8. NO BODY TO BE TRUSTED

1055 Words
Suasa masih begitu mencekam di sekitar meja makan. Ruangan itu di d******i oleh suara denting sendok yang beradu dengan piring dan sesekali terdengar suara kecapan dari tiga orang yang sedang ko mengunyah makan siang itu. "So, hari ini kamu tidak sekolah, Ambar juga?" tanya sang mama. "Hmm," jawab Cecil dengan malas. Ternyata topik perdebatan dua jam lalu belum berakhir, pikirnya. "Kamu kan udah kelas tiga sekarang, jangan bolos-bolos lagi. Kamu nggak mau kan kalau kamu nggak lulus? Malu kan?" tanya sang mama pelan. Cecil memutar bola matanya, "emang ada siswa yang pengen nggak lulus? Ya, kalau otak gue nggak sanggup untuk lulus, percuma dong kalian bekerja siang malam hingga punya uang em em an," kata Cecil dalam hati. "Kamu juga udah bisa pikirin mulai dari sekarang, kamu mau kuliah dimana dan mau ambil jurusan apa," lanjut mamanya lagi. Terlihat sang nyonya rumah menyudahi makan siangnya yang hanya dua sendok nasi dan beberapa sendok sayur. "Kalau kamu mau ikut abang-abangmu di LN juga nggak papa, nanti mama daftarin kamu kuliah disana," lanjut sang mama yang hanya di tanggapi dengan kebisuan oleh Cecil. Dia benar-benar kecewa, bahkan hingga detik ini, ucapan selamat ulang tahun dari orang tuanya tidak ada. Tidak apa terlambat, itu lebih baik dari pada tidak sama sekali, kan? Apa mamanya lupa pernah melahirkan di tanggal semalam? "Ingat yang papa bilang tadi, jauhi Ambar dan teman-teman kamu yang lain, carilah orang-orang yang dapat bea siswa di sekolah kamu dan bergaul lah dengan mereka. Mereka pasti akan membawa pengaruh positif buat kamu," ulang mamanya dan membuat Cecil mulai naik darah. Mendekati mereka yang dapat bea siswa? Bisa di ajak kemana mereka itu? Mereka pasti akan mengajak Cecil ke perpustakaan setiap hari. Akan membaca dan membahas soal-soal setiap hari. Oemji, sungguh sangat membosankan. "Mereka nggak asik, belajar terus," jawab Cecil membuat papanya menatapnya tajam. "Memang itu tujuan kamu bergaul dengan mereka kan? Supaya kamu belajar dan bisa berprestasi seperti mereka," geram papanya. "Udah telat!" jawab Cecil enteng. Mau berprestasi udah di kelas tiga, sekolah aja sisa delapan bulan lagi, emang indomie, instant. "Mulutmu terus menjawab apa kata papa mama dari tadi, ini pasti karena kamu bergaul dengan orang-orang nggak betul itu." Papanya mulai murka. "Papa salah!" ucap Cecil seraya meletakkan sendoknya di atas piring yang masih tersisa dua atau tiga sendok nasi lagi. "Bukan mereka yang bawa pengaruh buruk pada Cecil, tapi Cecillah yang bawa pengaruh buruk bagi mereka. Papa jangan asal menuduh orang bersalah, padahal sebenarnya yang bersalah itu adalah anak Papa sendiri," ucap Cecil di sela-sela kunyahannya. "Papa sama Mama tahu nggak kenapa Cecil suka bergaul sama Ambar dan sahabat Cecil yang lain?" tanya Cecil seraya menatap orang tuanya bergantian. Dia tersenyum kecut lalu berkata, "Dari mereka Cecil dapat kasih sayang yang tidak bisa aku dapatkan dari orang tua dan abang-abang ku. Cecil mau tanya," Cecil menatap dua orang tuanya itu yang terpaku menatap dirinya setelah sebuah kalimat yang baru saja terlontar dari mulutnya. "Kemarin kalian dari mana?" tanya Cecil. "Ah, Cecil lupa, Mama ada kirim pesan ke Cecil, kalian akan ke KL untuk perayaan perusahaan rekan Papa, benar?" Tidak ada jawaban untuk pertanyaan ini, karena Cecil hanya mengingatkan kemana orang tuanya pergi. "Tadi malam, Cecil dan Ambar dan juga teman-teman yang lain, merayakan ulang tahun Cecil yang ke tujuh belas. Kami nyanyi dan tiup lilin bersama dan berdoa bersama. Karena itu, kami terlambat bangun pagi ini dan bolos sekolah." Cecil berdiri dan berjalan cepat meninggalkan orang tuanya. Terlihat dia mengusap pipinya kasar saat ada butiran air mata jatuh tanpa di minta. Dia bertekad tidak akan menangis dan terlihat cengeng di depan orang tuanya. Cecil berlari menaiki anak tangga. Selang beberapa detik, derap langkah berlari itu terdengar lagi dan langsung menuju pintu keluar. Kedua orang tua Cecil terperanjat saat mendengar suara mobil yang menjauh dari rumah. Mereka saling menatap sejenak. Lalu sang nyonya mengambil ponsel dan menghubungi Cecil, tidak di angkat. Hingga tiga kali percobaan dan akhirnya nomor ponsel itu tidak aktif. "Ponselnya di matikan," ujar sang nyonya. "Bentar," tuan Pujantara mengambil ponsel dan menghubungi seseorang. "Cari tahu dimana Cecil! Segera! Klik Sambungan di putuskan. Sementara Cecil, dia mengendarai mobilnya tanpa arah. Bahkan ini daerah mana pun dia tidak tahu. Dia hanya mengikuti alur jalan raya yang di laluinya. Saat ada belokan ke kanan yang sesuai arahnya, maka dia masuk ke arah itu. Begitu seterusnya hingga dia berada di depan sebuah hotel yang di pelatarannya itu banyak sekali papan bunga ucapan selamat berbahagia atas pernikahan Heru Julianto dan Lidya Concetta. Sejenak, Cecil mengamati gedung itu. Pada umumnya, gadis sepertinya akan berkhayal mengenai pernikahan impian setiap kali melihat acara pernikahan. Namun, tidak bagi Cecil. Dia tidak punya gambaran pernikahan masa depannya. Sejak kecil, dia tidak pernah berkhayal menjadi mempelai. Dan semua itu karena Cecil melihat bagaimana keadaan orang tuanya. Mama Papanya sibuk bekerja mencari uang yang katanya untuk memenuhi kebutuhan anak-anak. Tapi kedua orang dewasa itu mulai lupa, bahwa anak-anak yang mereka tinggalkan di rumah bukan cuma butuh makan dan minum s**u. Anak-anak itu juga butuh kasih sayang. Butuh waktu bercanda dan bermain bersama dengan mama dan papanya. "Semoga kalian benar-benar bahagia. Jangan lupa tujuan pernikahan kalian apa." Usai berkata demikian, Cecil melajukan mobilnya lagi dan saat dia menoleh ke kanan, dia seperti melihat seseorang yang baru saja di temuinya. "Ngapain dia disini?" monolog Cecil seraya mengamati pria yang menatap lurus ke arah hotel. Tatapannya tajam saat membaca satu per satu papan bunga dan siapa pengirimnya. Salah satu papan bunga menyita perhatiannya. "Happy wedding to both Heru and Lidya. Make me become an Aunty soon!" Itu isi papan dari sepupu Heru dan Juan yang bernama Sandra. Dalam papan bunga print out itu, ada poto kedua mempelai dan Sandra. "You all betrayed me, ah!" dengus pria bernama Juan itu. Seingatnya Sandra sangat mendukungnya bersama Lidya bahkan Sandra lah agen perumahan yang di belikan oleh Juan. "Don't trust anyone start from now on, Juan!" ucapnya pada diri sendiri. Jangankan sepupu, adik dan mama sendiri juga mengkhianatinya. Dengan teganya menusuknya dari belakang. Apa yang tidak dia berikan pada dua orang tersayangnya itu? "I give you all i have, Ru. I did everything for you. Always try to be number two after you. Tapi, inilah balasan kamu." Pria itu berjalan menuju mobilnya dan langsung melaju dengan kecepatan tinggi melintas di samping mobil Cecil yang menepi. "Gue kok jadi penasaran anjir. Apa bini si om m***m itu yang nikah? Atau ceweknya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD