TJCPP 1

1115 Words
“Akhirnya dia bangun,” ucap seorang gadis di samping tempat tidur. Bangun? Dia bahkan tidak tertidur. Memori terakhir yang diingatnya hanyalah pergi naik bus. Cukup aneh baginya ketika melihat berbagai macam ornamen kuno yang bahkan sangat jarang di dunia. Ini sudah pasti bukan rumah sakit, bukan juga kamarnya. Dia tidak pernah tinggal di tempat sekuno itu. Lantas sebenarnya dia berada di mana? Alvaerelle—nama gadis itu— mencoba bangkit. Namun, rasa punggungnya seketika ngilu jika dia paksakan untuk bergerak.. Ini pasti bukan mimpi karena rasanya terlalu nyata bagi dia merasakan sakit ini. Lagi pula, dari matanya dia bisa melihat ada perban yang melilit di tangan, ah ralat, tubuhnya. “Aku memanggilmu, Alva! Tapi kamu mengabaikanku? Ternyata setelah melompat dari tebing, otakmu ikut terbentur pula,” ucap gadis yang sedari tadi mengoceh tidak jelas. Alvaerelle tidak memedulikannya, dia tidak mengenali suara gadis itu. Akan tetapi, gadis yang membentaknya segera mendekat. Dia menarik Alvaerelle dengan seluruh tenaganya. Sampai kedua bola matanya dapat melihat tatapan berapi-api dari gadis yang menarik tubuhnya. Sakit. Hanya itu yang dia rasakan. .Bagaimana mungkin Alvaerelle tiba-tiba pergi ke tebing dan melompat seperti tidak memiliki akal! Seingatnya, rumahnya  beradajauh dari pemukiman dataran tinggi, tepatnya perkotaan. Oh ya ampun, sebenarnya dia ada di mana? Dia harus segera pergi mendaftarkan beasiswa perguruan tingginya. Kalau gagal, dia tidak akan punya kesempatan untuk bersekolah tinggi. Plak! Alvaerelle merasa pipinya memanas setelah gadis yang baru saja memaksanya bangun, kini menamparnya. Tanpa perasaan mendorongnya kembali ke kasur. Seribu jarum seakan ditusuk pada seluruh tubuhnya. Sakit. Sontak mata Alvaerelle pun menatap tajam pada gadis di sampingnya. Sebisa mungkin dia tidak berteriak atau memaki. Andai tatapan itu bisa membunuh, maka orang di hadapannya sudah mati. Sayangnya itu mustahil. Karena mereka sama-sama menatap tajam Bicara menatap, Alvaerelle baru saja menyadari jika lawan bicaranya terlihat berbeda.. Gadis ini cukup aneh. Bagaimana mungkin seorang manusia memiliki telinga yang sangat panjang seperti itu? Matasipit dengan warna seperti batu permata hijau yang berkilauan di tepi sungai. Alvaerelle tidak pernah melihat itu di tempat asalnya. Terkecuali jika lensa mata termasuk ke dalamnya. Jelas- ini bukanlah rumahnya. Lalu di mana sebenarnya dia berada? “Kenapa kamu diam saja, Alvaerelle? Keluarga Zinsastra tidak memungutmu untuk menjadi b***k yang membangkang pada tuannya. Kamu seharusnya sudah dihukum karena hidupmu membuat kami sangat resah,” jelas gadis tersebut. Alvaerelle mendengkus. Sia-sia mengatakan kalau gadis itu sangat cantik.. Hati seseorang yang busuk akan tetap busuk seperti sampah. Bagaimana mungkin dia bisa bertemu dengan gadis seperti ini. Sudahlah, itu tidak penting untuknya sekarang.  Dia hanya ingin kembali ke rumahnya. “Di mana aku?” tanya Alvaerelle seraya memandang tajam pada lawan bicaranya. Beberapa makhluk sejenis pun masuk dengan pakaian yang lebih lusuh, seperti pembantu. Mereka membelalak, seolah terkejut dengan apa yang baru saja Alvaerelle katakan. Bahkan orang yang sedang dia ajak bicara pun sama-sama menatapnya dengan penuh kemarahan. Begitu saja tubuhnya dibenturkan ke kasur. Menimbulkan efek tusukan yang lebih dalam, lebih menyakitkan. Sampai rasanya dia seperti ingin menangis, tetapi tetap harus ditahan. “Kamu melupakan tata kramamu, Alvaerelle? Oh, apakah ini ... kamu berpura-pura lupa di mana kamu sekarang? Itu tidak akan membuatmu terlepas dari hukuman, kamu dengar itu! Ingat baik-baik!” jelas gadis itu dengan nada tinggi yang membuat telinganya sangat sakit. Rosemary tidak mengerti, dia hanya butuh kepastian tentang keberadaannya. Gadis menyebalkan itu pun segera keluar dari kamarnya dengan terburu-buru. Pasti sangat kesal kepadanya sampai harus pergi dari kamar ini. Alvaerelle pun mengembuskan napas. Jika dia tidak mendapatkan informasi dari orang itu, maka dia mungkin bisa mendapatkannya dari jajaran orang yang baru masuk ini. “Apa kalian tahu aku berada di mana?” tanya Rosemary dengan nada yang seramah mungkin. Setidaknya dia harus membuat orang-orang ini nyaman. Tidak sepeti gadis berambut pirang cantik dengan hati yang busuk. “Nona Alvaerelle benar-benar melupakan keberadaan tempat ini? Bahkan Nona sangat berani melawan Nona Gaylia. Ini tidak seperti Nona yang biasanya,” ucap seorang pelayan itu dengan raut wajah yang khawatir. “Cukup Leia, lupakan saja. Jangan mengkhawatirkan orang seperti itu. Sebaiknya kita susul Nona Gaylia atau kita semua akan mendapatkan masalah,” bisik pelayan yang terlihat lebih muda. Orang-orang ini memiliki rambut berwarna pirang dengan perbedaan gelap dan terangnya saja. Terkecuali orang yang lebih tinggi dengan rambut pirang dengan gradasi oranye. Gadis yang dikatakan baru saja mengkhawatirkannya. Dia cukup kesal ketika para pelayan lain menyeret Leia untuk keluar, tetapi gadis itu menolak. “Tuan dan Nyonya Zinsastra meminta kita untuk merawat Nona Alvaerelle. Jadi sebaiknya kita tetap membantu gadis ini,” jelas Leia beberapa kali. Sayangnya pelayan lain tidak sepakat dengan ucapan gadis tersebut. Tampaknya gadis bernama ‘Gaylia’ itu cukup berpengaruh. Pantas saja Gaylia sangat keterlaluan padanya.. “Jika itu maumu, baiklah. Biar Nona Gaylia sendiri yang akan menghukum dirimu, Leia. Ayo semuanya, kita pergi untuk susul Nona Gaylia. Beliau pasti sangat membutuhkan kita sekarang,” ucap gadis yang sedari tadi menyulut api. Setelah kepergian mereka semua, Leia pun mendekati Alvaerelle. Gadis itu membawa nampan bersisi mangkuk dan cawan. Setelah meletakkannya di nakas, gadis dengan rambut pirang dan mata hijau itu pun berusaha untuk membantu Alvaerelle bangun. Agak sakit, tetapi tidak sesakit bagaimana Gaylia menarik dan membenturkan kembali tubuhnya. Jadi dia tidak menghardik jika tindakan Leia itu kasar. Sebaliknya, tindakan Gaylia harus dilaporkan pada polisi setempat atas tuduhan penganiayaan. Leia menahannya untuk bertanya dan menyuapi Alvaerelle dengan bubur yang sepertinya tidak enak dimakan. Melihatnya saja sudah menjijikan, dia suka bubur, tetapi makanan yang dihadapannya lebih cocok dikatakan muntahan. Alvaerelle harus bersabar, meskipun, dia sudah cukup penasaran dengan apa yang terjadi. Namun jika dipikir-pikir, perutnya memang kosong. Seolah dia sudah tidak makan berhari-hari. Dan lagi, bubur yang terlihat menjiikkan dengan warna hijau pekat itu terasa sangat gurih di lidahnya. Ini enak. “Anda terlihat tidak seperti biasanya, Nona Alvaerelle.  Anda selalu menunduk, jarang bicara karena takut. Namun, sekarang Anda bicara dengan menegakkan kepala. Saya sendiri sampai terkejut ketika Anda menegur Nona Gaylia,” jelas Leia ketika mengembalikan mangkuk ke atas nakas. Dan kini menyerrahkan cawan pada gadis di sampingnya. Alvaerelle mengambil cawan itu dengan susah paya.. Dia telan baik-baik sup aneh tetapi enak itu. “Aku sebenarnya bingung. Kenapa kalian mengenalku? Padahal aku sama sekali tidak tahu kalian. Di mana tempat ini karena aku harus pergi ke perguruan tinggi dan juga kembali bekerja.” “Nona? Sepertinya kepala Anda terbentur cukup keras.. Tidak mungkin Anda melupakan tempat yang Anda tinggali? Ini Fayfault dan tidak ada perguruan tinggi. Anda juga tidak bekerja, saat ini Anda adalah putri kedua dari keluarga Zinsastra,” jelas Leia. “Tunggu, apa? Fayfault? Aku tidak pernah mendengarkan nama itu di tempat asalku!” balas Alvaerelle cukup terkejut. Dia bahkan mencoba mengingat peta dunia, tetapi dia yakin kalau tidak ada tempat yang serupa dengan apa yang dikatakan oleh Leia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD