Bab 2. Perempuan Gila

1979 Words
Nada berjalan keluar melewati pintu utama gedung PT. Super Food, perusahaan Ardian dengan langkah berat. Setelah berada di luar, ia kembali menengok ke arah perusahaan Ardian dengan menghela nafas beratnya. Tentu saja, Nada berperilaku lemas seperti itu karena ia tidak diterima di PT. Super Food, perusahaan milik Ardian. Karena ia sudah tidak sopan pada Ardian tadi. Nada masih melihat ke arah gedung perusahaan dengan tatapan sebal. "Dasar CEO sombong! Padahal dia sendiri yang memanggilku untuk interview dengannya karena katanya proposalku bagus! Aku hanya melakukan sedikit kesalahan, tapi dia bahkan tidak mau memberiku kesempatan interview!" gerutu Nada kesal. Namun, Nada bisa apa? Ia hanya kembali menghela nafas berat dan melanjutkan langkahnya. Ia teringat kalimat Kenzi, anak Ardian yang tadi ditolongnya. "Aku ingin Kakak itu jadi Mamaku!" Nada lalu mengkerutkan kening berpikir. "Apa yang dibicarakan Kenzi tadi, ya? Kenzi ingin aku menjadi Mamanya? Tunggu! Jadi, pak Ardian itu seorang Duda?!" gumam Nada yang kembali berbicara sendiri. "Aduh! Apa yang aku pikirkan?! Memangnya aku peduli dia duda atau bukan?! Lagi pula,tetap saja aku tidak diterima," ungkap Nada. Nada ingat beberapa hari lalu, ia ditelpon oleh pihak perusahaan Super Food karena mengirimkan proposal ide sebuah produk yang cukup bagus. Hanya PT. Super Food, perusahaan yang menginginkan interview menggunakan proposal ide produk. Dan hanya proposal milik Nada yang berhasil lolos untuk tes interview. Sayangnya, karena tadi Nada berlaku tidak sopan, akhirnya Ardian justru membuang proposalnya ke tempat sampah. Nada pun kesal mengingat hal itu. "Tapi paling tidak, dia juga tidak boleh membuang proposal dan biodataku di tempat sampah seperti itu! Padahal aku sudah membuatnya dengan susah payah!" gerutu Nada kembali. Tiba-tiba Nada teringat Haikal, pacarnya. Saat ia sedang sedih seperti ini, ia akan menceritakan pada Haikal kalau ia tidak diterima kerja di Super Food ini. Setelah menggeser kursor ponsel, Nada menempelkan ponsel pada telinga. "Halo, Kal?!" seru Nada setelah mendengar panggilannya diangkat. "Ada apa, Sayang?" "Kamu di mana? Aku ingin kita bertemu." "Tentu saja aku sedang di kantor sekarang. Kenapa tiba-tiba ingin bertemu?" "Memangnya ada alasan untuk ingin menemui pacar sendiri?! Kal, aku sedih dan ingin cerita. Sebenarnya aku—" "Kamu tidak diterima di PT. Super Food, kan?" potong Haikal yang langsung menebaknya. Membuat Nada terhenti berbicara. "Kenapa kamu bisa tahu?" "Karena selama ini kamu tidak pernah lolos. Jadi, aku sudah bisa menduganya." Nada terdiam berpikir sejenak. Kenapa ketika Haikal mengatakan hal itu? Seolah-olah seperti sedang meremehkannya? Membuat Nada di antara kesal dan bingung. Bahkan, menyakitkan hati. "Oh iya! Sekalian aku ingin bilang, aku memakai proposalmu untuk aku ajukan di perusahaanku ya, Sayang," kata Haikal lagi. Kali ini membuat Nada terhenyak kaget. "A–apa?!" "Karena aku yakin kamu tidak lolos, jadi aku pikir aku pakai saja. Aku meng-copy dari laptopmu tadi malam. Sudah aku cetak dan aku berikan pada atasanku." "Kal, tapi kamu tahu kalau itu proposal yang aku kerjakan dengan susah payah, kan?! Kenapa kamu seenaknya saja mengajukan atas namamu?!" "Maaf, Sayang. Aku sudah kehabisan waktu lagi dan tidak sempat membuat sendiri. Jadi, aku pakai saja punyamu." "Paling tidak kamu bisa meminta ijin padaku dulu, kan?!" "Sayang, siapa pun yang maju, kita akan tetap sama-sama sukses. Kalau aku sampai naik jabatan, kamu juga akan senang, bukan? Lagi pula untuk apa kamu simpan proposal itu, kalau kamu tidak bisa menggunakannya di perusahaan? Iya, kan?" kata Haikal seperti tanpa dosa. Membuat Nada tidak habis pikir. "Sudah ya, Sayang. Aku sedang sibuk. Aku tutup dulu panggilannya. Nanti aku telepon lagi," kata Haikal yang langsung memutus panggilan begitu saja. Nada pun sampai terhenyak kaget. Ia menjauhkan ponsel dari telinga dan melihat layar benda pipih itu sudah benar-benar padam. Nada akhirnya hanya mendengkus pelan tidak habis pikir. Alih-alih ingin menenangkan hati, tapi Nada justru malah semakin kesal dan marah. Ia masih tidak percaya kalau Haikal benar-benar memandang rendah dirinya seperti ini?! Padahal selama ini Haikal sendiri tahu kalau Nada baru lulus dari pendidikan S2-nya di teknologi pangan. Sehingga ia masih dalam tahap mencari pekerjaan. Berbeda dengan Haikal yang memang setelah lulus kuliah S1 sudah langsung bekerja. Namun, apa yang bisa Nada lakukan? Ia hanya akan pulang ke kosnya dengan terus menahan rasa kesalnya itu. Nada berjalan ke arah jalan raya depan untuk mencari taksi. Tapi tiba-tiba, dari arah jarak yang lumayan jauh ia melihat Haikal, kekasihnya. Nada menajamkan kedua matanya untuk memperjelas penglihatannya. Setelah diperhatikan memang benar itu adalah pacarnya. Tapi betapa terkejutnya Nada ketika ia melihat Haikal sedang bergandengan tangan dengan seorang perempuan. Jantung Nada seolah terhenti berdetak melihatnya. Ia tidak yakin dengan apa yang ada di hadapannya. Ia pun berjalan semakin mendekati laki-laki yang diduga Haikal tersebut. Setelah dekat, ternyata memang benar kalau laki-laki itu adalah Haikal. Tunggu! Nada kenal perempuan yang bersama Haikal itu! Dia adalah Felisa, teman saingan Nada saat mereka kuliah di satu kampus yang sama dulu. Dan sekaligus, Felisa adalah putri kesayangan pimpinan perusahaan di mana tempat Haikal bekerja sekarang. "Selamat ya, Sayang! Kata ayahku, proposalmu tadi sangat bagus! Karena itu, ayahku ingin bertemu denganmu besok supaya kamu naik jabatan menjadi manajer!" "Benarkah?! Terima kasih, Sayang!" "Keputusanmu benar untuk mengajukan proposal Nada. Lagi pula, untuk apa dia menyimpannya? Benar kan, Sayang?" kata Felisa. Nada tidak menyangka ternyata Haikal berselingkuh dengan Felisa, perempuan yang selama ini menjadi saingannya. Sekaligus, ia kaget mendengar percakapan mereka. Proposal yang dimaksud Felisa adalah proposal miliknya, bukan? Kenapa bisa?! Kenapa Haikal bisa melakukan hal sejahat itu padanya?! "Tapi itu juga berkat bantuanmu dengan membujuk ayahmu, Sayang." "Tidak masalah, Sayang. Apa pun akan aku lakukan untukmu! Karena aku mencintaimu!" Felisa mencium pipi Haikal. "Oooh ... jadi ini yang kamu bilang di kantor, ya?" Suara Nada mendadak muncul di antara Haikal dan Felisa. Tentu saja Haikal benar-benar terkejut bukan main. "Sa ... sayang?! Kamu ke sini? Kenapa tidak menelpon dulu?!" tanya Haikal panik. "Berhenti memanggilku Sayang! Aku dengar kamu tadi memanggilnya Sayang juga!" tunjuk Nada ke arah Felisia. "Sayang, dengarkan aku dulu." Haikal berjalan mendekati Nada. "Sudah cukup basa-basi bualanmu itu!" potong Nada dan menjauhkan diri. Menghentikan langkah kaki Haikal untuk mendekat padanya. "Jelaskan apa yang sedang aku lihat sekarang!" bentak Nada. Haikal berusaha menjelaskan. "Se ... sebenarnya—" "Aku pacar Haikal sekarang!" sahut Felisia yang langsung melingkarkan tangannya pada lengan Haikal. Nada pun tercekat tidak percaya mendengarnya. "Aku tidak bertanya padamu! Setahuku aku dan Haikal sudah pacaran selama tiga tahun! Kenapa tiba-tiba kamu mengakui kalau Haikal pacarmu?!" "Aku menyukai Haikal dari dulu! Dia akan memutuskanmu secepatnya! Benar, kan Sayang?" tanya Felisa yang menoleh ke arah Haikal dengan tatapan manja. Haikal masih terlihat bingung dan panik. "Felisa, kita bicarakan ini nanti, ya." "Haikal! Kamu sudah janji kalau kamu diangkat jadi manajer oleh ayahku, kamu akan memutuskannya, bukan?! Aku sudah membantumu memberikan proposal pada ayahku! Sekarang mana janjimu?!" rengek Felisia sambil mengguncang bahu Haikal. "Oooh ... jadi kamu hanya memanfaatkanku saja? Setelah kamu berhasil mencuri proposalku, kamu mau putus denganku?!" ujar Nada kesal. Haikal pun jadi semakin kebingungan seperti orang bodoh. "Sayang, maafkan aku," kata Haikal pada Nada. "Aku sama sekali tidak—" "Berhenti memanggilku Sayang!" teriak Nada yang kini sangat marah. Haikal pun terhenyak. Ia kemudian menghela nafas sejenak. "Nada, kamu harus tahu kalau hidup ini sangat berat! Kita butuh biaya yang tidak sedikit. Selama ini aku terus bekerja sendirian dan kamu masih menganggur. Kalau seperti itu, sampai kapan pun kita tidak akan bisa membuat pernikahan mewah!" "Kamu tahu aku baru menyelesaikan studi s2-ku, kan?! Lagi pula, siapa yang bilang kalau aku menginginkan pernikahan mewah?!" "Cukup! Kamu hanya mengganggu saja!" timpal Felisa pada percakapan Nada dan Haikal. "Sayang, sudahlah jangan pedulikan dia! Kamu sudah memutuskannya, kan? Ayo kita pergi dari sini!" ajak Felisa pada Haikal. Nada pun sekali lagi mendesah kasar. "Putus ya putus! Tapi aku minta kembalikan proposalku! Itu adalah hasil kerja kerasku, Kal!" ungkap Nada. "Bagaimana, ya? Proposalmu sudah aku berikan pada Ayahku," ujar Felisa yang mengatakannya dengan rasa tidak bersalah. Bahkan dengan bangga dan congkak. Nada yang mendengarnya pun jadi teramat kesal sekali. Ia tidak bisa menahan kesabarannya lagi. Nada lalu berjalan mendekat ke arah Felisa dan langsung menamparnya begitu saja. Membuat Haikal yang melihatnya jadi terkejut. Felisa tentu saja tidak terima. Ia juga akan membalas tamparan Nada. "Dasar perempuan tengik!" Tangan Felisa sudah mengarah ke atas. Tapi Haikal langsung menahannya. "Cukup, Felisa!" seru Haikal yang menahan badan Felisa. "Lepaskan!" teriak Felisa yang mendorong tubuh Haikal menjauh. Tangan Haikal pun terlepas dan ia kebingungan. "Dasar kamu laki-laki tidak berguna! Aku akan bilang pada Ayah untuk membatalkanmu jadi manajer!" kata Felisa dan langsung pergi menjauh. Haikal pun langsung panik. "Sayang?! Sayang! Jangan lakukan itu, Sayang!" seru Haikal. Haikal pergi menyusul Felisa dan meninggalkan Nada begitu saja. Membuat Nada tidak habis pikir dibuatnya. Haikal benar-benar lebih mementingkan dirinya menjadi manajer dari pada Nada?! "Bahkan dia tidak bisa meminta maaf dengan tulus. Dasar laki-laki buaya! b******k!" umpat Nada kesal. Tapi sayangnya itu tidak bisa didengar oleh Haikal. Nada masih berdiri melihat Haikal yang berlari mengikuti Felisa dan berusaha membujuk pacar barunya. Mendadak hati Nada merasa sesak dan pandangannya berubah kabur karena air mata sudah menggenang di kelopaknya. Hari ini dia gagal interview. Pacarnya mengambil proposal yang dibuatnya dengan susah payah. Sedangkan pacarnya sendiri diambil orang. Perasaan sedih, marah, kesal dan kecewa bercampur jadi satu. Nada merasa ia benar-benar hancur kali ini. *** Sedangkan di dalam kantor Ardian, Kenzi kecil sedang cemberut sambil menyedekapkan kedua tangan. Ardian duduk berhadapan melihatnya dengan tatapan marah. Tidak lama asisten Ardian memasuki kantornya. "Permisi, Tuan?" sapa asisten Ardian yang sudah berdiri di depan Ardian tersebut. "Antar Kenzi ke sekolahnya sekarang!" pinta Ardian. "Tidak mau! Aku tidak mau sekolah!" jawab Kenzi kecil. "Kenzi, tadi kamu sudah janji pada Papa kalau kamu tidak nakal. Tapi kamu tidak menepati janji. Sekarang kamu harus kembali ke sekolah! Papa sudah telepon ibu gurumu!" "Aku tidak mau sekolah!" "Kalau kamu masih tidak mau, Papa tidak mengijinkanmu bermain game dan tidak akan membolehkanmu main lagi!" tegas Ardian. Kenzi pun jadi semakin cemberut. Ia tidak punya pilihan lain. Akhirnya Kenzi kecil berjalan keluar dengan menghentakkan kaki kesal dan terpaksa. Asisten Ardian berpamitan padanya dan segera mengikuti Kenzi untuk mengantar ke sekolah. Setelah Kenzi keluar, Ardian memijat pelipis sembari menghela nafas berat. Mengurus anak kecil tidak semudah yang ia bayangkan. Tidak lama setelah itu, seorang laki-laki bernama Ivan masuk ke dalam ruangan Ardian. Ivan adalah teman akrab Ardian, sekaligus salah satu pemegang saham di perusahaan milik Ardian. "Ar, maaf aku terlambat!" ujar Ivan yang nampak setengah tergesa. Ardian masih dalam posisi yang sama dan tidak menjawab. Ivan menyapu pandangan ke seluruh ruangan Ardian dan ia mengkerutkan kening heran. "Ke mana perempuan yang mau interview hari ini? Bukankah katamu dia akan datang jam delapan?" tanya Ivan lagi. "Dia sudah kuusir keluar," jawab Ardian tanpa ekspresi. Ivan pun terkejut mendengarnya. "Apa?! Lalu bagaimana proposal pengembangan produk yang sudah dia kirim?!" Ardian tidak menjawab. Ia menunjuk ke arah tong sampah yang ada di samping meja kerjanya. Ivan pun terhenyak dan segera berjalan ke arah tong sampah tersebut untuk mengambilnya. "Kenapa kau membuangnya?! Kau tahu kalau hanya proposal ini satu-satunya yang bisa menyelamatkan bisnis kita! Kenapa kau malah mengusir perempuan tadi?! Siapa namanya? Nada, ya?" Ivan mencari nama Nada dari profil yang ada bersama proposal dari sampah itu. "Nada Adiratna! Benar, inilah namanya!" "Dia tidak sopan dan juga kasar. Kita bisa pakai proposalku." "Ar! Kau, kan tahu proposalmu masih belum sempurna! Kalau sampai kita tidak memenangkan suara pada rapat dewan direksi nanti, saham kita akan menurun. Kau juga tahu resikonya!" seru Ivan. Sedangkan Ardian, hanya terdiam dan tidak merespon. Ivan pun hanya menghela nafas berat. "Terserah kau saja! Kalau kita sampai tidak memenangkan suara oleh para dewan direksi, artinya kau harus menikah!" ujar Ivan yang kemudian kembali keluar ruangan Ardian. Ardian kembali menghela nafas beratnya. Ia berdiri dan berjalan ke arah jendela. Dari arah jendela yang menghubungkan pemandangan luar, bertepatan saat ia melihat Nada yang baru saja diusirnya itu, sedang menampar seorang perempuan. Dari penampakan yang dilihat Ardian, ia bisa menebak kalau Nada sedang terlibat pertikaian. Ardian hanya menghela nafas berat sembari kembali menggelengkan kepala beberapa kali. "Dasar perempuan gila!" gumam Ardian berbicara pelan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD