklah!!” ucap Albert, menarik tangan vina untuk duduk di atas pasir. Dengan perasaan kesal dan geramnya, Vina terpaksa duduk di samping Albert.
“Ada apa seenarnya kamu mengajakku keluar?” tanya Vina, menatap kagum pemandanga pantai yang indah di depannya.
“Diamlah dulu!! Lihat sekarang di depan kamu, pemandangan sunset bagus ya” Albert menujuk ke depan, membuat mata Vina tertarik mengikuti arahan tangan Albert. Ia tersenyum tipis, memandang pemandangan yang jarang sekali ia lihat. “Sebenarnya aku belum pernah pergi ke pantai.” ucap Vina. Albert menoleh ke arah Vina. “Kenapa kamu gak pernah ke pantai, pemandangan pantai sangat bagus, dari pada kamu menghabiskan uang belanja di mall” gumam Albert.
“Iya, aku tahu. Tapi aku gak ada waktu. Waktu aku kesita untuk kuliah dan bekerja di kantor papa aku. Hari-hari selalu di penuhi dengan berkas pekerjaan kantor yang menumpuk. Ada waktu luang juga hanya untuk sesekali bebelanja di mall. Dan nongkrong dengan teman-teman yang lainya.
“Sekarang kamu nikmati pemandangan di depan. Yang entah bisa kamu lihat lagi atau tidak” ucap Albert melirik ke arah Vina, di sampingnya. Albert menarik kepala Vina, menyandarkan di baunya dengan pandangan mata yang sama. Saling menatap ke depan. Mereka bertukar cerita satu sama lain. Gak tahu kenapa, Vina menceritakan semua yang ada dalam hatinya selama ini, mulai dari keluarga dan yang lainya. Hingga lupa apa yang namanya sakit hati dengan perlakuan Albert tadi padanya. Ia merasa nyaman berada di sandaran laki-laki yang pernah ia cintai dulu