Sebuah Rahasia

1268 Words
Malam telah larut saat Marina dan Geno sampai ke tempat tinggal kediaman keluarga pak Herman. Sebagai pengantin baru tak ada orang yang menyambut mereka saat sampai dirumah. Pak Herman sudah tidur, Linda entah dimana sedangkan Dewo juga belum pulang padahal waktu sudah menunjukan waktu hampir jam 12 malam. Di dalam rumah itu hanya kamar Marina yang berubah ruangan. Awalnya ia menempati kamar jauh lebih kecil dibandingkan kamar yang ia tempati sekarang. Kamarnya kali ini berada di lantai dasar dan dibagian belakang rumah, sehingga ia seolah mendapatkan kamar dengan tamannya sendiri. Bahkan ada kursi dan meja yang bisa digunakan sarapan bersama dengan Geno di teras belakang. Berbeda dengan Linda dan Dewo yang menempati rumah paviliun besar dibagian belakang rumah. Geno tampak sibuk memeriksa pakaian dan barang-barang pribadinya yang dipindahkan dan disusun saat ia tak berada disana. Sedangkan Marina memutuskan untuk menuju dapur dan mencari buah-buahan yang bisa dikunyah agar mulutnya penuh dan tak berbicara dengan Geno. “Kamu sudah pulang Mar?” tanya seseorang mengejutkan Marina. Terlihat Dewo masuk ke dalam dapur dan memergoki Marina tengah memotong-motong apel. “Baru pulang mas?” tanya Marina sambil mengusap dadanya sesaat untuk menenangkan rasa keterkejutannya. “Selamat yaa,” tiba-tiba Dewo menghampiri Marina dan memeluknya erat lalu memberikan kecupan di kening adik iparnya. “Makasih,” jawab Marina sembari memalingkan wajahnya dan menyibukan diri untuk memotong apel yang lain. “Aku sedih, kini kamu sudah menikah,” bisik Dewo ditelinga Marina dan kembali memeluknya erat sebelum melepaskan gadis itu lagi. “Mbak Linda mana mas?” tanya Marina cepat mencoba menghilangkan kecanggungannya. “Untuk apa kamu tanya dia dimana? Entah dia dimana sekarang. Mungkin masih asik dengan teman-teman wanita bahkan pria,” gumam Dewo mengambil sepotong apel dari piring Marina dan menikmatinya perlahan. “Seharusnya kamu yang jadi istri aku, bukan Linda,” ucap Dewo lagi dan kali ini mencubit gemas pipi Marina. Marina hanya diam lalu berpamitan kepada Dewo. “Sudah dulu ya mas, suamiku menunggu di kamar,” pamit Marina berusaha sopan. “Aku tak suka mendengarmu memanggil Geno suami, dia tak pantas untuk kamu.” “Tapi sekarang dia sudah menjadi suamiku, kalau mau protes seharusnya mas Dewo protes sama papi.” Marina segera membawa piring apelnya tapi Dewo menghalangi langkahnya. “Mas, permisi…” “Aku masih kangen sama kamu,” “Halah, mas Dewo bisa aja! Sudah ya, mas Geno nungguin.” Marina segera berjalan melewati Dewo, tak ada yang tahu bahwa kakinya terasa gemetar dan jantungnya hampir melompat keluar karena takut. Ada yang berbeda dengan sikap Dewo pada Marina sejak ia menikah dengan Linda. Dulu Marina menyukai dan menyayanginya karena Dewo selalu membelanya jika dibully oleh Linda. Tapi makin lama ia merasa bahwa sikap Dewo padanya tak hanya seperti sikap seorang kakak kepada adiknya tapi sebaliknya. Dewo yang dewasa dan tampan, tentu saja membuat Marina terbuai dengan perhatiannya, tapi untungnya gadis itu masih bisa mengendalikan dirinya saat Dewo ingin menyentuhnya lebih. Disaat yang sama Henry hadir menjadi kekasihnya sehingga pada akhirnya ia sibuk menghabiskan waktunya dengan kekasihnya. Namun, Marina yang penakut dan selalu merasa tidak enak tak pernah mampu menghindari sikap Dewo yang selalu berlebihan jika mereka sedang berdua. Marina mencoba menarik nafas panjang dan menenangkan pikirannya ketika kembali ke kamar barunya. Ia baru menyadari bahwa Geno membawa semua barang pribadinya ke rumah itu. “Mas, kita gak akan pindah ya?” “Pindah? Untuk apa kita pindah? Pak Herman sudah menyuruh kita untuk tinggal disini,” jawab Geno sambil mengernyitkan dahinya. “Kenapa kita gak tinggal di apartemen mas Geno aja?” tanya Marina setengah merengek. “Di Apartemenku tempatnya sangat kecil, lebih enak dirumah ini, kamu kenapa sih?” tanya Geno heran dengan sikap Marina. Marina terhenyak sesaat lalu menggelengkan kepalanya. “Aku cuma bosan tinggal disini!” jawab Marina cepat dan bersikap seperti anak kecil karena menghentakan kaki. Geno tampak tak peduli lalu melirik pada sebuah piring dengan banyak potongan apel. “Kamu habis makan apel sebanyak itu?” tanya Geno heran. “Gila! Banyak banget!” pekik Marina terkejut sendiri dengan hasil karyanya. “Duh, mubazir!,” gerutu Geno sambil duduk disofa untuk beristirahat sebelum tidur sambil menonton film. Marina segera duduk disamping Geno dan menyuapinya paksa bergantian dengan dirinya agar apel itu cepat habis. “Aku kenyang Mar,” tolak Geno saat sadar tangan Marina masih mengarah kearah mulutnya tanpa bergerak setelah ia makan beberapa potong apel yang disodorkan. Tak ada jawaban. Mata Geno membulat saat menoleh dan melihat Marina tertidur sambil duduk dengan posisi memegang garpu yang ditusuk apel, sedangkan di mulutnya sendiri masih ada apel yang dikulum Marina belum terkunyah karena keburu tidur. Ia benar-benar tak menyangka untuk urusan tidur Marina bisa sampai seperti itu. Perlahan Geno menekan rahang Marina agar membuka mulutnya lalu mengambil potongan apel yang tersisa dari mulut istrinya dan membungkusnya dengan tissue sebelum melemparnya ketempat sampah. Marina pun terbangun dan seperti orang setengah sadar menatap Geno dalam. “Tidur sana,” suruh Geno masih tak habis pikir dengan ulah Marina. Tanpa disuruh dua kali Marina segera memberikan garpunya pada Geno dan beringsut menaiki sofa untuk merangkak ke atas ranjang dan tertidur dengan posisi sembarangan. Geno hanya menggaruk kepalanya sesaat lalu kembali memalingkan mukanya untuk kembali nonton. Geno kembali menoleh ke arah Marina yang tidur menguasai ranjang besar lalu tergoda untuk ikut naik dan berbaring disampingnya. Memperbaiki posisi tidur Marina membuat Geno menyentuh banyak bagian tubuh istrinya yang tampak tak peduli. Ia pun kembali tergoda untuk mencium Marina. Walau tak ada rasa cinta, tapi perempuan disisinya ini berwajah cantik dan seolah menggodanya untuk disentuh. Beberapa kali Geno mencuri ciuman dari bibir Marina lalu mulai turun perlahan mencumbu lehernya. Marina mendesah perlahan saat Geno hendak meninggalkan tanda di leher Marina dengan menghisapnya. “Geli Hen…” gumam Marina sembari menjauhkan wajah Geno dari lehernya dan membalikan tubuh agar Geno tak mengganggunya. Geno hanya terdiam ketika ia sadar, lagi-lagi Marina memanggil nama pria lain saat bersamanya. Ia tak merasa terganggu dan memaklumi jika Marina masih menyimpan perasaan pada mantan kekasihnya. Geno yang tampaknya belum puas memainkan boneka hidupnya segera menarik Marina ke dalam pelukannya, mencumbunya beberapa kali sampai Marina merengek marah tak mau diganggu dengan matanya tertutup rapat. Tapi Geno puas. Geno membaringkan tubuhnya lalu kembali menarik perlahan tubuh Marina ke dalam pelukannya. Ditarik seperti itu Marina sempat terjaga tapi ia segera merebahkan kepalanya bersandar di d**a Geno dan membiarkan Geno memeluk tubuhnya erat. Kini sebagai suami ia memiliki seseorang yang sah untuk melampiaskan hasratnya. Geno dan Marina tak menyadari ada seseorang yang sempat melewati jendela kamar mereka dengan sengaja dan berhenti beberapa saat seolah mencoba mendengarkan suara-suara di dalamnya. Seseorang itu adalah Dewo. Tak lama kemudian Dewo memutuskan untuk pergi kembali ke tempatnya bersama Linda paviliun belakang. “Apa si pengantin baru itu sudah pulang?” tanya Linda yang tengah membersihkan wajahnya saat melihat suaminya masuk ke dalam kamar. Dewo hanya mengangguk dan membuka pakaiannya untuk membersihkan diri. “Kok murung? Patah hati ya? Pacar kecilnya sekarang jadi istri orang?” goda Linda sambil tertawa kecil mentertawakan suaminya. Dewo hanya melirik santai pada Linda lalu berkata, “Bukannya kamu yang sekarang kehilangan teman m***m? Karena ia telah menjadi suami adikmu.” “Akh, jika aku mau, aku bisa mendapatkan siapapun yang aku inginkan. Kamu gak cemburu kan suamiku sayang?” goda Linda sembari melangkah mendekati Dewo dan mendorong suaminya keranjang lalu menggodanya dengan memberikan cumbuan-cumbuan panas. Dewo pun membalas cumbuan istrinya dengan b*******h lalu mereka berdua saling menatap penuh cinta. “Apa yang sedang kita lakukan Lin?” bisik Dewo dengan suara sedih menatap istrinya dalam. “Kita hanya berusaha bahagia mas…” bisik Linda lalu kembali mencumbu suaminya dan menghabiskan waktu bercinta sampai lelah. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD