CH.67 Little Rejected

1965 Words
Rasyid memasukkan nomor ponselnya dan memberikan nama lalu menyimpannya. Meskipun dia sudah tahu nomor ponsel Asmara tapi dia berniat memberikan kejutan kepada wanita itu. Dering ponsel Asmara terdengar di sana membuat wanita menoleh dan melihat nama ‘My Future Husband’ di layar ponselnya. Wanita itu memandang Rasyid kesal karena tulisan itu. Rasyid menggerakkan kepalanya sebagai kode dia ingin Asmara mengangkat panggilannya. Meskipun enggan tapi Asmara mengangkatnya dan mendengar apa yang Rasyid ucapkan. “Now, you’re so closer with me Sweetheart,” desis Rasyid membuat Asmara terbelak. “Don’t forget my future wife,” goda Rasyid sambil mengedipkan matanya. Asmara mengakhiri panggilan itu dan memasang wajah kesal maksimal membuat Rasyid tertawa melihatnya. Ario yang tak paham apa yang terjadi hanya ikut tertawa. Tanpa Asmara sadari, dia tersenyum melihat tawa dua orang lelaki beda generasi itu. “Aku menyukai senyuman itu, jadi tersenyumlah terus untukku dan Ario,” bisik Rasyid sambil menggenggam tangan Asmara pelan. Asmara menatap Rasyid dengan pandangan yang tak bisa lelaki itu pahami. Rasyid tersenyum sambil mengeratkan genggamannya membuat Asmara menyadari apa yang dia lakukan, dia menarik tangannya pelan membuat Rasyid merasa kehilangan. Dia memutus kontak mata itu dan menatap Ario. “Udah selesai belom mainnya Ario, kalo sudah ayo kita makan, sebelum pulang,” ajak Asmara dan Ario mengangguk tanpa bantahan. Mereka bertiga memutuskan untuk makan bersama di salah satu restoran yang ada di sana. Sambil menunggu pesanan datang mereka saling bercanda terutama Rasyid yang tampak akrab dengan Ario karena obrolan mereka seputar mainan anak-anak dan dunianya. Rasyid yang duduk di samping Ario menyadari kehadiran seorang pria yang dia kenal. Dia berniat untuk membawa Asmara dan Ario pergi dari sana tapi makanan yang mereka makan belum semuanya habis dan Ario juga masih menikmati makanannya. Rasyid berusaha mengalihkan perhatian dan berharap lelaki itu tak kemari. Tapi semua usahanya sia-sia saat dia mendengar seruan Ario yang sudah melihat kehadiran orang itu. “Bunda itu Ayah kan?” tanya Ario membuat Asmara kaget dan langsung menoleh. Rasyid hanya  bisa menghela napas melihat drama ini, dia berdoa tak ada hal buruk yang akan terjadi setelah ini. Ario menunjukkan raut kesedihan melihat kedekatan ayahnya dengan seorang wanita dan anak lelaki seumuran dia. Rasyid hanya bisa menghela napas melihat hal itu, ada rasa tak tega muncul dalam dirinya dengan situasi ini.   Rasyid mengelus punggung Ario pelan, “Hey Boy, anak lelaki ga boleh nangis malu,” ucap Rasyid ikut menenangkan Ario yang terlihat kecewa dengan apa yang terjadi di hadapannya. Rasyid bisa pastikan ada rasa cemburu dalam diri Ario melihat pemandangan itu yang jarang dia dapatkan selama ini. Dia merutuki tindakan Dev yang tak punya perasaan kepada anak kandungnya sendiri. “Kalau Ario mau diperhatikan seperti itu, bilang sama Om Rasyid, mulai sekarang anggap saja Om Rasyid seperti Ayah Ario sendiri, gimana?” usul Rasyid sambil melirik Asmara yang membuat wanita itu tak bisa berkutik. Ario melirik bundanya lalu menatap dirinya. Dia seperti ingin mengiyakan tapi reaksi bundanya yang tak bersahabat membuatnnya takut untuk menjawab. “Bukan gitu caranya Ras,” sahut Asmara tak suka. Rasyid menatap Asmara, “Aku hanya ingin membantu, lagipula aku ga masalah kok, aku juga pengen lihat Ario seneng, tapi ya keputusan itu tetep hak kamu,” balas Rasyid tak mau kalah. Asmara menatap kesal mendengar jawaban Rasyid. Dia hendak membalasnya tapi Ario sudah menanyakan apa yang dia inginkan terlebih dulu. “Boleh ya gitu Bun?” tanya Ario polos sambil menatap penuh harap kepada bundanya. Asmara diam memikirkan jawaban terbaik dari hal ini. “Masalahnya dimana sih kalo Ario yang pengen kaya gitu, pikirkan perasaan Ario yang memang merindukan figur seorang ayah yang selama ini jarang dia dapatkan,” kata Rasyid mulai mempengaruhi pikiran Asmara. “Ga semudah itu Ras, menganggap kamu ayahnya itu sama aja kaya –“ ucapan Asmara terpotong dengan pernyataan Rasyid. “Ayolah Rara, buat aja semuanya mudah untuk Ario, aku yakin kamu bakal ngelakuin apa aja untuk dia kan? Dan aku tak masalah kok kalo Ario menganggapku ayahnya,” urai Rasyid cepat. “Ras …” panggil Asmara lembut tapi panggilan itu malah membuat imajinasi Rasyid pergi kemana-mana. Dia menghela napas kasar untuk meredakan semua itu sampai sebuah suara membuat fokus mereka berganti. “Ara,” panggil Dev menatap Asmara dan tak lama pria itu kaget melihat Rasyid ada di satu meja yang sama dengan wanita yang masih jadi istrinya itu. Rasyid melirik Dev dengan tatapan permusuhan, lelaki itu menyesali waktu itu tidak segera menegaskan Dev dengan pisauunya kala itu agar dia tak muncul lagi seperti sekarang. Ario berjalan ke samping Asmara dan bersembunyi di balik lengan bundanya membuat wanita itu menyadari jika ada orang lain selain Dev di sana. Rasyid muak melihat semua ini sampai dia mengetuk meja beberapa kali dengan jarinya. Devio menyadari amarah Rasyid dan dia terlihat sedikit menjaga jarak dengan Rasyid. Dia fokus untuk bicara dengan Asmara. “Bisa kita ngomong bentar Sayang,” ajak Dev tapi Asmara hanya diam dan Rasyid sempat mengetuk keras meja itu tanda tak suka dengan panggilan Dev kepada Asmara. “Dia masih istriku jadi aku berhak memanggil apapun kepadanya,” sahut Dev sok berani. Rasyid mengepalkan tangan, mengeraskan rahangnya dan berdehem membuat Dev mulai menciut. Asmara menyadari reaksi keduanya dan melerai mereka. “Kita ngomong di meja sebelah aja,” kata Asmara cepat. Rasyid menatap Asmara  tak suka tapi wanita itu tersenyum  kepadanya membuat emosi Rasyid terjun bebas. “Titip Ario bentar ya,” ucap Asmara lembut membuat Rasyid tak tega untuk menolak dan lelaki itu mengangguk paham. Dia masih mengawasi keduanya dan penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. Sesekali Rasyid memperhatikan gerak bibir Devio untuk tahu apa yang dia katakan kepada Asmara. Tapi kali ini yang jadi fokus Rasyid bukan hanya Devio dan Asmara tapi wanita yang datang bersama Devio, Sinta dan seorang anak lelaki  seumuran Ario. Sinta meliriknya sekilas dan dia seperti pamit ke suatu tempat. Anak lelaki itu dititipkan pada Dev tapi setelah Sinta menghilang, anak itu mendatangi meja mereka dan duduk di hadapan Ario. Ada aura tak bersahabat diantara dua anak lelaki itu. Rasyid masih memperhatikan dan siaga jika keduanya bertengkar. Dia memperhatikan interaksi keduanya, saling memperkenalkan nama dan pengakuan jika mereka memiliki ayah yang sama. “Kenapa berebut papa Dev sih, ga ada yang mau jadi anak Om ya?” tanya Rasyid ingin tahu jalan pikiran dua bocah ini. Yosa menggeleng sedangkan Ario diam tapi pandangannya tertuju kepada Rasyid. “Karena Papa Dev selalu menemani Yosa kalo ke rumah sakit,” jawab Yosa jujur. Ario terlihat kesal dengan ucapan Yosa, tapi dia tak tahu harus bagaimana. “Tenang aja ada Daddy Rasyid di sini, biarkan saja dia bersama Papa Dev, kan Ario punya Bunda yang cantik dan Daddy Rasyid, okay,” bisik Rasyid menyemangati Ario. Rasyid mendengar suara ribut, dia mendongak untuk melihat apa yang terjadi. Pandangannya mengunci pada lengan Asmara yang sudah dicengkram Dev dan wanita itu nampak kesakitan. “Ario diam sini dulu ya, Om mau bantuin Bunda,” kata Rasyid dan Ario mengangguk paham. “Ga usah kasar sama perempuan Bro, dia udah minta dilepasin,” kata Rasyid yang berdiri di samping Asmara. Dev melihat kehadiran Rasyid semakin berang. “Ada hubungan apa antara kalian berdua?” tanya Dev dengan nada keras. Rasyid mendengar pertanyaan itu merasa geram dan ingin sekali menghajar pria di depannya itu. Dia melepas cekalan itu paksa yang semakin membuat Dev marah tapi dia tak peduli. “Kalo nanya soal itu kenapa harus nyakitin Asmara, tanya sini sama aku,” tantang Rasyid yang masih mencengkram tangan Dev. Pria ini melirik sekilas dan melihat Asmara mengelus pergelangannya yang sakit. Ada warna kemerahan dan sedikit kebiruan di sana. Rasyid mengeratkan cengkramannya kepada Dev, “Aku calon suaminya, dengan atau tanpa persetujuan darimu. Aku hanya menunggu surat cerai kalian keluar dari pengadilan,” jelas Rasyid. Dia mendekatkan kepalanya di telinga Dev, “Apa peringatanku sebelumnya kamu anggap main-main? Atau kamu ingi mencoba yang lebih ekstrem,” ancam Rasyid sambil menghempaskan tangannya begitu saja. Dev kaget tapi tak lama dia mengubah reaksinya, “Kamu menuduhku selingkuh tapi sekarang kamu sendiri yang selingkuh,” kekeh Dev percaya diri. Rasyid mengerutkan dahinya bingung dengan tuduhan Dev itu, tapi sebelum dia mengucapkan balasan kalimat itu, Asmara langsung mengeluarkan kemarahannya kepada Dev. Rasyid memeluk pinggang Asmara dan menajamkan pandangannya kepada Dev. Rasyid melihat sorot mata amarah dalam diri Dev dan semakin membuatnya bersemangat  untuk menyiksanya. “Rara, tenangkan dirimu, kamu tak perlu meladeni  pria ini, ada aku di sini yang selalu siap membantumu kapanpun kamu butuhkan,” ucap Rasyid lembut dan ganti mengelus punggung Asmara. “Ario, ayo kita pulang,” ajak Asmara sambil menarik Ario dalam pelukannya dan mereka berdua pergi meninggalkan Rasyid begitu saja. Rasyid menatap kepergian Asmara dengan perasaan khawatir dan dia mencengkram baju Dev erat. “Sekali lagi elu ganggguin mereka, ga ada ampun buat kamu bahkan mungkin kamu tinggal nama. Ingat anak harammu ini yang bakal jadi korbannya, jadi pikirkan baik-baik tindakanmu itu,” ancam Rasyid dan mendorong Dev keras sampai punggungnya terantuk meja. Sinta yang entah kapan sudah berada di sana, ganti mencekal Rasyid membuaat pria itu menoleh sengit. “Tolong jangan sakiti Yosa,” pinta Sinta memelas. Rasyid menhempaskan lengannya dan berbisik, “Keselamatan anakmu bergantung pada tindakan Dev suami yang menjengkelkan itu. Dan ingat perjanjian kita atau aku bisa mengambil semuanya dalam sekejap,” ancam Rasyid tanpa belas kasihan. Rasyid berlari untuk mengejar Asmara, dia tak ingin wanita itu jadi kalut dan emosional di jalan. Dia merangkul bahu Asmara pelan untuk memperlambat langkahnya. Asmara menatapnya kaget. “Tolong jangan berubah pikiran untuk berpisah dengannya, dia lelaki yang buruk bagimu,” kata Rasyid pelan dengan senyuman manis. “Lepas Ras, aku gapapa,” ucap Asmara saat Rasyid memeluk pinggangnya. Rasyid menggeleng, “Kamu mau pulang kan? Aku anter ya,” ucap lelaki itu pelan. Asmara menggeleng, “Ga usah, kan aku bawa mobil sendiri,” tolak Asmara. Rasyid menggeram, “Ayolah, jangan bikin aku kuatir lagi,” ucap Rasyid begitu saja. Asmara terbelak dan nampak kilatan amarah di sana. “Kuatir?” tanya Asmara. “Kenapa kamu harus kuatir kepadaku, aku bukan sapa-sapa kamu yang perlu kamu kuatirkan dan kita tahu itu,” ucap Asmara cepat. Entah kenapa Rasyid tak suka mendengarnya dan ingin meluruskan semuanya. “Rara, kenapa aku perlu alasan untuk kuatir sama kamu saat aku ingin melakukannya,” kata Rasyid. “Tapi kenapa? Untuk apa? Kamu siapa? Kita tidak terlibat dalam satu hubungan yang perlu merasa kuatir satu sama lain. Tolong jangan bebani aku dengan rasa kuatir yang kamu miliki itu,” ucap Asmara tegas. “Aku bukan wanita lemah  yang perlu sandaran pria setelah aku memutuskan untuk bercerai dan sikapmu kali ini membuatku merasa seperti wanita itu. Aku bisa mandiri Ras, tanpa bantuanmu sekalipun. Jadi tolong pergilah, jangan ikuti aku lagi,” kata Asmara telak tapi dengan nada suara yang mulai berubah. Rasyid merasakan ada lubang di hatinya mendengar ucapan Asmara yang demikian. Apa sedalam itu rasa sakitnya sampai ada seorang pria yang peduli kepadanya tidak bisa dia terima dengan mudah. “Tapi Ra, aku –“ balas Rasyid tapi segera dipotong oleh Asmara. “Leave us alone, okay. Don’t follow me again, stop it  now,” pinta Asmara dengan tatapan yang tak pernah Rasyid lihat dalam diri seorang wanita. Rasyid diam. Dia yakin jika dia bodoh karena menuruti perkataan Asmara yang tak boleh mengikutinya, dia melihat punggung wanita yang membuat otaknya jungkir balik itu mulai menjauh. Sebuah tepukan di pundaknya menyadarkan dirinya dan dia menoleh. “Kamu bakal kehilangan dia kalo diam aja di sini, pasti dia parkir basement, kita tunggu di pintu keluar aja sekarang,” ucap Dika yang membuat Rasyid sadar dan mengangguk paham. Mereka berdua menunggu di pintu keluar mal dan melihat mobil Asmara keluar dari sana setelah memastikan jika wanita itu belum keluar dari mal ini. “Kenapa dia sebenci itu dengan perhatian yang aku berikan bahkan dia sampai mengusirku untuk menjauh darinya.” *******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD