10. Tangan yang memegang pundakku itu tentu saja membuatku terkejut. Karena ketakutan, aku tidak berani mengungkapkan keterkejutan ini. Seperkian detik, bayangan monster sudah ribuan bermunculan di kepalaku saat ini. Rasanya aku ingin menyampaikan kata terakhir setelah mengungkapkan perasaan ini. Penyesalan yang menyambukku dengan begitu cepat ini tidak sempat memberiku ruang untuk mengaduh. Semuanya terlambat sampai-sampai pelukan yang hangat ini terasa begitu dingin. Begitu beku hingga tangan Sanchez yang selembut sutera pun terasa kasar. Di sisi lain, Sanchez mulai sesenggukan. Aku tidak tahu kapan dia mulai menangis. Mungkin tangan itu mencengkeram terlalu kuat pundaknya sehingga membuatnya menangis. Sama sepertiku, dia juga hanya memejamkan mata. Kami seolah saling sembunyi di dala