Melihat sahabatnya hanya termangu tanpa menjawab perkataannya, Stella kembali bertanya. Kali ini, dia sambil merangkul pundak Ayana. Berharap agar sahabatnya itu tak lagi terpuruk dalam kesedihan.
"Ayolah, Ay, semangat ya!"
"Iya, aku janji akan mencobanya. Sekarang apa bisa kita pulang?" tanya Ayana merasa kepalanya semakin pusing.
Belakangan ini dia memang jarang sekali bisa tidur nyenyak. Dia juga sering telat makan. Mungkin tensi darahnya juga rendah.
"Terserah kau saja," jawab Stella menurut.
Di perjalanan, Stella meminta mampir sebentar ke pusat perbelanjaan. Dia ingin membeli beberapa pakaian tidur karena miliknya sudah usang.
Tiba-tiba saja sebuah ide gila muncul di benak Ayana. Mungkin dia butuh sedikit hiburan. Ayana pun membeli gaun terbuka tanpa lengan dengan panjang selutut. Berwarna merah terang sangat kontras dengan kulitnya yang putih. Dia menyimpannya dalam tas.
"Stella, kau pulang saja lebih dulu. Aku masih perlu ke tempat lain," ujar Ayana.
"Baiklah, jangan pulang terlalu larut ya!"
Ayana mengangguk dan dia turun di tengah jalan. Melangkah ke dalam bar yang dia temukan tak jauh dari pusat perbelanjaan. Dia mengganti pakaiannya di dalam kamar mandi terlebih dahulu.
Memakai parfum, lipstik warna terang dan sedikit blush on untuk menyamarkan wajah pucatnya. Dia juga mengoles maskara dan eyeliner untuk mempertegas bola matanya.
"Aku mau pesan wine," ucap Ayana pada seorang barmaid yang kebetulan ada di depannya.
Barmaid itu menatap Ayana dengan menyelidik sebelum meracik minuman.
Ayana mengedarkan pandangan ke segala arah. Club malam ini sangat ramai sekali. Banyak muda mudi yang sedang bermesraan, juga orang-orang tengah meliuk-liuk menggoyangkan tubuhnya mengikuti hentakan irama musik yang keras.
"Huek." Ayana hampir saja memuntahkan kembali minumannya jika tidak sedang diawasi oleh barmaid. Ini pertama kali dia mencoba alkohol.
Pria itu tampak mengulas senyum. "Apa anda baru pertama kali minum alkohol, Nona?"
"Tentu saja tidak," sanggah Ayana. Berusaha menutupi rasa terbakar di mulutnya. Rasanya agak aneh. Seperti minuman soda, namun ada sedikit getir-getirnya.
"Jangan berbohong. Dari pandangan dan wajah anda menunjukkan anda sebenarnya orang yang polos. Kau baru pertama kali kan datang ke sini?" tanya barmaid itu.
Ayana hanya membuang muka, acuh karena malu telah ketahuan.
"Apa yang membuatmu datang kemari?" tanya si barmaid lagi.
"Aku ingin memuaskan diriku. Aku mencari laki-laki yang mau menemaniku malam ini," jawab Ayana menatapnya lagi.
"Apa kau punya kriteria khusus?"
"Tidak, aku mau dengan siapa pun asalkan jangan kakek-kakek," balas Ayana refleks.
Barmaid itu menahan tawa mendengar perkataan Ayana. "Oh, kalau begitu tunggu saja! Kau terlihat sangat cantik, pasti ada banyak pria yang mendekatimu malam ini."
"Terima kasih," balas Ayana singkat.
Tak berselang lama, datanglah seorang pria dengan postur tubuh yang tinggi duduk di samping Ayana dengan pandangan yang menjurus langsung ke tubuhnya yang seksi.
"Hai, kau datang sendirian?" tanya pria itu.
"Ya, aku sendirian," balas Ayana dengan gugup.
Sebenarnya dia tidak berniat menjual diri, tetapi karena bayangan Daniel dan Alma sedang b******a terus muncul dibenaknya, akal sehat Ayana pun seketika lenyap. Dia tidak peduli akan tetap mencari pelampiasan di tempat hiburan.
Pria itu mendekatkan tubuhnya membuat Ayana semakin ragu. "Jadi, kau mau menghabiskan malam denganku?" tanya dia dengan mata lekat menatapnya.
Seketika Ayana justru merasa jijik. "Ma-maaf. Aku harus pergi sekarang."
Ayana segera menghindar dan berjalan cepat melewati pria itu hingga dia tidak sadar telah menabrak seseorang. Ayana terperangah melihatnya. Dia pria tampan dan maco, dengan brewok di area rahangnya. Penampilannya mirip seperti pimpinan gangster di film-film Jepang yang sering ia tonton.
"Hei, Nona, Anda tidak apa-apa?" tangan pria itu melingkar di pinggangnya yang ramping sebab dia hampir terjatuh. Anehnya Ayana tidak merasa risih seperti tadi.
"Nona?" panggilnya sekali lagi dengan suara keras.
Ayana seketika tersadar dari lamunannya. "Kaulah pria yang aku cari. Temani aku untuk malam ini saja. Aku sungguh menginginkanmu."
Pria itu terkejut dengan ucapan spontan yang dilontarkan oleh Ayana. "Apa Anda sedang mabuk?"
"Tidak, aku hanya ingin kau sekarang juga!"
***
Mereka baru saja tiba di hotel beberapa menit yang lalu. Pria itu tanpa pikir panjang mengikuti kemauan Ayana.
Matanya hitam pekat, hidungnya mancung dengan garis rahang yang keras membuat ia semakin tampan. Bahunya kokoh dan lebar. Otot-ototnya dapat Ayana rasakan, walau tertutup pakaian.
"Lepas saja semua kain yang menutupi tubuhmu!" pinta pria itu dengan suara bariton.
Tangannya melucuti pakaian Ayana hingga tak menyisakan sehelai benang pun. Tangan yang lain terus bergerak mengikuti lekuk tubuh Ayana yang benar-benar ramping.
Oh, bahkan dia sangat pandai berciuman. Sejak tadi dia tak henti-hentinya menjelajahi bibir mungil nan ranum milik Ayana. Lidahnya menerobos setiap sudut mulut yang belum terjamah.
"Emmh." Ayana mengeluarkan suara ketika pria itu bergerak ke bagian lehernya.
Sang pria menghujam setiap inci lehernya dengan ciuman-ciuman yang menggelikan hingga ia bergerak turun menuju ke area perut. Kulit mereka saling bersentuhan membuat keduanya semakin terangsang.
"Kulitmu lembut sekali seperti kulit bayi," ucap pria itu berbisik.
Sang pria bahkan mahir sekali memainkan titik-titik sensitif Ayana. Dia mengerang merasakan geli bercampur nikmat. Belum pernah dia merasakan hal ini sebelumnya. Biasanya Daniel langsung masuk ke dalam intinya dan langsung pergi tidur begitu mencapai k*****s.
"Berhenti bermain-main di sana. Aku geli sekali," keluh Ayana.
Rupanya pria itu memainkan areola di bagian puncak bukit kembar miliknya. Membuat Ayana menggeliat.
"Tubuhmu sensitif sekali," ucap pria itu sembari menatap tubuh polos Ayana.
Menunduk malu, Ayana memang tidak pernah melakukan foreplay sebelum berhubungan badan.
"Kau siap?" tanya pria itu saat merasai area vital Ayana telah basah.
"Lakukan saja!" balasnya yakin.
Pria itu mulai memasuki inti Ayana perlahan dan menggerakkan tubuhnya dengan irama pelan. Keduanya saling mengerang merasai kenikmatan yang luar biasa. Sang pria semakin mempercepat gerakannya dan setiap hentakan begitu keras hingga membuat tubuh Ayana tersentak beberapa kali.
Tak butuh waktu lama, akhirnya Ayana mencapai pelepasannya. Pria itu pun memberinya sedikit ruang untuk bernapas. Dia tersenyum penuh kemenangan. Lubang surgawi milik Ayana berkedut begitu cepat, membuat sang junior miliknya seperti diremas-remas. Namun, ponsel pria itu tiba-tiba saja menampilkan pesan singkat.
Miko: Tuan Brian, Presdir telah menunggu Anda.
Tak menghiraukan isi pesan itu. Pria bernama Brian Halligan Aditama kembali meneruskan permainannya yang tertunda. Ayana pun dibuat terkejut dengan tenaganya yang malah semakin bertambah besar, padahal mereka sudah bermain cukup lama.
"Aku hampir mencapai k*****s," bisiknya dengan mesra.
"Ya, lanjutkan saja," balas Ayana mengulas senyum.
Pria itu meninggalkan bekas cupang di seluruh tubuh Ayana. Dia bisa melakukannya dengan badan yang masih bergerak stabil di atas wanita itu. Hingga akhirnya, sang pria mengerang dengan keras. Dia merasakan kepuasan yang sama dengan Ayana.
Keduanya pun terbaring berdampingan sembari mengatur nafas yang masih tersengal. Ayana tersenyum puas melewati malam yang penuh gairah bersama pria asing yang tidak dikenalnya ini. Mereka sama-sama tertidur karena kelelahan.
***
Pagi harinya, Ayana terbangun lebih dulu. Dia mengamati Brian yang masih tertidur pulas. Dia pria paling tampan yang pernah ia temui. Otot dadanya, lengan, dan juga pahanya sekuat baja. Pasti dia tipikal pria yang gemar nge-gym.
Ayana lekas berganti pakaian setelah mandi. Dia tidak ingin pria itu terbangun sebelum dirinya pergi.
"Terima kasih untuk semalam. Aku sangat puas." Tulis Ayana di selembar kertas dan menyelipkan uang sebanyak tiga juta dalam amplop warna coklat.
Tak berselang lama, setelah kepergian Ayana, pria itu terbangun dengan malas. Meraba-raba ruang kosong di sampingnya yang ada hanya terpaan angin yang masuk melalui celah-celah.
"Ke mana dia pergi?" Pria itu menemukan secarik kertas dan uang yang diletakkan Ayana di meja nakas. Dia menyunggingkan senyum arogan.
"Kau pikir aku laki-laki bayaran? Siapa namamu, gadis cantik?"
Bersambung.