Intan berjalan cepat sambil menutup mukanya dengan tas yang dia bawa. Dalam langkahnya dia berdoa semoga tidak ada yang tau kalau dia keluar dari mobil sang CEO.
Rex yang melihat kelakuan Intan hanya terkekeh gemas. Lagian siapa yang berani membantah perintah Rex. Rex sudah memerintahkan karyawannya untuk tidak membully Intan ataupun berbicara buruk. Kalau sampai mereka melanggar, pekerjaan mereka lah taruhannya.
Setelah memastikan Intan duduk di mejanya, Rex berjalan ke Lift khusus petinggi perusahaan. Sambil menunggu besi kotak yang berjalan ke atas, Rex mengetuk-ngetukkan ujung sepatunya dengan gabut.
Ting!
Suara tanda lift berhenti membuat Rex bergegas untuk keluar. Ada pekerjaan yang sudah menunggunya. Meski pendiri perusahaan adalah papanya sendiri, tidak serta merta membuat Rex seenaknya. Untuk meraih jabatan sebagai CEO pun juga tidak mudah. Rex harus jauh-jauh sekolah ke Amerika dan masih banyak proses belajar tentang bisnis.
Awalnya Rex muak dengan berkas-berkas yang memusingkan, awalnya diapun juga merasa berat saat ribuan orang menjadi tanggung jawab nya. Namun, begitulah pemimpin. Harus siap menanggung apapun di pundaknya. Masuk ke ruangannya, sudah ada Bu Dina yang siap membacakan susunan jadwal yang harus Rex lakukan.
"Ada laporan dari karyawan keuangan, pak." ucap Dina memberitahu sembari menyodorkan sebuah berkas.
"Kenapa tidak manager devisi yang melaporkan?" tanya Rex bingung.
"Ada pro dan kontra di devisi keuangan. Sebenarnya saya sudah menyelidikinya semingguan ini. Ada selebihnya lima orang yang tidak jujur dalam mengelola data. Untung saja ada anak magang yang selalu teliti dan membaca grafik saham dengan sangat jeli." jelas bu Dina.
"Berarti anak magang itu sangat pintar?"
"Iya, pak. Dia sangat pintar, tapi dijauhi orang-orang karena pemikirannya yang terlalu kritis."
"Apa dia Intan?"
"Benar sekali." jawab bu Dina dengan bangga. Dina merasa sangat tepat meletakkan Intan di posisi itu.
"Siapa orang-orang yang sudah mengobrak-abrik data?"
"Ada di note paling bawah, pak!"
Rex membaca laporan dengan teliti serta bukti-bukti kejanggalan. Rex sudah tidak kaget dengan masalah keuangan yang selalu berkelit. Selalu ada oknum-oknum yang memanfaatkan jabatan. Seakan mereka bisa menipu dan memperkaya diri tanpa ketahuan.
"Libatlah Intan dalam pengelolaan data kembali. Kalau perlu ajak anak itu ke sini, kita kerjakan bertiga!" ucap Rex. .
"Soal manager gimana, pak?"
"Ini sudah ada sedikit bukti, aku akan minta orang-orang ku mengumpulkan yang lebih banyak. Untuk saat ini, jangan beri tugas Manager dan orang-orang yang terlibat, dengan pekerjaan apapun." titah Rex.
"Baik, pak!" jawab Bu Dina.
Sedangkan di sisi lain, Intan tengah ditatap tajam oleh wanita angkuh yang menjabat sebagai Manager devisi keuangan. Intan yang tidak sadar kesalahannya apa, hanya memandang dengan kikuk.
"Iya, bu?" tanya Intan sopan.
"Kenapa kamu mengerjakan berkas-berkas dengan salaha?" tanya Bu Ola dengan tajam. Pandangannya menusuk dalam ke arah anak magang yang menurutnya sudah lancang.
"Kalau boleh tau, yang salah apa ya, Bu? " tanya Intan. Perasaan dia mengerjakan segala laporan dengan benar.
"Harusnya kamu tidak menyerahkan hasil kerjaanmu pada Dewa!" desis Ola..
"Kan memang tugas saya kasih langsung ke-"
"Diam!"
Intan diam saat mendengar bentakan tiba-tiba. Dewa yang melihat hanya menatap.. Laki-laki cerdas itu masih menimang-nimang apa yang harus dia lakukan. Ya, meski dia karyawan biasa, kinerjanya sangat bagus melebihi manager. Cara kerja Dewa juga jujur dan teliti, dia yang membuat laporan atas kasus penggelapan dana yang dilakukan si tante girang, Ola.
"Kalau sampai ada apa-apa, awas kamu ya!" ancam Ola. Intan hanya mengangguk kikuk. Setelah Ola pergi, baru Dewa menghampiri Intan.
"Pak Dewa!" sapa Intan dengan ramah.
"Tidak perlu mendengarkan ucapan Bu Ola!" ucap Dewa.
"Tapi, pak. Saya takut kalau diusir dari sini. Kalau saya diusir, kemana lagi saya mau magang?"
"Soal urusan anak magang, bukan urusan Bu Ola, tapi Bu Dina. Yang penting kinerja kamu bagus, nilai kamu juga akan bagus." jelas Dewa.
"Tapi, tadi Bu Ola bilang pekerjaanku salah." ucap Intan.
"Tidak, Intan. Kan aku yang bimbing kamu." jawab Dewa gemas. Memang Ingan dibawah pengajaran dia. Jadi yang tau kinerja Intan hanya Dewa, nanti Dewa tinggal melaporkan ke Manager.
"Ah saya bingung, pak!" keluh Intan.
"Tidak perlu bingung, kerjakan yang aku kasih tadi. Kalau sudah jam istirahat, kamu istirahat juga." ucap Dewa sebelum meninggalkan Intan di mejanya.
"Wah wah wah, ini kantor. Kenapa malah pacaran kayak gitu?" ucap Rex sembari menatap laptopnya yang menampilkan rekaman CCTV di ruangan keuangan.
"Habis dimarahin Bu Ola itu, pak!" ucap Bu Dina. Memang Rex menyuruh Bu Dina untuk menemaninya mengecek CCTV.
Rex memutar kembali menit saat Bu Ola marah-marah. Kelihatan dari raut mukanya yang judes. Sayangnya Rex tidak bisa mendengar apa yang diucapkan Bu Ola karena tidak ada alat penyadap suara.
"Wah, setelah di marahin Bu Ola, datang lah pahlawan kesiangan." enek Rex menatap gambar Dewa dan Intan.
Bu Dina mengerutkan alisnya. Atasannya itu memang cerewet, tapi sejak kapan Rex mau mengomentari orang pacaran.
"Pak, Dewa ini orang yang sangat berpotensi. Selama ini jenjang karirnya juga baik. Kinerjanya juga bisa dipercaya." jelas Bu Dina.
"Apa kita perlu mengambil dia untuk mengecek ulang data perusahaan?"
"Kalau menurut saya, iya Pak. Ini juga demi perusahaan agar nilai saham tidak merosot."
"Tapi aku tidak suka melihat dirinya!"
Bu Dina melotot. Lagi-lagi merasa aneh dengan Rex. Kan, tumben sekali Rex bilang tidak menyukai karyawannya.
"Alasan bapak tidak menyukai Dewa, karena apa? Barangkali saya bisa mengaturnya."
"Karena dia dekat Intan." jawab Rex asal.. Bu Dina tersenyum manis. Mengetikkan pesan w*****p diam-diam ke nomor mamanya Rex.
"Ada alasan yang lain, Pak?"
"Kurasa tidak ada."
"Baiklah, kita jadi mengambil Dewa kan?"
"Iya, tapi saat bekerja aku tidak mau melihat Intan dan Dewa saling menempel!" ucap Rex dengan telak.
"Aman, Pak." ucap Bu Dina. Rex menganggukkan kepalanya. Bu Dina pamit keluar yang langsung Rex iyakan.
Rex menghempaskan tubuhnya ke kursi kebesarannya. Memutar-mutar dengan tidak jelas.. Kebiasaan kalau dia sedang gabut ataupun stres dengan kerjaan.
"Kenapa ya aku kalau lihat Intan itu seneng?" tanya Rex pada dirinya sendiri.
"Apa karena dia gemuk jadi dilihat nyenengin ya?" tanya Rex lagi. Pria itu mengetuk-ketukkan jarinya di tangan kursi. Memikirkan jawaban kenapa dia menyukai wajah Intan.
"Intan, kamu jangan kurus ya! Kamu lucu kalau gemuk." ucap Rex terkekeh.
Sepertinya CEO itu sedang terkena virus dilanda gila. Tidak ada angin tidak ada hujan, Rex menyatakan tertarik dengan seorang wanita.
Jarang-jarang Rex tertarik dengan lawan jenis. Apa ini sebuah keajaiban? Rex saja juga bingung dengan dirinya sendiri.
"Yang cantik banyak, tapi yang berkharisma hanya Intan semata." ucap Rex tersenyum cerah.