Hati yang rapuh

1658 Words
Marina menatap kearah suaminya ragu. Sejak pertemuannya dengan Henry di Mall, Geno bersikap biasa saja. Tapi ada sikap yang berbeda dari Geno, ia tampak menghindari Marina. Ada rasa bersalah dihati Marina akan sikapnya dan Henry pada hari ini. Ia sendiri tak menyangka bahwa secara tak sengaja ia akan bertemu Henry dan sampai pengungkapan perasaan Henry pada Geno. Kini, Geno belum banyak berbicara sejak mereka pulang. Marina tergerak untuk menemui Geno. Walau tak ada rasa di hatinya untuk pria itu, bagaimanapun Geno adalah suaminya. Marina mengunjungi Geno yang sejak datang mengurung dirinya di ruang perpustakaan yang sering digunakan sebagai ruang kerjanya jika berada dirumah. Terlihat Geno tengah duduk termenung menghadap ke jendela sampai ia tak menyadari kehadiran Marina. “Mas,” sapa Marina ragu. Geno menoleh sesaat dan menatap Marina dengan pandangan datar. Ada perasaan takut dihati Marina jika Geno marah padanya dan mengadukan pertemuan mereka dengan Henry pada sang ayah. Geno tampak menghela nafas panjang dan membiarkan Marina untuk duduk disisinya. “Kamu marah ya?” tanya Marina kikuk. Geno hanya diam. Ia sedang tidak marah walau sempat dongkol karena keberanian Henry mengatakan padanya bahwa mereka masih saling mencintai dan masih ingin bersama. Mata Geno hanya bisa bergerak menatap dua buah buku kecil berwarna coklat dan hijau, buku pernikahannya dengan Marina. Ia merasa sangat kacau. Disisi lain ia tak bisa kembali kepada keluarganya karena mereka semua tengah menunggu kehancuran usaha mereka, disisi lain ia pun belum diberikan kepastian oleh pak Herman untuk posisi dan lainnya padahal ia telah menikahi Marina secara resmi dan sah. Kini, perempuan disampingnya ini diminta kembali oleh kekasihnya agar mereka kembali bersama. Geno menghela nafas panjang, selama 35 tahun kehidupannya ia telah mengalami hal yang lebih berat dari hal ini, tapi ketika segala urusan pribadi datang dalam saat yang bersamaan ia merasa sedikit kacau dan kalut. “Mas,” panggilan kedua kalinya dari Marina kini benar-benar menyadarkan Geno. “Aku ingin bertanya padamu Marina, apakah kau benar-benar ingin kembali bersama Henry?” tanya Geno dengan suara tenang tanpa menoleh menatap Marina. Marina hanya diam, tenggorokannya terasa tercekat. Disatu sisi di dalam hatinya ia masih ingin bersama Henry karena sampai detik ini tak ada pria lain yang bisa mengerti dirinya sedalam dan sepengertian Henry. Disisi lain, logikanya berbicara bahwa tak akan semudah itu mereka berdua bisa bersama. Apalagi akan ada anak diantara Henry dan Dea. Akhirnya Marina hanya bisa menggelengkan kepalanya. “Aku gak tahu mas,” jawab Marina gugup. “Kamu tak bisa begini terus! Kamu harus bisa menentukan sikapmu!” gumam Geno gusar melihat ke labilan Marina. “Jika kamu memang ingin kembali bersama Henry, aku akan bilang pada pak Herman sekarang. Aku juga tak ingin membuang-buang waktuku! Aku gak suka tak dihargai sebagai suami!’ jawab Geno ketus. Perasaan kalutnya membuat Geno menjadi emosi. “Halah, kamu juga menikahiku karena iming-iming papi!” ujar Marina merasa terpojok dan seolah bersalah melihat reaksi Geno yang mendadak galak. “Iya, memang! Tapi sampai saat ini aku belum mendapatkan apa-apa yang ia janjikan. Sisanya apa yang aku raih sampai posisi ini karena usahaku sendiri! Trus kamu mau apa? Mau menjadikan alasan itu untuk pembenaran hubunganmu dengan Henry?! Begitu?!” “Dasar munafik! Seharusnya kamu gak perlu sok-sok an bilang untuk suruh aku menerimamu tadi!” ucap Marina marah karena merasa terpojok dengan ucapan Geno. Ia segera berdiri dengan perasaan marah tetapi Geno segera menarik tangan Marina agar tak keluar dari ruangan. “Pembicaraan kita belum selesai!” ucap Geno kesal sambil menahan Marina tapi Marina berontak dan mencoba melepaskan genggaman tangan Henry di lengannya. “Lepas!” “Dasar manja! Coba sesekali kamu belajar untuk menyelesaikan masalah tanpa pergi!” “Aku gak mau bicara denganmu! Kamu menyebalkan! Munafik! Pura-pura bersikap baik tapi sekarang malah marah-marah begini!” “Siapa yang gak marah lihat istrinya diminta laki-laki lain!” “Sok perhatian! Kamu sekarang bisa menganggapku istri tapi disaat yang sama mas Geno juga tak ingin ada orang lain yang tahu kalau kita sudah menikah! Munafik!” “Aku punya alasanku sendiri dan pak Herman juga tahu alasannya!” ucap Geno gusar. Marina segera menggigit tangan Geno dan Geno berteriak kesakitan sehingga ia terpaksa melepaskan tangan Marina. Marina segera berlari keluar perpustakaan dan berlari dengan kencang. Geno segera menyusulnya dengan perasaan marah. Marina berusaha menutup pintu kamar dan menguncinya tapi Geno sempat menahannya dengan tangannya sampai tangannya sempat terjepit pintu dan membuat teriakan keras dari mulut Geno. Mendengar teriakan Geno, Marina jadi terkejut dan bergerak mundur sehingga Geno bisa segera mendorong pintu untuk masuk dan menutupnya dengan keras. Marina berlari dan berteriak menuju kamar mandi tapi Geno berhasil menangkapnya dan menghempaskan tubuh Marina ke atas sofa kecil di depan ranjang. “Ada apa ini?! Buka pintunya!” terdengar suara Linda dari luar kamar dan membuat Geno spontan menjatuhkan tubuhnya diatas tubuh Marina dan segera melumat bibir perempuan yang sedang kesakitan karena tertiban tubuh Geno. BRAK! Pintu kamar pun terbuka lebar dan terlihat Linda, Dewo dan bu Rusti berdiri cemas di depan pintu kamar Geno dan Marina. “Apa-apaan sih kalian! Aku pikir kalian bertengkar ternyata h***y!” ucap Linda kesal karena sempat merasa cemas mendengarkan teriakan Marina dan Geno saat melihat Geno tengah berciuman dengan Marina. Ada perasaan lega di hati Geno karena Linda, Dewo dan Bu Rusti menganggap ia dan Marina tengah b******u. “Bisa gak kalau lagi birahi jangan kaya kucing?! Berisik dan bikin kaget aja!” tegur Linda pada Geno yang tengah melepaskan ciumannya dari mulut Marina lalu mereka berdua berusaha untuk duduk. “Maaf, kami sedang bercanda,” ucap Geno sambil melirik ke arah Marina yang tampak kesal dan ingin menangis. Linda pun segera pergi diikuti oleh Dewo yang menatap Marina dengan pandangan tak menentu sambil menutup pintu kamar Geno dan Marina. Melihat pintu sudah ditutup Marina segera memukuli Geno dengan bantal sofa, sedangkan Geno tampak tak peduli karena pergelangan tangannya terasa sakit terjepit pintu. Melihat suaminya kesakitan, Marina menghentikan pukulannya dan menatap Geno cemas. Geno pun menatap Marina dengan pandangan yang sama. Entah apa yang merasuki mereka berdua, karena sepasang suami istri itu bertengkar dengan kasar. “Kamu gak apa-apa?” tanya Geno sambil menahan sakit dan memegang tangannya kuat-kuat dengan tangannya yang lain. “Tanganku sakit, dadaku juga sakit!” rengek Marina kesal lalu mencoba melihat tangan Geno yang cedera. “Apa gak lebih baik kita bawa ke dokter aja mas, takutnya retak. Pintu kamar kita itu cukup tebal dan keras.” Geno mengangguk dan menyetujui ucapan Marina. Akhirnya Marina meminta supir rumah untuk mengantarkan mereka berdua ke rumah sakit. *** Geno menatap pergelangan tangannya yang dibalut perban. Pertengkaran dirinya dan Marina menghasilkan sebuah retakan halus di pergelangan tangan kanan Geno. Marina menatap Geno dengan pandangan bersalah dan takut. “Maaf ya mas,” ucap Marina berbisik sambil menuntun suaminya masuk ke dalam mobil. Geno hanya diam, ia sedang tak ingin berkata apapun karena perasaannya sendiri tengah tak stabil. Lagi pula itu bukan salah Marina, ia tak sengaja menjepit tangannya. Sesampainya dirumah, Marina mencoba membantu suaminya untuk berganti pakaian. Walau bisa melakukannya sendiri tapi wajah Geno tak bisa menyembunyikan rasa ngilu dan sakit walau sudah diperban. “Aku mau mandi, kamu bisa tolong aku?” pinta Geno pada Marina karena tubuhnya terasa tak nyaman setelah pulang dari rumah sakit. “Mandi?” “Iya, tolong gosok tubuhku. Agak sulit untuk mandi dengan sebelah tangan tak boleh basah.” Walau ragu Marina akhirnya menurut, sepasang suami istri itu masuk ke dalam kamar mandi bersama. Lalu Marina mengisi bathtub dengan air dan membantu Geno melepas seluruh pakaiannya. Marina segera memalingkan wajahnya saat Geno masuk ke dalam bathtub tanpa mengenakan apapun. “Kenapa memalingkan muka? Bukan pertama kali kamu lihat aku telanjang bukan?” ejek Geno sambil tersenyum jail melihat wajah Marina memerah. Marina hanya diam lalu mulai membasuh tubuh suaminya dan menggosok punggung Geno perlahan dengan Loofah. Marina memandangi punggung lebar dan atletis milik Geno. Pria ini adalah pria pertama yang ia sentuh tubuhnya secara utuh. Bahkan sebelum menikah pun Marina menjaga dirinya sendiri agar tetap perawan. Secinta apapun dirinya pada Henry ia belum pernah menyentuh tubuh Henry seperti ia menyentuh tubuh Geno. Terbayang kembali saat Marina menyadari bahwa dirinya mabuk dan tertidur polos bersama Geno. Lagi-lagi pria ini yang menyentuh tubuhnya pertama kali. “Kenapa?” tanya Geno tiba-tiba merasakan bahwa sepertinya Marina tengah melamun karena menggosok tubuhnya ditempat yang sama berulang kali. “Nggak ada apa-apa,” jawab Marina cepat dan kembali menyelesaikan pekerjaannya. “Marina,” panggil Geno pelan. Marina menghentikan gerakannya membantu mengeringkan tubuh Geno dan memakaikan bathrobe saat dipanggil Geno. Ia segera menengadah ke arah wajah Geno yang bertubuh tinggi. “Maafkan aku jika tadi bersikap kasar padamu. Apapun yang kamu pikirkan, aku menikahimu dengan serius dan sungguh-sungguh. Aku tahu belum ada perasaan diantara kita, tapi aku tahu kamu bisa menerimaku.” Geno segera mencium bibir Marina lembut. Marina menutup matanya spontan. “Adakah getaran dihatimu saat aku mencium bibirmu?” tanya Geno lagi. Marina menggelengkan kepalanya perlahan. “Bersabarlah, aku pasti bisa membuat jantungmu berdegup kencang saat melihatku, bibirmu rasanya seperti disengat listrik saat kucium dan kamu dadamu rasanya ingin meledak saat rindu padaku.” “Ihhh, mas Geno bicara apa sih?! Tak segampang itu aku jatuh cinta! Kali aja malah sebaliknya!” protes Marina menyembunyikan rasa malu dirayu Geno untuk pertama kalinya. “Ohya?! Coba kita buktikan siapa yang akan duluan jatuh cinta,” pancing Geno sambil mendekatkan tubuh istrinya ke tubuhnya. Marina hanya mendelik lalu mendorong tubuh Geno sehingga suaminya terduduk disofa. “Lebih baik mas Geno makan malam sekarang, nanti aku ambilkan setelah itu minum obat. Biar pikirannya tenang dan gak kebanyakan halu soal cinta.” Geno segera mengambil salah satu tangan Marina dan mencium punggung tangan Marina lembut. “Aku tunggu kamu disini karena aku ingin disuapi,” “Ihhh, manja banget! Ngerepotin!” keluh Marina sambil merengut tapi perempuan itu tak sadar jika Geno bisa melihat semburat merah jambu dari pipi Marina yang bersih. Marina pun segera pergi keluar kamar menjauhi suaminya sebelum ia benar-benar merasakan degup jantungnya berdebar kencang. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD