Edgar terhenyak dengan sindiran Dika. Apa kali ini dia bersikap berlebihan sehingga membuat Dika curiga. Edgar menelan ludahnya pahit dan menarik napas guna meredam perasaannya.
“Ada apa denganmu Ed? Baru kali ini aku melihatmu membela wanita sedemikian rupa,” kata Dika menohok.
“Maaf Bang, aku tak bermaksud begitu, tapi –“ ucapa Edgar langsung dipotong oleh Dika dengan kejam. “Apa kamu juga mulai tertarik dengan wanita itu?” ceplos Dika.
“Astaga apa sebenarnya yang dimiliki Asmara sampai kalian berdua harus jatuh dalam pesonanya. Tapi Ed, sampai kapanpun kamu tidak akan pernah menang melawan Rasyid. Ingat, dia bosmu dan kamu tahu apa ancamannya jika apa yang kamu rasakan kepada Asmara itu benar,” ultimatum Dika.
Edgar menjambak rambutnya frustasi mendengar apa yang Dika ucapkan. Semua itu tidak salah dan bisa dikatakan valid, dialah yang salah dalam hal ini.
“Aku tahu Bang,” jawab Edgar pelan.
“Good, control your feeling, jangan sampai gara-gara satu wanita kamu merusak segalanya dan membuat Rasyid jadi buruk,” kata Dika cepat.
Edgar menghela napas. “I will, dan ini bukan seperti yang Anda pikirkan, tapi aku hanya mengungkapkan apa yang harus Anda tahu soal Asmara,” kilah Edgar dan Dika berdehem.
“Kamu lebih tahu kondisinya daripada aku, jadi aku cuma mengingatkanmu sebelum semuanya terlambat dan jadi bubur,” pesan Dika dan Edgar mengiyakan hal itu.
Keduanya mengakhiri panggilan itu. Edgar menghabiskan minumannya dalam satu kali teguk dan dia menerima satu pesan dari anak buahnya yang ada di Semarang. Edgar cukup kaget membacanya dan dia memikirkan cara untuk mencari tahu langsung.
Malam harinya dia membawa kue dan beberapa makanan kecil ke rumah Asmara. Dia mengetuk pintu dan tak lama ada seseoran yang membuka pintu seorang wanita yang lebih muda dari Asmara. Edgar menebak dia pasti pengasuh anaknya.
“Selamat malam, maaf mengganggu, saya tetangga baru hanya ingin memberikan ini,” ucap Edgar kepada wanita itu. Tanpa curiga wanita itu menerimanya dan mengucapkan terima kasih.
“Maaf, jika Anda tidak keberatan bolehkah saya meminjam toilet, karena saya tak bisa menahannya sampai ke rumah,” ucap Edgar memelas.
“Tentu saja,” sahut Meme karena melihat ekspresi Edgar dan keramahan Edgar membuat Meme tak tega untuk menolaknya. Meme menunjukkan kamar mandinya dan suara Ario mengalihkan perhatian Meme.
Edgar yang melihat hal itu tak melewatkan kesempatan dan meletakkan alat perekam di dekat vas bunga yang ada di ruang tengah. Alat itu sedikit dibenamkan dalam vas agar tidak nampak mencolok bagi pemilik rumah.
“Maaf mengganggu waktunya, senang bertemu dengan Anda Nyonya,” pamit Edgar dan Meme menggeleng, “Nyonya rumah ini bukan saya, saya hanya membantu mengasuh bayinya,” kata Meme.
Edgar mengajukan beberapa pertanyaan membuat dirinya paham sedikit gimana kondisi di dalam rumah Asmara. Edgar memutuskan pamit sebelum Asmara mencurigainya dan dia bergegas kembali ke rumah.
Beberapa hari ini Edgar mendengar suara dari dalam rumah Asmara dan dia meyakini jika Asmara memang kembali bersama suaminya.
“Kenapa jadi begini, kok dia malah memaafkan suaminya sih, benar-benar wanita yang tak bisa ditebak,” gumam Edgar. Dia akhirnya memutuskan untuk menghubungi Rasyid dan melaporkan hal ini.
“Ada apa Ed?” tanya Rasyid pelan karena dia masih sibuk menandatangani beberapa dokumen.
“Saya tak tahu ini berita bagus atau buruk Bos,” kata Edgar awalnya dan dia kemudian menceritakan beberapa bagian yang dia dapat selama ini menjaga Asmara.
“Dan beberapa hari ini saya lebih intens mengawasi rumahnya dan memang benar dia dan suaminya kembali tinggal bersama dan bahkan sekarang nampak seperti pasangan suami istri pada umumnya,” jelas Edgar.
Rasyid mendengarkan dengan seksama bahkan tiap kata yang Edgar katakan masuk dalam pendengarannya dengan jelas. Tangannya menggenggam erat pena yang dia gunakan untuk tanda tangan.
Ceklek..
Suara patahan pena itu membuat Rasyid sadar jika dia sudah terlalu keras menggenggamnya. Dan melemparnya sembarangan. “Baiklah aku paham,” ucap Rasyid singkat.
Edgar menatap layar ponselnya, dia yakin jika orang yang dia telpon adalah bosnya tapi kenapa tak ada aura emosi di sana. Apa ini kabar yang tak penting? Edgar masih tak mengerti dengan reaksi bosnya.
“Apa kamu melihat ada pergerakan orang lain di sekitar Asmara?” tanya Rasyid dan Edgar memikirkan hal itu tapi kemudian dia membantahnya.
“Sejauh yang saya tahu tak ada orang lain yang mengawasinya selain kita Bos, apa ada yang perlu kita curigai?” tanya Edgar cepat paham.
“Setelah apa yang kita lakukan sama Marques, jika dia diam saja itu nampak mencurigakan, karena itu aku bertanya kepadamu mungkin saja dia tengah melakukan sesuatu secara diam-diam tanpa kita ketahui,” ungkap Rasyid.
Edgar paham hal itu dan dia berjanji untuk lenih berhati-hati dan mencoba mengawasi keadaan sekitar.
***
Asap cerutu itu menguar ke udara dengan tatapan penuh kekesalan dan kebencian pemiliknya yang menatap keluar jendela seakan dia tak akan bisa melihat hari esok kembali.
“Keberangkatan Anda ke Indonesia sudah siap Bos, besok pagi dengan penerbangan pertama dan jet pribadi,” kata Merdian melaporkan tugasnya.
Marques semakin cepat menghirup cerutunya membuat asap makin banyak bergelung di atasnya dan di ruangan ini. Merdian masih menunggu kira-kira apa yang bosnya inginkan karena itu dia diam di sana.
“Siapkan tempat tinggal dekat Asmara, karena aku dengar dia kembali lagi dengan suaminya dan aku rasa tindakan itu akan memperlambat pergerakan Rasyid untuk merebutnya,” kata Marques cepat.
Merdian menyanggupi hal itu meskipun banyak tanya dalam benaknya. Marques bisa merasakan itu tapi dia lebih memilih tak peduli soal itu.
“Siapkan juga pertemuanku dengan Andi, aku ingin memberinya sedikit pelajaran bagaimana bekerja dengan benar dan cerdas,” ucap Marques dan Merdian meninggalkan tempat itu untuk mempersiapkan segala sesuatunya.
Marques tiba di bandara Indonesia dan supir yang menjemputnya sudah siap. Mobilnya menyusuri jalanan ibukota dengan lancar dan tiba di rumah yang sudah dia sewa ada satu komplek dengan Asmara dan posisinya juga berdekatan.
Marques masuk dan langsung naik ke lantai dua untuk melihat kondisi di sekitarnya. Ada rasa tak nyaman sebenarnya yang dia rasakan karena selama ini dia hidup dalam lingkungan yang terpencil dan tidak banyak penduduk seperti di sini. Tapi demi tujuannya dia harus melupakan hal itu dan mengesampingkan egonya.
“Bos, ada pengawal pribadi Rasyid yang berjarak beberapa rumah dari sini, kita harus waspada soal ini Bos,” lapor Merdian. Marques langsung menoleh dan menatap asistennya itu sengit.
“Apa kamu yakin?” tanya Marques dan Merdian mengangguk. “Anak buah kita sudah menyusuri seluruh komplek dan dia menemukan orang yang mencurigakan, setelah dicek kembali itu adalah pengawal pribadi Rasyid,” jelas Merdian.
Marques tertawa sumbang mendengarnya, “Apa dia mulai ketakutan iika kita melakukan hal buruk pada wanita kesayangannya itu,” kekeh Marques.
“Permainan yang semakin menarik, kali ini apa yang aku pertaruhkan tak akan sia-sia dan sepertinya membuahkan hasil,” kata Marques yakin.
“Panggil Andi sekarang juga, aku ingin dia yang mengerjakan semua ini,” perintah Marues dan Merdian undur diri.
“Kamu memang bukan wanita sembarangan Asmara. Let’s check, what could you can give me, now or in the future,” gumam Marques berlalu ke dalam rumahnya.
Andi datang ke rumah itu dan menunduk hormat kepada Marques. “Seharusnya Anda memberi tahu saya jika ingin ke Indonesia Tuan, jadi saya akan mempersiapkan tempat yang baik daripada di sini,” ucap Andi.
Marques menatap sengit tapi tak lama dia mengangkat telunjuknya dan menggerakkannya menandakan kepada Andi untuk lebih dekatnya.
Andi mendekat hingga jarak mereka selebar lengan Marques. Pria itu langsung menggerakkan kakinya dan tepat mengenai dagu Andi membuat pria itu terhuyung. Dan melipat kakinya kembali tanpa dosan seolah dia tak sengaja melakukannya. Merdian yang melihat hal itu tersenyum puas.
“Astaga kau ini, harusnya kamu bisa mengatur jarak denganku, aku jadi tak bisa bergerak bebas sekarang,” ucapnya dramatik. Andi langsung berlutut, memundurkan langkahnya untuk membuat jarak diantara mereka.
“Apa kamu tahu kenapa aku memanggilmu kemari?” tanya Marques dan Andi menggeleng cepat. Marques berdecak sebal mengetahui hal itu dan dia berdiri.
Tanpa ampun dia menginjak tangan Andi yang ada di lantai dan pria itu mengerang kesakitan. Marques menengok ke bawah dan melihatnya begitu saja tanpa belas kasihan.
Pria itu jongkok dengan posisi kakinya masih menginjak tangan Andi. “Apa itu sakit?” tanya Marques menjambak rambut Andi dan pria itu mengangguk lirih.
“Jika tahu apa yang aku lakukan ini menyakitimu, maka tak seharusnya kamu bekerja ceroboh dan bodoh seperti sekarang yang menyakitiku!” seru Marques dan melepaskan cekalan itu begitu saja membuat leher Andi terasa sakit.
Marques berdiri dan berjalan di belakang Andi. Kakinya dia letakkan di punggung Andi tanpa ampun. Pria itu nampak menahan beban itu tanpa bersuara.
“Waktumu satu bulan untuk memperbaiki semuanya, termasuk soal perceraian Asmara, jika tidak aku jadikan keset selamat datang punggungmu ini,” ucap Marques mendorong tubuh Andi begitu saja membuat pria itu terjungkal. Marques pergi dari sana setelah puas meluapkan kekesalannya.
***
Satu Tahun Kemudian.
Marques mempelajari semua pola hidup Asmara dan tapi satu hal yang dia tidak mengerti dengan pikiran wanita itu, kenapa dia masih memaafkan suaminya yang sudah jelas berkhianat kepadanya. Apa dia takut tak bisa hidup bahagia jika tak memiliki suami?
Merdian sendiri memiliki pandangan baru soal bosnya ini, semenjak tinggal di Indonesia, bosnya nampak memiliki kesibukan yang tak pernah dia lakukan sebelumnya, yaitu mengawasi kehidupan orang lain dalam konteks sentimental. Contohnya, sore ini bosnya duduk di bawah pohon rindang dengan kacamata hitam dan baju santai. Merdian tahu kemana arah pandang bosnya itu, dia meyakini bosnya melihat Asmara dan anaknya yang sedang berlarian di taman seperti orang-orang di sekitarnya.
“Apa kita memang harus melakukan hal ini Bos, kenapa kita tidak langsung eksekusi saja jika memang ada yang harus kita lakukan,” ucap Merdian yang tak tahan dengan semua pekerjaan ini.
“Jika kita melakukannya sekarang, Rasyid belum tentu datang tapi hanya menolongnya, yang aku butuhkan kepedulian Rasyid dan pengorbanannya,” kata Marques.
Diam.
“Jika Merischa masih hidup mungkin anaknya akan selucu Ario bukan? Atau lebih lucu anak Merischa?” kata Marques mendadak absurd. Merdian menelan ludahnya pahit, dia tak tahu harus berkomentar apa soal ini.
“Cara dia memandangku waktu itu, cara dia tersenyum membuatku ingat dengan Ischa dan hal itu menyiksaku. Andaikan aku mengikuti kemauannya, aku masih bisa melihatnya sampai hari ini dan ssetelah itu aku memikirkan cara untuk kabur dari penjara, bukan jadi orang yang egois,” gumam Marques.
Merdian diam. Ungkapan perasaan Marques itu membuatnya paham kenapa bosnya bertingkah aneh kepada Asmara selama ini.
“Kenapa bukan Bos saja yang menjaganya, jika Bos nampak seperti peduli dengan Nona Asmara, aku yakin itu lebih melemahkan Rasyid karena kalah bersaing dengan Anda,” usul Merdian.
Marques melepas kacamatanya dan matanya menyorot Asmara tajam. Dia menarik satu sudut bibirnya ssseolah dia menemukan satu ide dan ekspresinya penuh kelicikan.
“Kau benar, seharusnya aku saja yang menjaganya agar si Madin tahu siapa pesaing sebenarnya.”
*******