CH.53 Threat or Nego

1692 Words
Rasyid kembali ke rumah dan memarkir mobilnya di garasi. Edgar yang mendengar suara mobil, menghampiri untuk menyambut kedatangannya. “Siapkan tempat di Dunken VIP 2 besok malam jam 11,” perintah Rasyid begitu melihat pengawalnya ada di sana. Edgar mengangguk paham. “Siapa yang akan kita temui Bos?” tanya Edgar. Rasyid menghentikan langkahnya dan menoleh, “Mungkin Andi atau mungkin Marques, don’t know,” sahutnya santai. Edgar kaget dengan ucapan bosnya itu dan bertanya sebabnya. Rasyid menceritakan apa yang dia alami sebelum kembali kemari. Keduanya merencanakan apa yang bisa mereka lakukan dan melakukan beberapa kemungkinan terkait pertemuan besok malam. Edgar langsung menghubungi beberapa orang yang bisa membantunya dalam hal ini. Sampai fokus pembicaraan mereka terjeda karena samar mereka mendengar suara pertengkaran. Keduanya saling pandang dan ingat di kamar dekat balkon mereka memasang peralatan mata-mata kepada Asmara. Keduanya langsung menghampiri kamar itu dan melihat apa yang terjadi melalui pantauan cctv. Rasyid nampak puas dengan pemandangan ini sedangkan Edgar merasa iba karena melihat tangisan Asmara. “Yes, like that my baby, kamu seharusnya melakukan itu dari dulu,” gumam Rasyid senang. Dering ponsel Rasyid membuat konsentrasinya menonton pertengkaran itu terganggu. Dia melihat nama Dika di sana. “Kalo ga penting, tamat riwayatmu,” kata Rasyid. Dika terkekeh, “Berhasil ngerayu calon Nyonya?” tanya Dika yang membuat pria itu menatap Edgar tajam. Pengawalnya yang ditatap demikian tak bereaksi apapun. “Kalian berdua kenapa pada gosip kaya ibu-ibu komplek sih,” keluh Rasyid. Dika malah terbahak mendengarnya. “Katakan ada apa?” tanya Rasyid mulai kesal. “Erick mulai berulah ini kayanya, dia membatalkan sepihak kerja sama kita dengan alasan absurd. Karena kita tak bisa memenuhi permintaannya dan sengaja mengulur waktu,” jelas Dika dengan helaan napas kasar. Rasyid mengerutkan dahinya, “Kenapa mesti nelpon aku, emangnya kamu lupa caranya berbisnis, gitu mau pegang World Biz,” cela Rasyid. Dika berdecak sebal mendengarnya. “Dia memancing kemarahanmu, bahkan aku mengatakan akan memberikan dia pinalti tiga kali asalkan dia membuktikan time table yang membuat kita lambat kerja. Tapi bukannya mencari bukti dia malah sibuk menghujatmu dan mengatakan kamu tidak bertanggung jawab dan akan melaporkan ini kepada media,” cerocos Dika. “Bilang dia suruh lapor polisi, jika ingin berkas pencucian uang dia di Spanyol terungkap kepada media,” balas Rasyid. Dika malah nampak kaget. “Dia beneran cuci uang?” tanya Dika. “Iya aku tak sengaja menemukan bukti saat salah satu anak buah kita ada yang membersihkan kamar vila yang dipakai oleh Sherly beberap waktu lalu. Bisa jadi karena itu juga Sherly dibunnuh,” kata Rasyid santai. “Keren, beres kalo itu sih,” Dika langsung tenang mendengarnya. Bagaimanapun Dika selama puluhan tahun jadi asisten Rasyid dia mulai paham bagaimana trik mengalahkan orang-orang yang licik terhadap bisnis mereka. Dan tentu saja dia melakukan itu dengan bukti yang sudah mereka pegang bukan masih mereka cari. Dia juga tak segan-segan untuk bermain kasar jika diperlukan terutama untuk orang-orang semacam Erick yang mau enaknya sendiri. “Kapan balik ke Dubai?” tanya Dika penasaran. “Nunggu keputusan besok malam,” kata Rasyid santai. Dika nampak bingung. “Apa hubungannya?” tanya Dika penasaran. Rasyid menceritakan apa rencananya termasuk siapa kemungkinan yang dia temui esok. “Edgar sudah siapkan keamanan berlapis kan?” tanya Dika nampak cemas. Rasyid menggeram, “Kamu ga usah sok perhatian dan berlebihan gitu,” ketus Rasyid. “Lo,  harus dunk, aku kudu jagain kamu yang bener sampai pewaris Ar Madin level 2 datang. Tapi gapapa sih, kalopun kamu ga selamat mungkin Asmara bisa sama aku, atau Edgar, kayanya dia layak diperebutkan,” kata Dika slengekan. “Berani lu kaya gitu, aku umpanin dagingmu buat singa di penangkaran,” ancam Rasyid membuat Dika terbahak puas. *** Edgar sudah mengecek kembali persiapannya. Dia mengganti semua pegawai klub dengan orang kepercayaannya. Hal itu juga berlaku bagi tamu yang datang agar tidak nampak mencurigakan bagi Andi atau Marques. Alat perekam tak terdeteksi, kamera pengawas ukuran mikro sudah terpasang sempurna di sana. Ruangan mendadak dibuat kedap suara dan banyak pisauu tersembunyi di beberapa tempat untuk jaga-jaga. Tiga puluh menit sebelum waktu yang dijanjikan Rasyid sudah tiba di sana. Dia duduk tenang di sana sambil bersandar dan minum wine yang sudah disiapkan dengan baik. Rasyid mendengar suara asing masuk di ruangan itu tapi dia masih enggan membuka mata. “Aku kira pesan itu hanya tipuan, tak kusangka seorang Ar Madin memang datang kemari,” suara berat khas cowok yang nampak tidak familiar di telinga Rasyid. Rasyid membuka matanya, menatap pria yang ada di hadapannya dengan seksama. Baju kasual, celana jeans dan dandanan khas pria tak nampak aura yang berbahaya dari dirinya. “Who are you?” seru Rasyid tak tahu diri. Suara tawa pelan tapi ada nada menghina terdengar di sana. “Tak kusangka seorang pengusaha sukses bisa bercanda sedramatik ini, kamu mengundangku datang tapi sekarang kamu bertanya siapa aku. Konyol,” celanya. “Aku mengundang seseorang? Kapan?” Rasyid masih membuang waktu untuk mengetahui watak lawan di hadapannya dan mengajarinya sopan santun dengan memperkenalkan diri. “Jika memang tidak ada yang dibicarakan, aku pergi saja,” kata pria  itu dan membuat Rasyid mengangguk santai dan menutup matanya kembali. Pria itu yang merasa diabaikan kesal dan membanting gelas di samping meja, membuat Edgar siaga dan Rasyid kembali membuka matanya. “Apa sekarang kamu yang mulai bersikap dramatik,” sindir Rasyid tanpa dosa dan menatap Edgar untuk menahan diri. “Apa maumu sebenarnya?” tany pria itu tapi Rasyid masih berkelit. “Kenapa aku harus mengatakan mauku  jika bukan kamu yang ingin aku temui,’’ balas Rasyid. “Siapa yang ingin kamu temui?” tanya pria itu pelan. “Marrques Alexander,” jawab Rasyid tegas. Pria itu langsung menegang dan tak lama dia terkekeh, “Untuk apa bertemu orang seperti dia,” ucapnya santai. Edgar yang menyaksikan hal ini ikut bingung tapi  dia mengikuti apa yang sudah jadi kemauan bosnya. “Cukup bawa Marques kemari dan buang ocehan sialanmu itu,” jawab Rasyid sambil berdiri dan posisinya tepat di hadapan pria itu. Rasyid mengulurkan tangannya membuat pria itu bingung tapi akhirnya dia menerimanya. Rasyid mencengkram tangan itu dan menegaskan satu hal. “Katakan padanya, pergi dari kehidupan Asmara atau pergi dari dunia ini selamanya,” desis Rasyid dan raut wajah pria itu nampak kesakitan. “Aku, aku tak mengerti maksudmu?” lirihnya. Rasyid memutar tangan itu dan memlintirnya membuatnya menjerit kesakitan. Rasyid berdecak, “Lagakmu tadi seperti macan siap menerkam mangsa, kenapa sekarang terdengar seperti gadis perawan yang keenakan digilir,” cela Rasyid. “Tak perlu melakukan itu jika ingin aku pergi dari kehidupanmu,” kata pria lain di ujung pintu. Kali ini Edgar langsung siaga dan melindungi Rasyid. Rasyid menoleh dan mendorong pria itu keras sampai tersungkur di lantai. Pewaris Ar Madin itu memperhatikan wajah itu dan mirip pria yang beberapa tahun lalu dia temui bersama Aldo di salah satu klub malam. “Selamat datang Andi Sanjaya, mari silahkan duduk,” sapa Rasyid ramah tapi dia enggan mendekat atau tersenyum layaknya penyambutan pada umumnya. Andi melangkahkan kakinya masih dengan tatapan datar. “Apa tujuanmu sebenarnya?” tanya Andi membuat Rasyid tak paham. “Tujuan apa maksudmu?” tanya Rasyid memang tak mengerti. “Tujuanmu mendekati Asmara,” jawab Andi membuat Rasyid paham arah pembicaraan ini. “Apa pedulimu, dari yang aku tahu kamu hanya masa lalunya dan semua yang kamu lakukan untuknya karena Marques yang minta bukan,” sindir Rasyid dan dia kembali duduk. Andi mengikuti pergerakan Rasyid dan duduk berhadapan dengannya. “Jadi kamu sudah mengetahui semuanya, ini semakin membuatku penasaran kenapa kamu begitu menginginkan Asmara yang biasa saja,” ucap Andi santai dengan menekankan kata ‘biasa’. Rasyid melipat kakinya dan memandang Andi, “Karena yang biasa itu menarik untuk dimiliki dan diperjuangkan,” sahut Rasyid santai. Andi nampak terkejut dengan apa yang Rasyid katakan. “Tak mungkin,” kata Andi cepat. Rasyid menaikkan satu alisnya, “Apa yang tak mungkin, bagiku seorang Ar Madin itu semuanya mungkin jika kita mau berusaha,” kata Rasyid santai. Andi langsung berdiri dan menatap Rasyid tak suka. “Jangan kamu samakan Asmara seperti wanita lain yang bisa kamu permainkan dan kamu buang begitu saja saat kamu tak membutuhkannya,” seru Andi. Rasyid masih santai menggoyangkan gelasnya, “Apa aku nampakk seperti itu?” kata Rasyid. Andi menggeram dan menghampiri Rasyid lalu mencengkram kerah bajunya. Edgar menarik punggung Andi tapi pria itu tak menyerah. Rasyid menggelengkan kepalanya untuk melarang Edgar berbut lebih jauh. Pria itumelihat tatapan Andi yang memag tak suka dengan ucapannya soal Asmara. Apa ini artinya Andi masih memiliki perasaan yang sama dengan Asmara? “Lepaskan dia Ar Madin,” ancam Andi tapi Rasyid menggeleng santai. “Kenapa aku harus melakukannya, dia bukan milik siapa-siapa kan?” ucap Rasyid polos membuat cengkraman Andi makin keras. “Ahh ya, dia memang memiliki suami, tapi suami yang berselingkuh darinya dan hal itu rekayasa darimu. Haruskah aku membuatnya seperti itu?” kekeh Rasyid. Andi terhenyak dengan ucapan Rasyid, cekalan itu melemah dan seketika Rasyid mendorong pria itu sampai dia terhuyung. Tapi karena Andi cepat tanggap dia langsung bisa menyeimbangkan tubuhnya tidak sampai terjatuh. Rasyid berdiri merapikan bajunya. “Sadari posisimu Sanjaya, kamu yang membuat pernikahannya hancur dan kamu hanya masa lalu baginya. Sedangkan aku, datang sebagai orang yang memberikan semua bukti itu sekaligus masa depan baginya. Mana yang akan dia pilih untuk dia percaya,” Rasyid menarik sudut bibirnya mengatakan hal itu. Andi lemas mendengarnya, dia menatap Rasyid tajam dengan amarah yang membara. “Kau lebih licik dariku Ar Madin, vrengsek!” umpat Andi dan dia kembali menyerang Rasyid. Pergulatan keduanya tak terhindarkan, Edgar sebenarnya gatal dan ingin membantu, tapi dia tahu ini pertarungan bosnya sendiri, jadi tak ada yang bisa dia lakukan selain melihat keduanya. “Apa tujuan sebenarnya kamu melakukan semua ini kepada Asmara, heeehh,” kata Rasyid setelah berhasil membalikkan keadaan dan tangannya sudah melingkar di leher Andi. “Aku hanya ingin mendapatkan Asmara kembali,” kata Andi terbata setelah Rasyid melonggarkan cekikannya. “Kamu kira aku anak kemarin sore yang bisa kamu bohongi,” seru Rasyid kembali mencekik Andi. Pria itu menggeleng dan berusaha melepaskan cekikan itu yang mulai menghambat jalan napasnya. Rasyid memberi kelonggaran napas untuk Andi. “Dia akan membunuhmu melalui Asmara.”  *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD