“Kamu benar-benar telah menantangku, Rora.” Amayra menyaksikan prosesi pertunangan sang adik dengan d**a yang panas. Gadis itu benar-benar tidak terima jika Kairos pada akhirnya menjadi milik adik bungsu mereka.
“Lihat saja, Kak. Sekarang dia pasti besar kepala karena berhasil mendapatkan keinginannya dan bisa melampaui Kak Amayra,” ucap Agni menambahkan bara api.
“Biarkan dia bahagia untuk saat ini. Setelah ini kita akan buat dia menangis darah,” ucap Althea ikut menimpali.
Di dalam hati gadis itu sesungguhnya ada kebencian yang lebih besar daripada saudara-saudaranya karena sesungguhnya Althea membenci Aurora sepenuh hatinya. Karena adik bungsunya itu yang ia anggap telah merebut pria yang menjadi cinta pertamanya. Althea telah bertekad bahwa ia tidak akan pernah memaafkan Aurora.
“Kamu benar, Thea. Karena dia tak mau mendengarkan kata-kataku lagi, maka aku juga tidak akan segan-segan lagi. Mari kita pilih waktu dan situasi yang tepat untuk menyingkirkannya, sekali pun kita harus menggunakan cara yang kejam. Yang mungkin saja akan membuat ayah ibu kita kehilangan adik bungsu kita yang tercinta,” ucap Amayra dengan seribu rencana di kepala.
“Benar, biarkan saja dia tertawa untuk saat ini, tetapi jangan harap ia akan bisa tersenyum lagi saat kita mulai bertindak," ucap Althea seraya tersenyum miring.
“Tapi, Kak. Sepertinya acara pertunangan ini tidak akan ramai jika kita tidak membuat kejutan,” ucap Apsara.
“Kejutan? Kejutan apa maksudmu?” tanya Amayra tak mengerti.
“Kakak, pesta yang seperti ini mana seru. Kita harus sedikit menyulut api agar suasana menjadi sedikit lebih panas,” jawab Apsara dengan rencana licik di kepala.
“Mendekatlah, Kak!” pinta gadis itu. Dengan patuh, Amayra dan Althea mendekat.
Apsara membisikkan kata entah apa pada kedua kakaknya. Kedua gadis itu tampak mendengarkan dengan serius. Lalu ketiganya tersenyum senang setelah mendengar ide dari apsara.
“Astaga, ternyata Apsara kita bisa pandai dan berguna juga.” Amayra terlihat bahagia.
“Kita sempat melupakan hal itu, untung saja ada Apsara kita yang mengingatkan," puji Althea membuat gadis itu besar kepala.
“Kamu benar, Thea. Mari kita tunggu saat yang tepat untuk kita beraksi," ucap Amayra.
Ketiga gadis itu pergi ke belakang untuk menyiapkan sandiwara yang sebentar lagi akan mereka mulai. Sempat terjadi perdebatan tentang siapa yang akan melakukan misi ini. Namun karena melihat kondisi Apsara juga Thea, akhirnya Amayra yang pergi melaksanakan misi.
“Stop! Saya menentang pertunangan ini.” Tiba-tiba saja Amayra berteriak dengan suara yang cukup kencang sebelum Aurora menyematkan cincin itu di jari Kairos.
Semua yang hadir di tempat itu terkejut dengan kehadiran putri sulung Athura yang tiba-tiba menentang pertunangan.
“Amayra! Apa yang Kamu lakukan!” bentak Athura marah, karena Amayra datang mengacaukan acara penting tersebut. Mencoreng arang di mukanya. Amayra mengabaikan ayahnya, terus saja berjalan maju menghampiri raja, ratu dan pihak yang bertunangan.
Sementara Gaia malu bukan kepalang atas tindakan putrinya, wanita itu berusaha keras untuk menghentikan putrinya. Namun, Gaia tidak sanggup untuk melawan kekuatan putrinya. Terlambat, gadis itu telah bersimpuh di hadapan sang raja dan ratu.
“Biarkan saja, Athura. Dia adalah penduduk Nirvana. Dia juga memiliki hak untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat,” ucap raja Phillips dengan bijaksana.
Semua hadirin yang datang tampak sedikit ribut. Mereka penasaran dengan drama apa yang putri sulung Athura akan suguhkan. Sebagian merasa sikap Amayra tidak sopan, sebagian lagi merasa jika putri Athura sangat berani.
“Terima kasih atas kebijaksanaan Yang Mulia Raja. Saya Amayra, ingin mengatakan sesuatu hal tentang adik saya karena saya tidak ingin putra mahkota salah pilih istri. Saya tidak mau seseorang yang tidak tepat menjadi calon ratu di negeri ini,” ucap Amayra dengan berani.
“Apa maksudmu berkata demikian?” tanya raja Phillips.
“Saya merasa bahwa Aurora, adik saya tidak pantas menjadi seorang putri mahkota.”
“Kenapa Kamu bisa berpikir seperti itu?” tanya sang raja lagi.
“Karena dia bukan wanita yang baik-baik, Yang Mulia," jawab Amayra.
“Amayra! Kamu sangat lancang.” Athura membentak putrinya dengan suara yang cukup menggelegar. Sungguh, Athura sangat malu dengan apa yang putrinya lakukan. Athura tidak terima jika Amayra mengacaukan pertunangan putri bungsunya
“Athura, biarkan saja. Aku ingin mendengar perkataannya lebih lanjut. Jelaskan atas dasar apa Kamu bisa bicara seperti itu? Katakan sebabnya hingga Kamu menuduh saudarimu sendiri dengan tuduhan seperti itu," ucap raja Philips.
“Saya pernah berkali-kali menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bahwa dia sering bersama dengan seorang pria.” Amayra tanpa ragu menunjuk-nunjuk wajah adiknya. Keriuhan mulai tercipta akibat dari perkataan Amayra. Semua orang mulai berpikiran buruk tentang Aurora.
Aurora tampak gugup, ia tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya. Karena pada kenyataannya, pria yang selalu ia temui adalah Kai, tetapi dalam wujud berbeda. Sementara Kai hanya terdiam, membiarkan Amayra terus berbicara. Pria itu ingin tahu apa yang akan gadis itu katakan.
“Bahkan di suatu waktu, dia pernah tidak pulang semalaman. Dan di pagi harinya, dia diantarkan pulang oleh seorang pemuda. Siapa yang tahu apa yang terjadi malam itu. Kami bersaudara yang menjadi saksinya. Bahkan ayahanda pun turut menyaksikannya sendiri,” ucap Amayra.
“Betul, Athura?” tanya raja Phillips.
“Maafkan saya, Baginda.” Athura bertambah malu karena harus mengakui keburukan putrinya.
Raja Phillips tampak marah saat Athura menyembunyikan hal yang sebesar itu darinya. Ia kecewa karena anaknya akan mendapatkan seorang gadis yang hina dan tidak pantas menjadi seorang ratu.
Kai merasa geram pada saudara Aurora. Ia sendiri yang menyaksikan kekejaman mereka pada calon istrinya. Namun, pria itu tidak akan membuat semua menjadi mudah. Ia ingin tahu kelanjutan drama ini. Ia hanya terus brsidekap sambil memandang Amayra dengan pandangan yang meremehkan.
“Saya harap yang mulia membatalkan pertunangan ini. Saya dan seluruh penduduk Nirvana sudah pasti tidak akan setuju jika putra mahkota mendapatkan istri yang hina seperti dia," ucap Amayra kembali menjelekkan adiknya.
“Lalu, menurutmu siapa yang pantas menjadi calon istriku?” tanya Kai mulai angkat suara. Ia tak tahan lagi, ingin mengakhiri semuanya. Telinganya semakin panas mendengar fitnah demi fitnah yang terus Amayra tebarkan.
“Sa-ya mungkin?” jawab Amayra dengan wajah yang memerah. Hampir saja Kai tertawa terbahak mendengar ucapan amayra, yang mengajukan diri dengan percaya diri. Padahal gadis itu telah menghinanya dengan buruk saat mereka bertemu di sungai.
“Hm, lalu apa yang harus aku lihat darimu, hingga aku harus memilihmu sebgai istri?” tanya Kai seolah pria itu akan memberikan kesempatan pada Amayra.
“Saya akan menjadi istri yang baik. Kemuliaan sudah tentu saya miliki karena ayah dan bunda selalu mengajarkan tentang kebaikan dan budi pekerti yang luhur.” Orang lain mungkin akan berpikir jika Amayra adalah gadis yang benar-benar baik, tetapi tidak bagi Kai. Pria itu sudah tahu wajah asli Amayra yang tersimpan di balik topeng.
Kai semakin ingin tertawa saat Amayra membanggakan dirinya. Kebaikan? Budi pekerti? Semua hanya omong kosong belaka. Ia tahu bagaimana kebusukan hati gadis itu, bahkan lebih dari itu, Amayra begitu keji.
“Eum apa jaminannya bahwa kamu akan menjadi pendampingku seperti apa yang kamu katakan?” tanya Kai seolah tertarik.
“Saya akan menjamin dengan jiwa raga saya. Saya akan mengabdikan diri pada Anda dan negara,” ucap Amayra.
Tiba-tiba saja Kai tertawa terpingkal-pingkal sementara yang lainnya menatap dengan keheranan. Pria itu berpikir bagaimana seorang gadis seegois Amayra akan menyerahkan jiwa raganya demi dirinya dan negara.
“Ananda!” Selena memperingatkan putranya.
“Maaf, maafkan saya Ibunda. Ehem, begini saya sebagai calon suami Aurora akan menjelaskan semuanya agar semua menjadi jelas. Apalagi saat ini calon istri saya diam saja dan terus bersabar ketika terus terzalimi.” Kai mulai bicara serius.
Amayra kebingungan, bagaimana bisa putra mahkota terus membela Aurora saat ia sudah menjelekkan adiknya dengan begitu parah.
Kai berdiri daari duduknya, meninggalkan Aurora yang duduk memegang cincin yang sebentar kagi akan disematkan di jarinya.
“Begini, saya mengucapkan terima kasih atas kepedulian Nona Amayra yang telah berusaha mengungkap apa yang ia lihat tentang adiknya selama ini. Akan tetapi, semua yang Nona Amayra lihat tidak seperti apa yang sebenarnya.” Keadaan kembali riuh saat putra mahkota bicara. Sementara itu Selena hanya bisa menahan napas, berharap agar putranya tidak membuat masalah besar.
“Jika Nona Amayra melihat Aurora bersama pria, pria itu adalah saya.” Kembali terdengar suara-suara para tamu yang hadir. “Karena saya sudah mengenalnya bahkan jauh sebelum kami berjodoh.”
‘Apa tujuan putra mahkota berkata seperti itu? Aku bahkan tidak pernah melihat bungsu terlepas dari pandangan kami. Lalu kapan mereka bertemu? Ini pasti hanya akal-akalan putra mahkota yang ingin membuat Aurora selamat, batin Amayra.
“Bohong! Apa yang putra mahkota katakan adalah kebohongan.” Amayra tidak tahan untuk menyangkal.
“Jaga bicaramu! Lidahmu akan dipotong saat Kamu mengatakan Yang Mulia Putra Mahkota dengan sebutan tak pantas seperti itu.” Seorang pengawal menatap Amayra dengan penuh kemarahan.
“Biarkan saja, mari kita dengarkan apa yang akan nona Amayra katakan. Nona, jelaskan kenapa Anda bisa mengatakan bahwa saya telah berbohong?'
“Karena Aurora selalu bersama kami, dia tidak pernah lepas dari pengawasan kami para saudaranya,” ucap amayra keceplosan.
“Sekarang siapa yang berbohong? Bagaimana Anda bisa berkata bahwa adik Anda bersama pria saat dia terus bersama Anda?” tanya kai membalikkan keadaan.
“Tapi saya berani bersumpah bahwa malam itu dia pergi dengan seorang pria.”
“Kalau mengenai hal ini saya setuju.” Pernyataan Kai membuat Amayra percaya diri. “Namun pria yang Nona Amayra maksud bukanlah pria baik-baik. Pria itu adalah seorang bandit di negeri ini yang selalu menerima pekerjaan haram, pekerjaan melenyapkan nyawa orang. Mengenai kenapa Aurora bisa pulang di pagi harinya, karena saya telah menyelamatkannya dari kematian. Saya sendiri yang menjadi saksi saat dia hampir meregang nyawa.” Orang-orang di tempat itu semakin ramai membicarakan mereka.
Plok plok!
Kai bertepuk tangan dua kali, lalu muncul dua orang pengawal dengan seorang pria bertubuh besar yang penuh luka.
‘Mampus aku! Bagiamana kalau si bodoh ini mengakui semuanya? Bukan hanya dari ayah, dari yang mulia raja pun aku kan mendapatkan hukuman yang sangat berat, salah-salah aku akan kehilangan nyawa, batin Amayra dengan tubuh bergetar hebat.
“Pria ini adalah pria yang mencelakai calon tuangan saya. Saya tidak akan mengungkapkan siapa yang membayar pria ini untuk melakukan hal keji itu. Karena saya akan memberikan balasan yang setimpal kepadanya secara pribadi. Saya juga tahu betul siapa yang berniat mencelakakan putri mahkota."
“Kamu katakan yang sebenarnya!” perintah Kai.
“Sa-saya dibayar oleh seseorang untuk mencelakai gadis itu. Malam itu saya beserta orang yang membayar saya melemparnya ke sungai yang dalam, kami juga mengikat gadis itu agar ia mati tenggelam. Namun saya terkejut karena sekarang gadis itu dalam keadaan sehat tanpa kurang suatu apa pun.”
“Cukup! Pengawal, bawa pria ini pergi dari sini.” Penjahat itu di seret dari sana. Amayra bernapas lega, setidaknya identitasnya tidak akan terungkap. Kali ini ia tidak akan celaka. Tubuh gadis itu lemas dan gemetar. Ia sangat ketakutan akan ketahuan.
“Baiklah, karena semua sudah jelas. Saya ingin pertunangan ini tetap jalankan. Perlu saya jelaskan sekali lagi agar di kemudian hari tidak akan ada yang menentang hubungan saya dan putri mahkota lagi. Yang pertama, putri mahkota terpilih karena kemampuannya, yang kedua saya Kairos menyatakan bahwa saya telah jatuh cinta pada putri Aurora dan saya tidak akan memperistri wanita lain selain Aurora. Yang ketiga, calon istri saya tidak pernah melakukan apa yng saudaranya tuduhkan. Dia adalah wanita baik-baik, murni dan terhormat. Mengenai ucapan Nona Amayra, saya akan mengampuninya karena dia adalah calon kakak ipar saya."
“Ananda!” Ratu Selena memperingati bahwa Kairos harus memiliki paling tidak empat selir di kemudian hari.
Kairos menggelengkan kepala. “ Tidak Bunda, tidak akan ada selir atau Kai tidak akan mau menikah sama sekali."
“Ehem! Kai, itu akan kita bicarakan lagi nanti. Ayo pasangkan cincinnya, Nak!” perintah raja Phillips yang bertujuan melerai perdebatan anak dan istrinya.
Kai kembali duduk, cincin pun dipasangkan. Semua orang bertepuk tangan. Mereka kini dipersandingkan membuat Aurora tersipu malu.
“Kamu lega?” bisik Kai di saat orang-orang tidak memperhatikan mereka.
Gadis itu mengangguk bahagia. “Terima kasih sudah melindungi kakakku dan tiak membawa-bawa dia.”
“Aku tidak melindungi kakakmu. Aku hanya melakukan apa yang kamu pinta karena sesungguhnya aku tidak pernah bisa memaafkan apa yang saudara-saudaramu lakukan padamu.”
“Itu sudah cukup, Kai. Terima kasih. Tapi cobalah untuk belajar memaafkan dan mengikhlaskan.”
“Cih! Aku bukan dirimu. Bagiku, mata akan dibalas dengan mata. Telinga dibalas dengan telinga. Karena aku adalah calon pemimpin yang harus tegas dan berwibawa di mata dunia.”
“Baiklah, terserah saja.’’ Aurora mengerti, para pria memang selalu angkuh seperti itu.
“Hei, aku harus memperingatkanmu sepertinya."
"Apa?" tanya Aurora.
"Kamu tidak boleh memanggilku Kai Kai Kai. Panggil aku putra mahkota atau ... tunanganku,” ucap kai dengan telinga yang memerah.
“Apa?” Aurora tidak menyangka pria itu akan memintanya seperti itu.
“Hei, Kamu lupa aku siapa? Aku ini adalah calon penguasa negeri ini. Kamu harus hormat kepadaku.” Karena malu, Kai mulai membawa-bawa kekuasaannya.
“Baiklah, Yang Mulia Putra Mahkota. Siapa suruh pura-pura mendekatiku dengan menjadi rakyat jelata?" ejek Aurora.
“Aku menyukainya, saat-saat mempermainkanmu yang tidak tahu apa-apa.”
“Aw!” Karena kesal Aurora dengan sengaja mencubit paha pria yang kini menjadi tunangannya.
“Rasakan! Itu adalah balasan karena telah mempermainkanku.”
Kedua sejoli itu terus saja bertengkar dengan suara yang setengah berbisik. Sementara para tamu undangan terhanyut dalam pesta yang Athura selenggarakan. Ada yang menari, ada yang bersenang-senang. Sementara raja dan ratu tampak berbincang dengan Athura dan istrinya.
Di sisi lain, Althea berdiri menatap kasihan ke arah Amayra yang terhina. Namun dalam hatinya terdapat kebencian yang semakin dalam, karena lagi-lagi Aurora bisa lepas dari jerat yang mereka ciptakan.