Cecilia and squat adalah kumpulan gadis-gadis remaja nakal yang kurang kasih sayang. Pergaulan mereka juga sudah di atas batas normal anak SMA.
Sama seperti malam ini, birthday party yang di bicarakan squat itu adalah party ala-ala orang dewa yang doyan menenggak alkohol seraya disko-disko.
"Lama loe!" Ambar salah satu teman Cecil berteriak kesal pada Cecil yang baru saja turun dari mobilnya.
"Macet, anjiing. Hujan deras!" jawabnya santai.
"Loe udah call sepupu loe itu? Aman nih kita masuk sini?" tanya Cecil seraya menatap bangunan di depannya.
"Coctailia Kongkow Bir" nama bar tersebut dan nama itu di apit dengan lampu berbentuk bir dalam gelas.
"Aman, ada Lia juga sebagai pelicin, hihihihi."
Keduanya terkikik jahat, mengingat sepupu Ambar, sang pemilik bar ini yang mengubah nama barnya setelah tergila-gila pada salah satu sahabat mereka yang bernama Armelia.
"Mereka udah di dalam?"
"Udah, bahkan udah selesai satu ronde mungkin, saking lamanya loe sampe, monyet!"
Dua orang yang berdandan ala orang dewasa itu melangkahkan kaki sambil berangkulan ke dalam bar.
Kehidupan glamor siswa yang di karuniai keluarga kaya. Kaya harta tapi miskin akhlak dan kasih sayang. Inilah produknya. Lima gadis belia yang sedang joget-joget bersama para pria dewasa. Bahkan tidak segan menerima ciuman dari pria yang baru saja di temui.
Lima gadis sekawan yang berisikan Cecil, Ambar, Armelia, Riana dan Ester. Di luar lima gadis ini, sebenarnya ada juga remaja laki-laki yang bernasib sama dengan mereka, hanya saja kali ini tidak bisa berkumpul bersama karena sedang have fun sendirian di rumah.
"Loe beneran masih SMA?" tanya pria itu pada Cecil.
"Ya, kenapa?" jawab Cecil.
"Nggak, Gua nggak yakin aja, penampilan loe nggak ngejamin loe masih anak sekolahan."
"Ck... kuno loe. Masih menilai dari penampilan."
Keduanya berbicara sambil berteriak agar suaranya dapat di dengar.
"Loe semester berapa?" tanya Cecil pada pria bernama Putra, partner dancenya saat ini dan baru di kenalnya sepuluh menit lalu.
"Nggak tau, gue lupa."
Jawaban yang langsung di respon dengan tawa ngakak oleh Cecil. Anak kuliahan yang nggak pernah ke kampus, ya begini. Lupa udah berapa lama jadi mahasiswa.
"Loe nggak ada niatan untuk nanya ke kampus loe?" tanyanya masih dengan sisa tawa.
"Malas gua, kampus gua ribet!"
Emangnya ada kampus yang nggak ribet? yang ribet itu sebenarnya kamu, bambang!
"Lucu loe, sakit perut gua. Gua harap, gua nggak amnesia kayak loe pas gua nanti jadi mahasiswa," jawab Cecil mulai merentangkan tangan ke arah bahu pria itu karena mengikuti alunan musik yang berubah jadi sedikit melow. Tidak ada penolakan dari pria itu, tangannya justru mendarat cantik di bokonng Cecil lalu menjalar hingga ke punggungnya.
Keduanya terlarut dalam alunan musik sama seperti yang lainnya. Pemandangan mengerikan terpampang nyata di depan mata dimana banyak pasangan yang saling memagut satu sama lain bahkan meraba-raba bagian yang tidak seharusnya di raba.
Kehidupan masa kini yang di banggakan oleh mereka-mereka yang lupa dosa, yang tidak bisa menjaga diri untuk masa depannya. Mabuk dan sekks bebas seolah-olah suatu hal yang wajar bagi mereka.
"Sweet just like cherry," puji Putra pada Cecil usai memagut bibir ranum Cecil.
Mendengar pujian itu, rona merah di pipi Cecil menjalar hingga ke telinganya. Bibir dan matanya tersipu malu. Khas ABG yang sedang di gombali.
Melihat tingkah malu-malu Cecil, Putra tersenyum karena mendapat mangsa malam ini. Dia mendekatkan wajah sekali lagi dan mulai merasai bibir Cecil lagi. Tidak ada penolakan bahkan seperti di terima dengan lapang d**a.
Ciuman itu berubah menjadi lebih panas, tangan sudah berada dimana-mana dan hawa tubuh sudah naik.
"Stay with me tonight, Let's spend the hot night together." Mata memerah menunjukkan hasrat yang sudah memanas dan siap di tuntaskan. Kening keduanya menyatu, dan bibir masih menyisakan saliva di sudut-sudutnya.
"Sorry, gua bukan penganut ONS!"
Usai mengatakan hal itu,Cecil melepaskan tangannya dari bahu pria itu. Dia berbalik dan langsung meninggalkan pria itu di floor dance tanpa memandangnya lagi.
Putra, pria yang baru saja di tolak itu, mengumpat kesal karena gagal membawa gadis belia itu ke ranjangnya.
"Brenggsek, Siaalan!"
*****
Cecil duduk di kursi menghadap bartender yang sedang meracik minuman untuknya. Sweet Sunrise Moctail . Minuman non alkohol yang kerap di pesannya ketika dia sedang berada di bar. Selain itu, dia akan melihat sang bartender meraciknya. Dia tidak mau kecolongan kayak si Ambar yang pernah di campur obat di minumannya.
"Wanna try another one besides Sunrise Moctail?" Suara berat seorang pria menyapa pendengaran Cecilia.
Dia menoleh dan mendapati seorang pria maskulin sedang duduk dan baru saja meletakkan gelas coctailnya di meja bar.
"No, thanks," jawabnya singkat. Kemudian dia mengedarkan pandangan mencari teman-temannya. Suatu kegiatan yang sebenarnya sia-sia, karena dia sudah bisa menebak dimana para gadis itu berada sekarang. Yang pasti, sudah ada di salah satu kamar atau di meja paling sudut dan sedang tindih-tindihan dengan pakaian yang nyaris terbuka.
"Alone?" tanya pria itu lagi untuk menarik perhatian Cecilia.
"No, bareng teman!" jawab Cecil lalu menyesap minumannya yang sedari tadi di pegangnya.
"It's not the way to feel the Moctail," protes pria itu karena melihat Cecil menandaskan minumannya dalam sekali teguk.
"I don't care. Kalau gue mau minum sekaligus siapa yang keberatan. That's mine. Gue nggak butuh pendapat loe." Jawaban culas dari seorang remaja SMA pada pria yang jelas-jelas terlihat jauh lebih tua di atasnya. Sungguh sangat bermoral ya!
"I just wanna tell you. Akan beda rasanya jika di sesap sedikit demi sedikit."
"Anjiir, gue kira nggak bisa ngomong indo loe, ternyata lancar bae. Sok-sokan inggris padahal muka loe medok gitu." Jawaban sopan yang kedua dari mulut Cecil.
"Dari penglihatan saya, kamu ini masih belia. SMA? Atau tingkat satu?" tanya pria itu lagi.
"Apa peduli anda, tuan?" jawaban kesal yang sangat terkesan mengejek.
" Jika masih SMA, seharusnya tidak bisa ke tempat seperti ini. Di bawah umur."
"Hahahaha, di bawah umur. Syukurnya gua nggak, Gue sekarang pas di batas minimum," jawab Cecil kala mengingat hari ini adalah ulang tahunnya yang ke tujuh belas. Batas minimum masuk bar.
"Seharusnya Om yang nggak boleh disini dan minum ini. Nggak takut ketahuan bini di rumah?" tanya Cecil seraya menunjuk gelas pria itu dengan dagunya.
"Stop!" potongnya dengan mengangkat telapak tangan ke arah pria itu tepat saat pria itu hendak memberikan jawaban pada Cecil.
"Jangan bilang Om ini masih lajang atau duda. Nggak mempan buat gue."
Kelakuan para hidung belang, ngaku-ngaku single padahal sudah berbuntut. Bagi sebagian gadis di bar itu tidak masalah selama bisa mendapat kesenangan plus cuan.
"Pria kayak Om ini udah di luar kepala gue. Udah gue red note. Cuih, kalau belum bisa setia sampai mati jangan berani-beraninya nikahin anak orang." Pemikiran dewasa dari seorang gadis belia.
"Huh, Bukan cuma otakmu, mulutmu juga ternyata perlu di ajari." Gerutuan pelan dari pria itu.
"Hei, anak sekolahan, gadis bau kencur sepertimu seharusnya berada di rumah dan sedang belajar. Jangan mengisi otakmu di tempat seperti ini. Sebaiknya kau pulang, sebelum om om disini menyeretmu ke ranjang mereka." Nasihat baik dari seorang pria yang sudah mulai pusing tapi masih bisa berpikiran lurus.
"Om om disini atau situ?"