Sebelumnya Manda teman jauh Vina menghubunginya. Dia mencoba mengajak Vina dan Albert untuk pergi bersama. Tetapi Manda dan Aron suaminya yang sudah merencanakan sejak awal. Sebenarnya dia juga ingin liburan. Di saat yang bersamaan Manda melahirkan dan harus membatalkan liburannya. Suasana di rumah Manda yang begitu panik. Membuat Aron dan Manda lupa menghubungi Albert dan Vina.
------
Di sebuah hotel dengan pemandangan pantai yang indah, dan angin sepoi pantai membuat suasana menjadi lebih fresh. Vina berjalan keluar mencoba mencari Manda, ia berdiri di depan holtenya, dengan wajah cemas khawatir jadi satu.
Berkali-kali Vina sudah mencoba menghubungi Manda. Namun tetap saja tidak ada hasilnya juga. Ponsel Manda malah tidak aktif, membuat Vina semakin bingung. Vina berdiri di depan pintu masuk hotel, ia terus memandang ke depan dengan wajah nampak sangat cemas. Hingga, ia tak sadar ada yang memerhatikannya dari tadi. Pandangan laki-laki menatapnya tak suka. Tetapi dirinya merasa tertarik dengan wanita itu. Dia mencoba mendekati wanita itu. Meski sifatnya yang cuek acuh hanya padanya. Dia suka memperlakukan wanita seperti itu. Dan berharap jika dia selalu di kejar wanita.
“Ehem... Ngapain kamu di sini?” tanya Albert.
Albert adalah seorang mahasiswa tam0an dan juga sangat playboy. Dia juga pewaris perusahaan besar dan pebisnis muda. Mampu memperoleh kekayaan yang sangat tinggi di usianya yang masih dua puluh tahun.
Albert seolah bertingkah kebetulan dia juga lewat mau mencari Kesha. Karena tunangannya ituntidak bisa di hubungi dari kemarin, dan ia berpikir jika Manda pasti mengajaknya juga. Ia juga berharap jika Kesha akan ikut seperti yang di pesan Manda. Vina menggerakkan kepalanya ke belakang, menatap tajam ke arah Albert di belakangnya. Ia menarik napasnya kesal.
“Kenapa lagi ini, mahkluk astral ini selalu mengganggu aku” ucap Vina, dengan ekpresi wajah mengejek.
“Apa makhluk astral katamu, Eh harusnya yang bilang begitu itu aku. Ada makhluk tak kasat mata berdiri di depan aku menghalangi jalanku” umpar Albert tak mau kalah. Vina menguntupkan bibirnya, dengan tatapan semakin menajam.
“Kenapa kamu menatapku seperti itu” ucap Albert, memandang Vina sangat menyeramkan, ia berjalan semakin dekat, dan semakin dekat. Dengan hembusan napas berat seperti orang kerasukan. Membuat Albert mengangkat ke dua tanganya ke depan was-was, ia melangkahkan kakinya mundur ke belakang.”
Vina mengepalkan tanganya,. “ Apa kamu mau pukul aku di keramaaian” ucap Albert.
Brrrukkkkk....
Seseorang berlari kencang dan menabrak Vina, membuat dia terjatuh tepat di dekapan Albert.
“Maaf aku gak sengaja, aku buru-buru.” ucap orang itu dan segera belari kembali. Vina yang semula mentap tajam pada orang itu, ia menarik lagi tatapanya. Semakin memperlembut pandangannya, saat melihat seorang. Laki-laki itu dengan mata berkaca-kaca.
“Mau sampai kapan kamu di dekapanku seperti ini” ucap Albert. Vina menggerakkan kepalanya, perlahan menatap ke arah Albert di depannya. Wajah mereka semakin dekat, hembusan napas berat mereka saling berpacu dalam tatapan yang sama.
Duuukkkk...
Vina membenturkan dahinya tepat di dahi Albert sontak membuat Albert melepaskan tangannya, dan berjalan mundu memegang dahinya yang terasa sakit.
“Apa kamu sudah gila?” bentak Albert, dahinya mengeluarkan darah segar.
“Makanya jangan cari kesempatan untuk memegangku. Aku tahu tangan kamu tadi nakal kan di belakang” ucap Vina, makanya itu rasain dasar otak m***m” ucap Vina kesal.
Albert hanya mengela napasnya kasar. Ia tetap terus mencoba bersabar menghadapi makhluk aneh ini terus-terusan.
“Apa yang kamu bilang, aku m***m?” tanya Albert memastikan, ia berdiri tegap menatap ke depan, melangkahkan kakinya semakin mendekati Vina. Vina yang was-was Albert akan berbuat m***m lagi padanya, ia melangkahkan kakinya mundur.
“Apa yang akan kamu lakukan Albert. Jangan bodoh, ini di luar hotel banyak orang. Jangan macam-macam denganku” ucap Vina, memutar matanya melihat sekelilingnya, banyak lalu lantang pengunjung keluar masuk hotel. Membuat ia semkain malu. Albert hanya diam, ia semakin melangkah mendekati Vina.
Hingga, Vina hampir saja melangkan sebuah pukulan ke arah wajah Albert. Tapi dengan mudahnya dapat di tepis oleh Albert.
Albert hanya diam, tidak membalas sedikitpun, ia memegang erat pergelangan tangan Vina, yang melayang di atas kepalanya. Yang membuatnya semakin geram dengan tingkah lakunya.
“Albert berhenti!! Aku bilang kamu berhenti!! Aku gak mau jika kamu bertindak bodoh” ucap Vina, Al semakin mencengkram erat tangan Vina. Mendekatkan wajahnya dengan badan sedikit condong ke depan. “Diamlah!!” ucap Albert.
Vina yang gugup, ia menarik napasnya, memejamkan matanya rapat-rapat, seakan berharap jika Albert akan menciumnya.
“Darah keluar dari pelipismu!!” ucap Albert, mengusap darah di pelipis kanan Vina, memegangnya beberapa detik. Seketika Vina membuka mata lebar, menatap wajah Albert yang tepat berada di depannya, hembusan napas beratnya terasa di hidungnya.
“Sekarang kamu ikut aku!!” ucap Albert, menarik tangan Vina, mencengkeramnya semakin erat agar Vina tidak lolos begitu saja.
“Kamu mau bawa aku ke mana?” tanya Vina, memukul lengan kekar Albert.
“Sudah diamlah, aku mau bicara sesuatu dengan kamu nantinya, sekarang yang penting luka kamu” ucap Albert, masuk ke dalam lift yang terlihat ramai orang di dalamnya, ia harus rela berdesakan di dalam.
Tubuh Vina semakin di desak, membuat tubuhnya semakin menempel ke tubuh Albert. Apa-apaan ini orang, kenapa semuanya semakin mendesak tubuhnya ke arahku dan Albert, sangat sesak sekali di dalam Lift. Pikirnya dalam hati.
Albert yang menyadari jika Vina tidak suka terus di desak dengan pria di sampingnya, ia menarik tangan Vina, hingga jatuh dalam dekapanya. Albert berjalan ke belakang hingga mentok pada dinding Lift.
Tubuh Albert semakin ke desak, membuat ia tidak bisa menahan tanganya yang bertumpu di dinding Lift. Vina menatapnya kagum, ternyata di sisi lain laki-laki nyebelin di depannya itu. Punya sifat baik yang membuat dia terkagum-kagum. Sisi baik yang belum pernah sama sekali keluar darinya selama ini.
“Maaf!!” ucap Albert.
“Maaf untuk apa?” tanya Vina yang memelankan satu oktaf suaranya.
“Aku gak bisa menahan desakan para orang di sini. Bukanya aku ambil kesempatan denganmu” ucap Albert, mengernyitkan matanya. Menahan desakan para orang di dalam yang semakin membuatnya tertekan, dan.
Thinggg..
Pintu lift terbuka, semua berhamburan keluar. Vina dan Albert seakan bisa menarik napasnya lega, ia bisa lolos. Seakan napasnya sangat berat harus berdesakan beberapa orang di lift.
Albert menarik tangan Vina, keluar segera dari dalam Lift, melangkahkan kakinya menuju ke kamarnya. Vina yang hanya diam, menatap Albert, mengikuti begitu saja kemana Albert membawanya. Albert segera membuka pintu kamar hotelnya, dan. Vina tidak menyadari jika kamarnya berada di sebelah Albert. Pandangan mata Vina ke Albert terdiam, ia menatap sekelilingnya. Dimana ini?” gumamnya dalam hati.
“Ia melihat sebuah ranjang di depan”pikiranya langsung berterbangan memikirkan hal yang enggak-enggak.
“Kamu mau apakan aku?” tanya Vina menatap was-was pada Albert.
Albert melepaskan tangan Vina, “Duduklah, dan diam, jangan banyak bicara lagi. Lagian aku gak akan menyentuh kamu sedikitpun” gumam Albert.
Laki-laki itu berjalan menuju ke sebuah laci, mengambil kotak obat yang memang selalu ia bawa kemana-mana. Vina mengerutkan keningnya, menatap Albert berjalan mendekatinya membawa kotak obat.
“Buat apa?” tanya Vina.
“Buat, kamu?” ucap Albert.
Ia segera membuka kotak obat, dan mengambil beberapa obat untuk membersihkan luka pada pelipis Vina.
“Awww---” ucap Vina, mengerutkan keningnya, menahan rasa skait.
“Emangnya dari tadi kamu gak merasa sakit sama sekali?” tanya Albert.
“Enggak!!” jawab Vina, menggelengkan kepalanya.
“Aneh!!” Vina menatap Albert yang begitu perhatian, sifatnya berubah seratu delapan puluh derajat. Baru kali ini ia melihat sisi baik Albert, yang di luar nalar pikirannya. Albert segera memberi obat merah, seteklah itu membalut lukanya dengan palster.
“Udah” ucap Albert.
"Makasih”
“Untuk apa?”
“Kamu mau meluangkan waktunya kamu untuk mengobatiku” gumam Vina, menundukkan kepalanya.
“Iya. Sekarang kalau mau pergi silahkan” ucap Albert dengan suara lembut, membuat Vina semakin bingung dengannya. Dewa apa yang membuat dia jadi pria yang lembut dan baik hanya dalam hitungan detik.
Vina tak berhenti memandang Albert di depannya, yang membereskan kotak obatnya.
“Apa yang akan kamu lakukan?” tanya Vina.
“Mau ngembaliin kotak obat, emangnya aku mau ngapain kamu.
Berduaan dengan kamu juga gak mungkin.” Jawab Albert tanpa menatap ke arahnya.