Malam itu, angin bertiup kencang, membawa serta aroma tanah basah dan dedaunan yang bergesekan. Ardi duduk di ruang tamu rumah tua itu, ditemani hanya oleh cahaya redup dari lampu minyak. Gemuruh petir di kejauhan menambah suasana mencekam yang menyelimuti rumah. Jurnal tua tergeletak di meja di depannya, halaman-halamannya yang kusut menceritakan kisah-kisah yang mengerikan dari masa lalu.
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di lantai atas, perlahan tapi pasti. Jantung Ardi berdetak lebih cepat. Dia berdiri, tubuhnya tegang, telinganya menangkap setiap suara. Langkah-langkah itu semakin mendekat, seolah-olah seseorang berjalan menuruni tangga. Namun, Ardi tahu dia sendirian di rumah itu. Atau setidaknya, dia seharusnya sendirian.
Dengan tangan gemetar, dia meraih lampu minyak dan menuju tangga. Setiap anak tangga yang diinjaknya mengeluarkan suara berderit yang nyaring, menambah ketegangan. Ketika dia mencapai lantai atas, langkah-langkah itu berhenti, meninggalkan keheningan yang menakutkan.
Ardi menyorotkan cahaya lampu ke sepanjang koridor gelap. Bayangannya sendiri tampak menakutkan, mengikuti setiap gerakannya. Di ujung koridor, pintu sebuah kamar perlahan terbuka dengan sendirinya. Cahaya dari lampu minyak menyinari bagian dalam kamar yang dipenuhi debu dan jaring laba-laba.
Ketika Ardi melangkah masuk, suhu ruangan tiba-tiba turun drastis. Nafasnya terlihat di udara dingin, dan bulu kuduknya meremang. Di sudut ruangan, berdiri sebuah cermin besar yang berdebu. Refleksi cermin menunjukkan bayangan samar seorang wanita dengan rambut panjang yang menutupi wajahnya.
Ardi merasa jantungnya seperti berhenti berdetak. Dia tahu bahwa apa yang dilihatnya bukanlah khayalan. Sosok itu mulai bergerak, mendekat dengan langkah pelan tapi pasti. Ardi mundur perlahan, matanya tak lepas dari sosok di cermin. Tiba-tiba, suara tawa lirih terdengar, menggema di seluruh ruangan.
Dalam kepanikan, Ardi terjatuh, lampu minyak terlepas dari genggamannya dan padam. Kegelapan menyelimuti ruangan, dan suara langkah kaki kembali terdengar, semakin dekat. Ardi berusaha meraba-raba mencari pintu keluar, namun kegelapan membuatnya kehilangan arah. Suara tawa itu semakin keras, berubah menjadi jeritan yang menyayat hati.
Akhirnya, Ardi berhasil menemukan pintu dan berlari keluar dari kamar, napasnya tersengal-sengal. Dia terhuyung-huyung turun tangga, mendengar suara langkah-langkah yang mengikutinya. Saat dia mencapai ruang tamu, lampu minyak yang tadi padam tiba-tiba menyala kembali dengan sendirinya, menerangi ruangan dengan cahaya yang mengerikan.
Ardi jatuh berlutut, tubuhnya gemetar hebat. Dia tahu bahwa roh-roh jahat di rumah ini tidak akan membiarkannya pergi dengan mudah. Babak ini belum berakhir, dan malam ini baru permulaan dari kengerian yang lebih besar.