Bekerja part time bagi anak SMA masih hal yang jarang di dengar di negara ini. Kecuali bagi mahasiswa.
Per hari ini, Cecil resmi menjadi karyawan di sebuah cafe yang baru buka. Dia berdua dengan Maria. Katakanlah dua orang itu sebagai karyawan ya, biar lebih keren ketimbang babu dapur kotor.
Dengan begini, teman-teman yang lain di kelasnya tidak akan bisa menebak siapa Cecil sebenarnya. Mereka akan percaya bahwa Cecil anak nakal dan tidak tahu diri dari seorang pembokat.
Masalah KTP, bereslah itu. Ada bekingan dia sekarang - papanya Maria-
Pada akhirnya, karena pengurusan KTP ini, keluarga Maria jadi mengetahui siapa Cecil sebenarnya. Awalnya mereka kaget dan tak percaya. Tapi, Cecil minta tolong untuk tetap merahasiakan ini. Cecil sedikit mengancam mereka terutama papanya Maria. Cecil bilang, dia punya koneksi yang bisa memutasi papanya Maria ke pelosok.
Hahahaha, kecil-kecil sudah berniat jadi preman sekaligus mafia pejabat.
Cecil tertawa iblis dalam hati, melihat ketidakberdayaan keluarga itu saat dia mengancam. Di tambah lagi, satu rahasia yang sudah dia ketahui mengenai Maria, makin gemetaran lah keluarga itu. Padahal, bisa saja mereka balik mengancam Cecil, kan? Kan Cecil juga ngaku hampir make out di club pada Maria.
Hari pertama kerja, Cecil sangat kesulitan. Gimana tidak. Yang dia kerjakan adalah bagian cuci piring dan membersihkan dapur. Ini sangat menyiksanya karena pekerjaan ini baru dia kerjakan.
Okelah selama lima bulan ini dia sudah bisa menyikat kamar mandi kostnya sendiri. Membersihkan kamarnya sendiri dan mencuci sebiji dua biji gelasnya. Tapi, itukan hanya dua biji dan tidak kotor sama sekali. Beda dengan yang ada di cafe ini.
Dia kira saat di tawari kerja disini, dia akan bekerja di bagian catat mencatat pesanan atau setidaknya penerima tamu mengingat wajahnya yang masih imut dan cantik walaupun mulai gersang sedikit.
"Kenapa loe?" tanya Maria yang melihat Cecil berjongkok. Wajahnya pucat dan dia hampir pingsan, sepertinya.
"Capek bangat. Gue nyerah aja, deh. Nggak sanggup gue nyuci piring gak berhenti dari tadi," keluh Cecil. Dia menunduk dan meletakkan kepalanya di atas lututnya.
"Namanya kerja ya capeklah. Mana ada kerja yang enak, gimana sih loe. Bangun ah, katanya mau nunjukin ke bokap loe kalo loe bisa hidup tanpa bantuan mereka. Ayo dong buktiin." Maria menepuk punggung Cecil beberapa kali. Dia membakar semangat Cecil untuk tidak padam saat baru mulai.
Cecil menengadah melihat Maria yang juga mengenakan pakaian sama dengannya dan juga sarung tangan karet warna kuning.
"Bantuin," ucapnya manja seraya merentangkan tangan.
"Ck, ayo!" Maria menarik tangan Cecil untuk membantunya berdiri. Saat akan melanjutkan pekerjaan, Maria mengepalkan tangan dan mengarahkannya pada Cecil.
"Demi kuliah di kampus terbaik, ayo semangat!" ucapnya mengajak Cecil tos tinju. Cecil meladeni dengan senyum merekah.
Cecil dengan menahan segala rasa ngilu di tubuhnya melanjutkan mencuci peralatan makan yang tidak berkurang malah semakin menumpuk. Di cuci satu datang tiga yang kotor. Begitu seterusnya hingga cafe tutup di malam hari. Cecil dan Maria masih melanjutkan cuci piring. Yang lain memang membantu tapi kan udah di ujungnya.
*****
"Sepertinya Nona kecil kita encok di hari pertama kerja, hihihihi," seorang Pria yang duduk di dalam mobil terkikik melaporkan keadaan Cecil saat ini. Pria itu adalah Xander. Orang yang di utus untuk menjaga gadisnya Juan.
"Menurut loe, apa dia akan kembali lagi besok kesana?"
"Kayaknya nggak. Lihat cara jalannya. Itu kayak orang tak bertulang. Hahahaha,"
"Maklumlah, ini kali pertama buat dia. Gue yakin itu."
Siapapun yang tahu siapa Cecil, mereka juga akan mengangguk maklum pada kemampuan Cecil dalam hal pekerjaan rumah. Jangankan cuci piring seabrek, beresin kasur atau bahkan lipat selimutnya aja dia mungkin tidak pernah.h
"Bos, kayaknya kalau masuk berita, ini bisa laris manis loh. Apalagi di dukung foto nona kita yang nelangsa bangat. Gimana? Kita bisa buat judul, 'Anak perempuan dari Konglomerat Pujantara bekerja part time di cafe'."
Xander terkekeh membayangkan itu. Dia bisa membayangkan wajah Pujantara yang tampan itu berubah menghitam karena menahan emosi.
"Buang jauh-jauh pemikiranmu itu Xander. Loe disana sebagai bapak asuhnya."
"Jangan ngegaslah bos. Santai. Udahlah ajak gue ngomongin hal lain bos, ini gue mau gerak ngikutin Cecil." Untuk pengintaian seharusnya kita pura-pura sibuk dengan dunia kita sendiri, agar tidak di curigai. Seperti sekarang Xander malah tertawa karena bosnya yang di seberang sana mengatakan hal-hal tang lucu bagi Xander.
Xander mengikuti Cecil dengan berjalan kaki. Dia bertindak sebagai pejalan kaki biasa yang hendak pulang.
Setelah melihat Cecil masuk ke gerbang rumah kost nya Xander lewat barang beberapa langkah lalu putar balik ke arah mobilnya.
Kostan Cecil dan tempat kerjanya hanya berjarak dua ratusan meter. Dan di larut malam seperti ini masih banyak orang di luar. Jadi tidak sepi.
Sampai di rumah tanpa mandi atau cuci kaki, Cecil langsung menghempaskan tubuhnya ke kasurnya setelah melepas sepatu dengan kakinya.
Dia tertidur pulas tidak lama setelah itu.
*****
Satu minggu di lewati dengan susah payah oleh Cecil. Dia bersyukur karena setiap kali dia ingin menyerah, Maria selalu datang dan memberi motivasi.
Selama seminggu ini juga, kegiatannya di pantau oleh orang-orang yang tidak dia kenal. Bahkan Bonur bisa melihat apa saja yang Cecil lakukan di dalam kamar melalui kamera pengintai yang di masukkan Hannah waktu itu
Itu kamera berteknologi tinggi bentuknya seperti lalat. Setelah masuk ke kamar Cecil hari itu Hannah yang jaraknya tidak jauh mengendalikannya dengan aplikasi yang di rancang untuk itu. Lalat besi itu terbang dan hinggap di atas jendela kaca. Tempat yang tidak mungkin di bersihkan oleh Cecil.
Bonur melihat Cecil masuk kamar dan langsung melemparkan dirinya sendiri ke kasur lalu tidur pulas.
Sesekali Bonur melihat Cecil menangis, mungkin karena lelah atau kangen keluarganya.
"Sejauh ini dia amanlah. Kuat juga dia, Ju. Padahal kata orang gue kayaknya gadis loe di tempatkan di bagian belakang. Tidak pernah terlihat di depan."
Bonur melaporkan kegiatan Cecil melalui panggilan telepon.
"Apa kamu bisa menghubungi pemilik cafe? Bilang padanya jangan terlalu memforsir Cecil. Sebagai penerima tamu atau kasir pasti tidak akan melelahkan."
"Bisa aja sih, tapi dengan begitu status dan siapa Cecil akan terbongkar. Bukankah loe bilang dia kabur dan sembunyi disini?"
Juan terdiam. Benar juga. Tapi mendengar bagaimana Cecil disana dan juga melihat beberapa poto yang dia terima membuat dia merasa kasihan. Bahkan sepertinya Cecil terlihat lebih kurus dari waktu dia melihat Cecil pada saat liburan.
"Ya sudah, biarkan saja. Bagaimana sekolahnya?"
"Loe tau sekolah teksas, kan?"
Juan diam, apa lagi itu? Texas yah salah satu negara bagian di USA, kan?
"Gue tebak, loe pasti nggak tahu," kata Bonur terkikik.
"Nggak usah khawatir, sekolahnya aman. Nanti saat pengumuman nggak usah deg-degan pasti lulus itu." lanjut Bonur.
"Aku masih tidak mengerti," jawab Juan.
"Dasar, teksas itu sekolah buangan para siswa nakal. Biasanya wajib lulus karena yang ujian pasti gurunya. Sudahlah jangan banyak tanya lagi. Gue tutup."
Bonur menutup panggilan. Nyesel juga dia menelepon tadi. Seharusnya by chatting aja.
Pria di seberang sana sedang memandangi poto Cecil yang berjalan keluar dari cafe. Pakaian hitam putih dan rambut pirang ombrenya di gelung.
Wajahnya letih. Sangat terlihat jelas walaupun ini hanya foto.
Ada juga poto Cecil yang menguap dan ada yang tertawa tapi tidak riang seperti biasanya.
"Kamu pasti capek bangat. Seandainya dulu kita tidak sepakat untuk menjadi orang asing, aku bisa merawat kamu," ucap Juan mengelus wajah letih Cecil di layar ponselnya.
Juan termenung dan bertanya-tanya dalam hatinya, kenapa dia menjadi begitu peduli pada Cecil?
Jika sudah sepakat menjadi orang asing, ya jadi orang asing aja.
"Apa kamu benar-benar lupa padaku? Benar-benar menganggap aku orang asing?" tanyanya pada poto itu.
Sementara Cecil yang sedang bersiap pulang sekolah lalu akan ke cafe bersin berkali-kali.
"Hah, b******k, siapa yang lagi ghibahin gue?" teriaknya kesal karena hidungnya sudah sakit.
Hacciim
"Hei! Stop!"
"Gue sumpahin loe kentut-kentut terus sakit perut kalo masih asik ghibahin gue."