bc

( Bukan ) Pernikahan Bahagia

book_age18+
1.3K
FOLLOW
15.4K
READ
revenge
contract marriage
arrogant
dominant
scandal
CEO
drama
serious
wife
husband
like
intro-logo
Blurb

Di usia yang dua puluh enam tahun, ia sudah menyandang gelar seorang ibu tanpa suami. Putri kecilnya tidak pernah tahu siapa ayah kandungnya, hanya sepucuk surat yang datang tiap bulan kepada sang putri.

Tepat di usia putrinya yang ke lima tahun, datanglah seorang pria yang mengaku dirinya ayah dari sang anak. Pria tersebut membawa kabar gembira yaitu sebuah pernikahan.

Namun, ia tak menyangka jika pria tersebut menyimpan kebencian terhadap dirinya. Mampukah Arletta menjalani pernikahan bahagia tanpa cinta. Dan mengetahui jika pria tersebut yang telah mengoyak kesuciannya.

Cover by : NisBong

Jangan lupa tekan tap love.

chap-preview
Free preview
Part 1 Akhirnya Aku Menemukanmu
["Pelukis kenamaan Arletta Chandini Gita telah kembali dari persembunyiannya setelah lima tahun menghilang. Kini ia tengah menyelesaikan lukisannya yang tertunda dan kabarnya ia---"] Seorang wanita yang tengah menonton berita gosip langsung mematikan siaran tersebut, ia muak dengan pemberitaan yang selalu sama tiap harinya. "Aku sudah memberitahu infotaimen agar tidak membicarakan dirimu. Tapi ternyata kedatanganmu kembali membuat seluruh media heboh." "Iya aku tahu. Karena itulah aku menjauh selama ini," sahut wanita berambut panjang sebahu dengan gaun selutut. Wanita tersebut seolah-olah tak peduli di saat sang manajer memanggil namanya. Ia membuka pintu di salah satu rumahnya, seulas senyum ditunjukkan kepada gadis kecil yang tengah bermain. "Anak ibu sedang apa?" tanyanya dengan lembut. "Eila lagi main boneka." Dibelainya pelan pucuk kepala sang anak lalu mencium keningnya. Ia sangat menyayangi anaknya walau ada sebuah kesalahan di masa lalu. "Arletta, apa kamu tidak mendengarkanku?" Sang manajer tampak kesal, ia diacuhkan sejak kemarin. Karena kesalahan dalam memilih penerbangan membuat para wartawan mengincar kedatangan sang pelukis terkenal. "Aku mendengarkanmu, Sa. Jadi jangan membuat telingaku sakit." "Kamu selalu saja seperti itu. Dengarkan aku jika bicara," ucap pria yang sudah enam tahun mengurus segala keperluannya. "Paman Wasa nggak capek marah-marah," celoteh Eila dengan mimik wajah yang lucu. "Ya capek, Eila. Tapi ibu kamu itu lagi marah sama paman," sahut Wasa merapikan mainan Eila yang berceceran. Wasa akui jika ia salah, seharusnya mereka tiba di dini hari agar tidak ketahuan berita gosip. Namun kenyataannya, jam penerbangannya terlambat. Mereka tiba dari Spanyol ke Indonesia malah siang hari di mana para wartawan sudah berada di bandara. "Apa kamu tidak mau wartawan mengetahui keberadaan Eila?" tanya Wasa pelan, agar tidak terdengar Eila. "Lambat laun mereka pasti tahu tentang kepergianku lima tahun lalu, Sa. Aku hanya tak ingin mereka memberitakan Eila yang buruk." "Let, kebenaran pasti terungkap suatu hari nanti," kata Wasa berusaha menghibur. "Bagaimana bisa terungkap, Sa? Aku saja tidak tahu pria yang melecehkanku malam itu? Aku hanya tahu dia melalui surat yang dikirimkan untuk Eila," jawab Arletta menghela napas panjang. Wasa memegang kedua bahu Arletta, gadis remaja yang dulu keras kepala kini berubah menjadi wanita dewasa dengan pemikiran yang matang. "Aku akan mencari pria itu untukmu, Let. Begitu juga dengan keluargamu. Meskipun kita tak bisa melacaknya melalui surat itu, pasti kita bisa menemukannya." Beberapa tahun silam adalah hari kelam bagi Arletta, ia diculik dan dilecehkan sebagai seorang wanita dan kehilangan mahkota berharganya. Syok, ketakutan dan rasa tak suka pada awal kehamilannya membuat Arletta berniat bunuh diri. Namun, keluarganya selalu menguatkan wanita tersebut. Hingga Wasa yang sudah dianggap saudara memiliki rencana yaitu membawa Arletta ke Spanyol bersama Izah. Tak ada yang tahu jika di negara sana, ia melahirkan bayi mungil nan cantik. "Satu hal yang tidak bisa aku pahami, mengapa pria itu jika aku memiliki Eila dan ia mengirim surat tiap bulan?" Keanehan terasa saat Eila menginjak usia setahun, surat dari pria tak dikenal dan mengakui sebagai ayah kandung Eila terus mengirim selembar surat tanpa alamat dan isinya yang bercerita mengenai kegiatan si pria tersebut. "Aku rasa ia menyelidiki kita melalui mata-mata. Dan sayangnya, kita tak bisa melacaknya. Sungguh pandai pria itu." "Ibu, Eila dapat surat dari ayah. Ayah merindukan Eila, Bu. Kita menulis surat buat ayah, ya, Bu?" Di usianya yang ke lima tahun, Eila sudah pandai membaca dan menguasai bahasa asing. "Eila, ibu sudah pernah bilang sama kamu bukan? Kalau ayah tidak mau Eila membalasnya. Ibu dan paman Wasa saja tidak tahu alamat ayah." Selama ini mereka tidak tahu siapa pria yang mengaku sebagai ayah dari sang anak yang otomatis adalah pelaku pelecehan terhadap dirinya. Arletta dan keluarga melaporkan peristiwa ini, karena kurangnya bukti membuat mereka tak bisa mengetahui pelaku sebenarnya. Satu hal yang selalu Arletta ingat adalah suara pria tersebut terngiang hingga kini. Ia berharap tak akan bertemu dengannya lagi. ***** Sepanjang hari gadis kecil yang senang memakai gaun selutut itu merengek terus. Tak ada yang bisa menenangkan kecuali Arletta. Sayangnya sang ibu telah memulai pekerjaannya sebagai pelukis dan sedang melakukan wawancara. "Eila pengen ketemu ayah, Nek." "Suatu hari nanti Eila pasti bertemu ayah," bujuk Izah yang selalu sabar menjawab pertanyaan cucunya. "Kapan, Nek? Lalu di mana foto ayah?" "Kami kehilangan foto tersebut, Nak. Ibumu tidak menyimpannya," ucap Izah berbohong lagi dan ia meminta bantuan sang suami untuk memberi pengertian. "Eil, kita kedatangan dua adik kembar loh hari ini," kata Ridwan mengalihkan perhatian anak itu agar tidak terus menjawab. "Benar? Rinjani dan Meru datang ke sini, Kek? Bermalam di sini?" "Iya mereka mau ke sini nanti malam. Eil senang, kan?" Eila senang kedua sepupu kembarnya datang, ia selalu bermain jika mereka berkunjung di rumahnya yang dulu. Baginya memiliki adik sendiri tak mungkin, karena ayahnya tak pernah menampakkan diri di depan Eila. Ridwan dan Izah yang sudah berusia tua memiliki kebahagiannya sendiri meskipun beberapa tahun lalu berita kelam menghampiri. Namun, hal tersebut tak menyurutkan arti sebuah keluarga. Sementara di tempat terpisah, Arletta sudah merasa tak nyaman saat melakukan wawancara. Apalagi menyangkut kehidupan pribadinya. "Apa benar anda menikah diam-diam dengan seorang pengusaha?" tanya reporter wanita memegang alat perekam. "Maaf jawaban itu tidak perlu saya jawab," kata Arletta yang dibantu Wasa saat sesi wawancara. "Apa anak kecil yang kami lihat di bandara adalah anak anda?" "Foto anda dan pria yang wajahnya tidak diketahui sudah tersebar di publik. Apakah benar suami anda berinisial J?" Mata Arletta menatap Wasa meminta bantuan, ia tak suka dengan pertanyaan terakhir. Ia saja tidak tahu siapa pria yang membuat hari-harinya kelam beberapa tahun lalu. "Maaf semuanya, sesi wawancara hari sudah selesai. Arletta masih ada keperluan lainnya." Wasa langsung menggandeng tangan Arletta, ia membawa wanita itu ke tempat yang sepi dan tidak ada reporter yang membuntutinya. "Apa ada lagi agendaku hari ini?" Arletta tampak lelah menjawab setiap pertanyaan tadi, sebenarnya ia tak mau melakukan ini. Namun, media sudah memberitakan kedatangannya dan ia perlu mengklarifikasi hal tersebut. "Kamu masih ingat ada salah asisten orang terkenal yang datang pada kita?" "Iya, tuannya memintaku untuk melukisnya? Memangnya ada apa, Sa?" "Hari ini sang tuan memintamu menemuinya dan ia ingin mengatakan sesuatu mengenai lukisannya," kata Wasa melihat jadwal di agendanya. "Kapan? Aku ingin cepat pulang, Sa." "Hanya sebentar saja, Let. Asistennya sudah meneleponku sedari tadi, ia sedang menunggumu di depan." "Di kafe bawah? Aku nggak bisa, Sa. Di sana terlalu banyak orang," keluh Arletta sedikit kesal. "Di luar, Let. Ia ingin berbincang denganmu di dalam mobil," sahut Wasa. "Baiklah. Hanya sebentar, kan?" Wasa mengangguk dan mengantarkan Arletta ke pintu belakang agar tidak ketahuan semua orang. Arletta terkenal setelah seorang pemimpin negara memintanya untuk melukis. Saking indah dan begitu sempurna hasil karyanya membuat namanua dikenal di penjuru negeri. "Ada apa?" tanya Wasa saat tangannya dicengkram erat. "Kamu ada di depan pintu mobil, kan? Kamu akan menjagaku, kan?" Arletta masih menyimpan rasa trauma jika melihat mobil sedan hitam, mengingatkan pada masa lalunya yang dulu saat ia diculik. "Iya aku sudah memastikan kepada asistennya dan tenanglah aku ada di depan pintu mobil." Setidaknya ada Wasa yang terus berada di belakangnya, meskipun kadang ia merasa bersalah karena membuat pria itu jarang berada di rumah bersama istrinya. "Silakan ibu Arletta masuk. Kami akan menunggu anda dan tuan di depan." Salah satu pria berbaju membuka pintu, sejenak Arletta ragu untuk masuk. Namun, Wasa mengangguk dan memastikan semua akan baik-baik saja. Arletta duduk dan di sebelahnya terpasang tirai kecil, ia tahu orang yang meminta dilukis sedang duduk di sana. Sedikit merasa tak nyaman saat ia harus duduk berdua saja dengan pria yang belum ia kenal. "Maaf tuan, saya tidak bisa terlalu lama berada di sini." Arletta ingin segera pergi, sang putri sudah meneleponnya sejak tadi. "Bagaimana kabar anakku, Arletta?" Jantung Arletta terasa lepas saat itu juga, suara tersebut adalah suara yang ia kenal beberapa tahun lalu. Ia bergetar hebat dan keringat dingin membasahi tangannya. "Kamu siapa?" tanya Arletta gugup dan terbata-bata. Tirai terbuka perlahan, tampak pria dengan berjas hitam dan kacamata tipis sedang tersenyum padanya. "Kamu tak kenal denganku, Arletta?" "Aku tak kenal denganmu, Tuan. Maaf aku harus pergi, aku---" Sial ... pintu mobil terkunci otomatis. Arletta tak bisa membukanya dan pergelangan tangannya ditarik.l "Aku Janu. Pria yang membuatmu melahirkan anakku." =Bersambung=

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook