Pagi hari keluar dari hotel dengan pakaian yang sedikit terbuka dan penampilan yang awut-awutan bukanlah reputasi yang bagus bagi seorang perempuan. Walaupun mereka tidak melakukan hal yang negatif seperti yang ada di pikiran orang-orang.
Begitu juga dengan keadaan Cecilia sekarang, beberapa mata mengarah padanya dan ada yang berbisik-bisik.
"Silahkan ngomong dan nilai sesuka hati kalian. Gue nggak peduli," ucapnya pelan. Tangannya yang kosong merogoh waist bagnya dan mengambil ponsel. Sekali lagi melakukan panggilan pada nomor temannya Ambar. Tidak ada jawaban.
"Kemana lagi babi yang satu ini?" ucapnya kesal karena lagi-lagi panggilannya tidak di terima.
Tak habis akal, dia melakukan panggilan ke nomor lainnya.
"Angkat dulu Lia. Jangan kebo!" Cecilia bersungut-sungut pada ponsel yang sambungannya belum di jawab.
Hampir putus asa, dia celingukan mencari taksi. Lebih baik dia pulang saja.
"Hallo!" sapaan suara bariton dari seberang sana saat detik-detik terakhir panggilan akan terputus tanpa di jawab.
"Hallo, Cecilia. Hallo... Hallo..."
Cecilia menjauhkan ponsel dari telinganya. Ingin memastikan nomor yang dia panggil benar atau tidak.
"Benar, ini siapa sih?" batinnya setelah memastikan kontak yang di hubungi.
Sedangkan pria yang menjawab panggilan di ponsel kekasihnya hanya berdecak karena Cecilia seperti tuli tiba-tiba.
"Cecilia, ini Alex. Kamu masih disana? Hallo..."
"Bang Alex?" Ragu-ragu Cecil bertanya.
Masa sih suara Alex seberat ini? Kok kayak berkarismatik gitu. Biasanya melempem, batin gadis itu.
Tidak tau saja dia, Alex bisa melempem jika ada Armelia di dekatnya saja.
"Ya. Kenapa kamu nelpon pagi-pagi? Lia masih tidur. Kamu dimana? Semua orang kecarian."
Nadanya datar sih, tapi seperti ada kemarahan yang tertangkap oleh Cecilia. Apa dia yang pergi dengan om-om tadi malam bikin kegemparan?
"Maaf, Om. Cecil lupa kirim pesan."
"Lupa atau tidak sempat?" tanya pria itu mengintimidasi.
"Satu lagi. Jangan panggil aku Om. Aku nggak pernah daftar jadi adik dari mama atau papamu. Aku juga nggak pernah menikah dengan tantemu." Pria yang menolak tua. Emangnya harua adik dari orang tua atau suami dari Tante kita yang jadi Om?
Pria setengah tua pokoknya udah jadi om lah itu.
"Iya, Lex" jawab Cecil mengulum senyum.
"Apa?" Pria itu berang, karena di panggil namanya.
"Alex. Salah lagi? Mau loe apa? Di panggil Om nggak mau karena bukan suami tante gue, bukan adik bonyok gue. Padahal kan loe emang om-om. Mau loe di panggil abang? Loe kan bukan tukang bakso atau tukang sate bukan anak mamak gue juga. Heran sama loe. Mana Lia? Tolong bangunin. Gue mau ngomong." Suaranya yang meninggi dan merepet seperti kereta api tanpa rem mengundang perhatian orang - orang di sekitarnya.
Alex yang mendengar di seberang sana hanya bisa menghela napas berat. Sudah biasa menghadapi gadis-gadis belia miskin moral dan sopan santun ini.
"Tunggu sebentar!"
Sambil menunggu Lia bangun, Cecilia berjalan ke arah barisan taxi di sekitar hotel.
Dia masuk ke salah satunya dan berkata pada supirnya mengarah ke bar milik Alex. Jika teman-temannya tidak ada disana, dia hanya akan mengambil mobil yang di tinggal disana tadi malam. Jika temannya masih disana. Bagus. Artinya mereka bisa tiup lilin sekali lagi walau sudah lewat beberapa jam.
"Hallo...." Terdengar sapaan malas kas bangun tidur di seberang.
"Lia, loe sama yang lain atau cuma sama sudy loe?"
"Cecil?" Teriakan Lia membangunkan yang lain.
Semua pada mendekat bertanya tanpa antrian. Semua isi pertanyaan "loe dimana?" "Pergi sama siapa?" "loe baik-baik aja?"
Teman-temannya khawatir. Membuat Cecil sedikit terharu. Bahkan udah lewat tanggal kelahirannya orang tuanya belum mengatakan apa-apa.
"Kalian dimana? Gue otw ke bar, mau ambil mobil."
Jarak hotel dengan Bar tidak terlalu jauh. Semalam aja mereka hanya jalan kaki dengan dia di punggung orang tak di kenal itu.
"Cepetan kesini kalo gitu. Kami di bar."
*****
Alex hanya menggeleng saja melihat kelakuan lebay para ledis itu. Hanya berpisah beberapa jam aja bisa melakukan acara reunian dengan begitu dramatis. Bahkan ada yang nangis.
"Loe beneran nggak papa?"
"Iya, gue oke."
"Yang bawa loe semalam siapa?"
"Gak tau."
"Jadi loe nggak kenal? Tapi kata loe, kalian rayain ultah loe di hotel."
"Iyah, tapi gue nggak kenal."
Keempat gadis itu saling bertatapan. Tiba-tiba Ambar bertanya. "Dia bukan pria hiidung belaang atau calon sudy loe kan?"
"Nggak tau dia orang belang atau nggak, tapi beneran gue nggak kenal. Namanya pun gue nggak tau. Nama gue juga nggak gue kasih tahu. Tuh, di kuenya gue di bilang gadis cantik," Jawab Cecilia sumringah seraya mengibaskan rambutnya.
"Wah, double jackpot dong loe semalam. Loe senang-senang kita disini yang ruwet cari loe kemana-mana. sampe-sampe gue mau cek satu-satu kamar di bar ini, tau nggak."
Ester salah satu dari gadis itu berkata lalu menguap lebar. "Gue masih ngantuk bangat. Semalam gue nggak bisa tidur karena mikirin loe lagi dimana," lanjutnya dan di angguki yang lain. Keempat gadis itu sepakat secara batin tidak bisa tidur semalaman karena mencari Cecil kemana-mana dan tidak ketemu.
Cecil merasa bersalah dan meminta maaf.
"Kalau kalian tidur lagi, emang kita nggk sekolah? Udah jam tujuh nih," ucap Cecil pada keempat sahabatnya yang katanya mau lanjutin tidur lagi.
"Hari ini aku mau bolos," jawab Ambar dan di angguki oleh yang lain juga.
"Kita nggak tiup lilin lagi?" tanya Cecil. "Kalian nggak siapin kue untuk gue? Kalo misalnya gue gak sama orang lain, kalian nggak punya kue ultah buat gue? Jahat bangat kalian." Cecilia berang karena teman-temannya berubah jadi kayak orang tuanya yang tidak peduli.
Pipinya memerah karena memikirkan orang yang dia benci akan bertambah lagi.
Tiba-tiba dari arah pintu kamar masuk seorang pria tua dengan kue ulang tahun di tangannya dan jug lilin menyala angka tujuh belas.
"Happy birthday Cecil,," Alex menyanyikan lagu ulang tahun itu dan di ikuti oleh gadis-gadis disana itu seraya bertepuk tangan.
"Bukan nggak mau rayain begoo, tapi semalam loe hilang. Lilinnya nggak jadi di tiup."
Kelima sahabat di tambah pria menolak tua itu bertepuk tangan dan bernyanyi bersama-sama. Lalu setelah acara tiup lilin selesai, tiap-tiap orang mendapat satu suapan kue dari sang birthday girl.
Tak terkecuali Alex. Walau dengan wajah datar, dia juga menerima suapan dari Cecil. Bahkan ikut juga menyuapkan kue seperti yang lain.
"Jadi, kalian semua bolos hari ini?" tanya Alex dengan gelengan kepala. Tanpa di jawab pun sudah jelas yes jawabannya. Jam pelajaran sekolah mulai tiga puluh menit lagi. Tapi para ledis ini masih saja berselimut dia atas ranjang.
"Kalian sudah kelas tiga loh, nggak boleh bolos - bolos lagi."
Lima orang itu hanya memutar bola mata malas. Sekolah lagi, sekolah lagi. Kenapa itu itu saja pembahasan para orang tua itu?
Melihat respon para ledis membuat Alex memilih untuk undur diri dari kamar miliknya itu. Apalagi tatapan pacarnya yang sudah menusuk sampe ke ulu hatinya.
Saat dia hendak menutup pintu kamar, Alex menyembulkan kepalanya ke dalam seraya bertanya,
"Cil, are you still virgin?"