Bab 19. (Permintaan Maaf dari Dunia Gaib)

1017 Words
Kekakuan Pharo pun akhirnya berakhir dan mencair. Mendengar penjelasan dari suara lembut Naya. Manusia Sihir Bermata Merah itu, mendadak menjadi nyaman. Seolah Naya itu, ibu kandungnya sendiri. "Aku setuju Ibu. Lalu apa yang Ibu perlukan, dengan bantuan ku?" tanya Pharo, rileks dan menatap tajam ke arah Naya. Mencoba untuk membaca pikiran Naya. Walaupun sesungguhnya ia telah tahu. Masalah apa yang sedang menimpa Naya dari penjelasan Phiro. "Aku dihantui oleh arwah suamiku ...," tutur Naya pelan. Seakan berusaha untuk menahan rasa takutnya pada hantu Gatot. "Hanya itu, apakah Ibu tahu sekarang ia ada di mana?" tanya Pharo, tersenyum ke arah Naya dengan penuh misteri. "Tidak tahu ...," timpal Naya, menggelengkan kepalanya. "Ia ada di belakang Ibu. Di dalam tembok, bercat pink itu," tunjuk Pharo, menunjuk ke arah belakang Naya, dengan jari telunjuk kanannya. "Aro, jangan menakuti Ibu seperti itu. Nanti ia bisa jadi paranoid, " ujar Phiro, mencemaskan keadaan ibu angkatnya itu. "Aku tidak ingin menakuti Ibu. Tapi ini adalah kenyataannya," timpal Pharo, lalu menatap ke arah tembok yang ada di belakang Naya dengan tajamnya. "Ups! kau ingin kabur ya. Dasar hantu tidak tahu diri. Tanpa kau sadari, dirimu itu telah tersegel dengan tatapan mataku ini. Jadi kau tidak mungkin dapat kabur dariku," ujar Pharo, dengan dinginnya. Nampak telapak tangan kanannya. Ia rentangkan dan arahkan ke arah tembok itu. Seperti menarik sebuah benda dari dalam tembok itu. Terlihat tangan kanan Pharo menarik sesuatu dengan kekuatannya. Perlahan-lahan tetapi pasti, sosok bayangan putih jelmaan hantu Gatot pun tertarik keluar dari dalam tembok itu. Semua mata tertuju pada sosok hantu Gatot. Yang telah keluar dari dalam tembok itu. Naya nampak sedikit terkejut, ketika hantu Gatot yang telah keluar dari dalam tembok itu berada di belakang dirinya. Hingga ia pun mendekati Bram, untuk meminta perlindungan dari dirinya. Dari kejadian buruk yang tak diinginkan. Bram nampak tenang, begitu juga dengan Phiro. Yang seakan telah terbiasa melihat dan menghadapi makhluk astral seperti itu. "Sudah mati pun kau masih saja mengganggu kakakku, Naya. Sebenarnya apa mau mu!?" ujar Bram dengan kerasnya, kepada sosok astral itu. Akan tetapi hantu Gatot hanya diam dan terdiam. Dan hal itu dipahami oleh Pharo. Ia pun lalu berdiri dari duduknya. Lalu melompat dan berpijak tepat beberapa langkah dari hadapan hantu Gatot. "Ia bukannya hanya ingin diam dan tidak ingin bicara. Tapi menurut beberapa kitab suci. Mengatakan, bila manusia yang telah mati, maka arwahnya tidak akan bisa berkomunikasi dengan manusia yang masih hidup. Ia perlu tubuh orang hidup untuk dirasuki, agar ia dapat berbicara dengan manusia yang masih hidup. Tapi aku memiliki opsi kedua, aku akan menggunakan ilmu sihir ku. Agar ia dapat berbicara dengan kalian. Dan mengutarakan apa yang ingin ia utarakan kepada kalian," tutur Pharo, dengan panjang lebarnya. Yang mungkin hanya dapat dimengerti oleh Phiro. "Aro, walaupun aku tidak mengerti dengan semua perkataan mu itu. Tapi gunakanlah opsi kedua. Aku ingin ia sendiri yang mengutarakan keinginannya. Tanpa menggunakan tubuh orang lain, atau perantara apapun," ujar Naya mengutarakan keinginannya itu. Dan Pharo pun tersenyum, mendengar permintaan Naya itu. "Baiklah, keinginan Ibu itu akan aku lakukan sesegera mungkin," timpal Pharo, lalu membuka mulutnya. Dan meniupkan udara gaib dari dalam mulutnya. Ke arah sosok hantu Gatot. Yang segera tersenyum, setelah menghirup udara gaib dari dalam mulut Pharo itu. Yang membuat ia dapat berbicara, dan segera berbicara. Selayaknya orang yang masih hidup. "Terima kasih Mata Merah. Ternyata kau tidak dendam dengan diriku. Walaupun sewaktu hidup aku sangat berniat untuk mencelakai Phiro," tutur hantu Gatot, lalu berjalan meninggalkan Pharo. Tubuhnya menembus meja makan. Dan menghampiri Phiro yang masih duduk di hadapan meja makan itu. Phiro lalu berdiri dan melangkahkan kakinya ke tempat yang agak lapang di ruang makan itu. Dan hantu Gatot pun mengikuti apa yang dilakukan oleh Phiro itu. "Kau ingin apa? Sekarang kau sudah dapat berbicara, jadi bicaralah dengan apa yang ingin kau bicarakan. Denganku dan Ibu sekarang," ucap Phiro, dengan tegasnya. "Aku tidak ingin banyak bicara. Aku hanya ingin meminta maaf atas semua perbuatan buruk ku, sewaktu hidup kepada kalian. Terutama pada dirimu, Iro ...," ujarnya, dan Phiro pun tersenyum mendengar penuturan hantu Gatot itu. "Aku sudah memaafkan mu dari dulu. Bagiku kita tidak ada dan memiliki masalah. Dan tidak ingin membuat masalah denganmu. Jadi aku mohon, jangan hantui aku dan Ibu lagi," timpal Phiro, dengan nada rendah. Naya dan Bram yang sejak dari tadi hanya duduk terdiam. Kini bangkit dan menghampiri mereka berdua. Dan begitu pula dengan Pharo. Yang semuanya kini berhadapan dan berhadapan langsung dengan hantu Gatot. "Terima kasih Iro," ucap hantu Gatot, yang mengalihkan pandangannya ke arah Naya. "Nay, apakah kamu ingin memaafkan semua kesalahanku pada dirimu?" tanya hantu Gatot. Dan Naya pun lalu menganggukkan kepalanya. "Aku sudah memaafkan semua kesalahanmu, Mas. Aku harap kau sekarang bisa tenang di alam sana," ucap Naya, dengan lembutnya. Hantu Gatot lalu menghampiri Naya, yang sebenarnya ketakutan, bila dirinya sendiri. Berhadapan dengan hantu Gatot. "Kalau saja aku bisa memutar waktu. Sungguh aku tidak ingin melakukan semua kesalahan itu. Dan menjadi seperti ini. Naya, aku masih mencintaimu ...," ujar hantu Gatot, lalu mengecup kening Naya. Walaupun tak dapat tersentuh oleh tubuh astral nya itu. Hantu Gatot lalu meninggalkan Naya. Dan ia pun lalu menghampiri Pharo. "Mata Merah, dari dunia hantu yang gentayangan seperti aku. Aku melihat gambaran tentang hari esok, di mana ada kejadian Bulan jatuh ke Bumi. Aku tidak tahu apakah kejadian itu benar atau tidak, akan terjadi di dunia nyata? Atau malah hanya fatamorgana dunia hantu saja," ucap hantu Gatot, lalu tiba-tiba menghilang entah ke mana. Tanpa meninggalkan jejak sedikit pun, dari tempat itu. "Bulan jatuh, ini persis seperti ramalan Dewi Salju. Tapi sayangnya hantu itu telah pergi. Sebenarnya aku ingin mengorek banyak keterangan darinya. Tapi sudahlah, lagi pula si Jubah Merah belum muncul. Jadi ramalan belum terbuka dan berjalan," ucap Pharo di dalam hatinya. "Semua masalah telah selesai. Sebaiknya kita makan sekarang" ucap Bram, menuntun Naya ke tempat duduknya semula. Pharo dan Phiro pun melakukan hal yang sama. Entah mereka masih berselera makan atau tidak sebenarnya. Tetapi yang pasti mereka tetap makan malam dengan pikirannya masing-masing. Meresapi malam yang semakin larut. Yang semakin menciptakan banyak misteri. Tentang malam, tentang bulan, bintang dan tentang dunia gaib. Dunia di mana Pharo berasal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD