Chapter 1

831 Words
Ratih keluar dari taksi dan bergegas ke hotel bintang lima di daerah Terengganu. Majikannya meneleponnya dan mengatakan bahwa dia sedang mabuk di dalam dan menyuruhnya untuk menjemputnya. Ratih bahkan tidak mengganti pakaian kerjanya. Ia mengenakan sepatu hak tinggi tujuh inci, rok hitam, dan kemeja putih, memamerkan bentuk tubuhnya yang indah. Terutama sepasang kakinya yang ramping dan indah ketika orang melihatnya. Meski ia bekerja sebagai perawat Lansia, ketika waktu luang keluarga majiknnya memberi izin untuk bekerja part time di luar dan kuliah. "Nyonya, bagaimana keadaanmu?" Ratih menemukan kamar pribadi Majikannya dan masuk untuk membantu Majikannya yang mabuk itu berdiri. Suasana di ruang privat itu agak aneh. Selain Majikannya, ada seorang pria berusia sekitar tiga puluhan. Pria itu tinggi dan tampan. Dia tidak mengatakan apa-apa dan duduk di sofa sambil menatapnya dengan tatapan gelap. Separuh wajahnya tersembunyi dalam bayangan, membuat orang merasa tidak nyaman, seolah-olah mereka sedang ditatap oleh harimau. Jantung Ratih berdebar kencang ketika melihat semua orang tanpa tenang dan dia ingin membantu Majikannya untuk segera pergi. Namun, dia tidak menyangka Nyonya Aziz akan mengambil segelas anggur dan meletakkannya di tangan Ratih sambil berkata, "Ratih, ini bos saya, Tuan Sam. Bantu saya bersulang untuknya. Aku sudah tidak kuat lagi untuk minum." "Nyonya, berhenti minum dan ayo kita pulang!" "Anak muda, aku menyuruhmu untuk minum tapi kau malah mengajakku untuk pergi." Nyonya Aziz marah. Ratih menggigit bibirnya dengan gugup tak berdaya ia mengambil gelas anggur dan berjalan menuju Boss Sam. Ini hanya minum anggur kan, baiklah. "Tuan Sam, izinkan saya bersulang untuk Anda. Majikanku mabuk, aku akan mengantarnya pulang dulu." Setelah Ratih selesai berbicara, dia tidak peduli apakah Tuan Sam minum atau tidak dan menghabiskan anggur itu dalam sekali teguk. Dia bekerja sebagai cleaining service di sebuah perusahaan besar dan toleransinya terhadap alkohol tidak baik. Segelas anggur ini mungkin tidak akan berpengaruh apa pun padanya. Dia berbalik dan ingin membantu Majikannya pergi, tetapi dia tidak menduganya. Tepat saat dia berjalan ke sisi Majikannya, dia terhuyung dan hampir terjatuh. Nyonya Aziz mendukungnya. Ratih menggelengkan kepalanya dan merasa pusing. Ia merasa ada yang tidak beres dan segera berkata kepada Majikannya, "Nyonya, aku tidak enak badan, sepertinya ada masalah dengan anggurnya." "Apa masalahnya dengan anggur? Temani Tuan Sam sebentar, aku akan pergi ke kamar kecil." Nyonya Aziz berkata sambil mendorong Ratih duduk dan pergi ke kamar kecil di luar ruangan privat ini. Namun tubuh Ratih tidak jatuh ke sofa melainkan jatuh ke pelukan Tuan Sam. "Tunggu! Jangan tinggalkan aku!" Ratih berteriak cemas saat melihat Majikannya pergi. Ia segera merasakan firasat buruk. Tetapi meskipun dia telah menggunakan begitu banyak kekuatan, suara yang keluar begitu kecil. Tuan Sam mengulurkan tangan dan membelai pipi mulusnya. Dia tersenyum dan berkata, "Jangan teriak-teriak lagi. Majikanmu sudah memberikanmu kepadaku. Jangan khawatir, aku akan menjagamu dengan baik." "Lepaskan aku, lepaskan aku." Wajah Ratih memerah saat dia meronta dengan lemah. Detik berikutnya, Tuan Sam mendorongnya ke sofa dan menekan seluruh tubuhnya ke tubuh wanita itu sambil mulai membelai. Ratih merasa sangat jijik hingga ingin muntah. Dia menggigit ujung lidahnya dengan keras, dan rasa sakit itu memberinya sedikit kesadaran. Dia mengangkat kakinya dan menendang s**********n Tuan Sam dengan kejam. Ketika dia meringkuk kesakitan, Ratih segera bangkit meski terhuyung-huyung lalu berlari keluar. Tubuhnya terasa panas dan kakinya sangat lemah sehingga dia tidak bisa mengangkatnya. Dia merasa sangat lemah sehingga sepertinya dia akan jatuh sedetik kemudian. Mengandalkan sedikit rasa sakit yang memberinya kekuatan, dia berlari ke dalam lift. Pintu lift terbuka dan dia terjatuh ke depan. Kepalanya jatuh ke dalam pelukan yang hangat dan erat. "Selamatkan aku. Tolong." Ratih memohon dengan linglung. Dia mencengkeram lengan baju pria itu erat-erat seperti orang yang hampir tenggelam. Pria itu sangat tampan. Wajahnya yang halus memiliki tepian yang tajam. Matanya yang hitam dan dalam penuh dengan kekejaman dingin dipadu dengan bibirnya yang tipis terkatup rapat. Taka da reaksi apapun seolah pria itu adalah patung. Hanya saja wajah pria itu yang putih sedikit memerah tidak seperti biasanya, membuatnya tampak semakin seksi tak terlukiskan. Pria itu menatap Ratih dengan heran. Suara sol sepatu berlarian terdengar di belakangnya. Matanya menjadi gelap dan dia segera menggendongnya ke dalam lift. Pikiran Ratih kacau. Tubuhnya terasa panas tak tertahankan. Ia memeluk erat tubuh lelaki itu dan menggesek-gesekkan tubuhnya untuk menghilangkan rasa panas. Namun semakin dia melakukannya, semakin kuat perasaan itu. Napas pria itu juga menjadi cepat. Dia memarahi dengan wajah dingin, "Jangan bergerak." Dengan itu, jari-jarinya gemetar dan dia mendorongnya menjauh. Ratih terbentur dinding yang dingin, rasa sakitnya membuat dia mengerutkan kening tak terkendali. Namun, hal itu juga membuatnya sadar. Ia menggigit bibir bawahnya dan berusaha sekuat tenaga menahan kegelisahan di tubuhnya. Ia ingin membenamkan dirinya dalam air dingin agar merasa lebih baik. Lift terbuka dengan bunyi "ding". Pria itu melangkah keluar. Ratih tanpa sadar mengulurkan tangan dan meraih lengan bajunya. "Jangan tinggalkan aku." Pria itu tertegun. Ratih sudah membungkuk. Napas panas mereka saling terkait. Tangan pria itu yang lain mengepal, mengeluarkan suara berderit. "Tahukah kamu apa yang sedang kamu lakukan?" Suara rendah dan serak terdengar di telinga Ratih. Napasnya yang panas menyemprot kulit halusnya, membuatnya menggigil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD