Keping 11 : Aqila Nafeeza Zahra

1639 Words
Seperti foto usang yang akan memudar, begitupun cintaku padamu yang telah tersamar. Meskipun tak bisa ku pungkiri jika kenangan itu masih terus mengekang setelah ikhlas untuk melepaskan. ______________&&&_______________ Keesokan harinya Azzam dan Adiva memutuskan kembali ke Jombang sedangkan Hisyam memilih tinggal di rumah untuk beberapa hari lagi. Sebenarnya malamnya setelah perbincangan mereka bertiga Hisyam sudah pamit kepada Arumi untuk kembali ke pesantren tapi ternyata Azzam kakaknya malah lebih dulu berpamitan jadi Hisyam memutuskan mengalah karena jika mereka kembali di hari yang sama tak menutup kemungkinan Haidar, ayah mereka akan curiga karena Hisyam tidak ikut satu mobil bersama Azzam dan Adiva sedangkan tujuan mereka sama. Sepanjang perjalanan Adiva merasakan ada sesuatu yang berbeda pada Azzam. Pria itu lebih banyak terdiam dengan pandangan fokus pada jalan raya di hadapannya. "Kenapa Sayang?" Ucap Azzam saat mobilnya berhenti di rambu-rambu merah lalu lintas. Tentu saja Azzam bisa mengartikan arti tatapan istri kecilnya itu. "Apa ada masalah Mas?" Adiva memberanikan diri bertanya. Adiva sedikit terkejut saat Azzam tiba-tiba mengubah rencana yang awalnya mereka akan tinggal beberapa hari di rumah orang tua pria itu dan mengajak dirinya berkeliling kota. Tapi dengan mendadak Azzam mengajaknya pulang pagi ini. Adiva memang masih muda tapi ia tidak bodoh. Ia bisa merasakan sesuatu yang berbeda pada suaminya. "Nggak ada apa-apa, maaf ya klo Mas membuat kamu khawatir, Mas ada pekerjaan penting di kampus. Tapi Mas janji 5 hari libur yang tersisa Mas akan full time menemani kamu." Ungkap Azzam lalu meraih jari jemari Adiva. Ia kaitkan jemari lentik milik Adiva pada sela jemarinya yang kokoh. "Kamu tahu Sayang, ini apa artinya?" Azzam mengangkat tangan mereka yang tengah bertaut. Adiva seketika menggelengkan kepala sebagai jawaban jika ia memang jujur tidak mengerti maksud perkataan Azzam. Tin... Suara klakson sukses membuat kedua tangan itu terlepas. Azzam segera menginjak gas lalu melajukan mobil yang dikendarainya. Mobil Innova hitam itu melaju perlahan hingga tampak jalanan lancar Adiva segera menggeser posisi duduknya. Ia duduk miring menghadap Azzam. "Apa Mas?" Adiva menuntut jawaban pada Azzam. Azzam kembali menggenggam jemari Adiva lalu membawa ke bibirnya untuk ia kecup. "Itu artinya sepasang suami istri itu harus saling melengkapi. Dari karakter dan kepribadian yang berbeda itu kita harus bisa saling mengisi, mengasihi, dan mengerti. Di dunia ini tidak ada yang sempurna. Allah menciptakan kita dengan karakter kita yang unik. Seperti saat ini, selain kehadiran kamu sebagai penyempurna agama Mas, kamu juga adalah penyempurna hidup Mas." Terang Azzam yang seketika sukses menghadirkan semburat jingga di pipi Adiva. Adiva segera mengembalikan posisi tubuhnya dengan menahan senyuman. Perutnya seketika merasa geli seperti ribuan kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya. Azzam tergelak lalu mencubit pipi Adiva dengan gemas. "Setiap melihatmu tersenyum Mas merasa kembali muda Dik." "Ih gombal!" Adiva mencubit lengan Azzam dengan tersipu malu. Sumpah Adiva tak pernah menyangka jika ustadz galaknya itu bisa berkata-kata dengan begitu manis. "Udahan ah Mas gombalnya, nanti bisa-bisa aku terkena penyakit diabetes karena mendengar rayuan manis Mas Azzam terus setiap saat!" Ucap Adiva asal yang seketika sukses membuat Azzam tertawa keras. Sepertinya Azzam telah melupakan salah satu sifat Adiva. Ceplas-ceplos. "Kamu makin lucu Dik!" Ucap Azzam di sisa tawanya seraya menggelengkan kepala. Suasana romantis yang telah ia bangun seketika ambyar. Jadilah sepanjang perjalanan mereka isi dengan bercanda. Tepatnya saling mengingatkan bagaimana sikap menyebalkan mereka berdua dulu. Saat masih berstatus sebagai guru dan murid. ***** Lima hari yang tersisa benar-benar Azzam manfaatkan untuk menemani istrinya. Entah itu hanya berkeliling ke pusat kota Jombang di malam hari lalu duduk berdua di tengah alun-alun kota untuk menikmati jagung bakar dan tentu saja es cappucino favorit Adiva. Bahkan Azzam sudah berhasil mengajari Adiva memasak. Olahan masakan sederhana yang bisa dengan cepat Adiva kuasai. Hal sederhana tapi menciptakan kebahagiaan yang luar biasa. "Besok Mas Azzam sudah mulai ngampus ya?" Gumam Adiva yang kini tengah berada dalam pelukan Azzam. Mereka tengah menikmati waktu berdua di ruang tengah sambil menonton acara televisi. "Iya Dik, kamu juga kan udah masuk," Balas Azzam sembari memainkan rambut panjang Adiva dengan menggulung dengan jari-jarinya. "Setiap hari kan kita juga pulang pergi kampus bareng. Masak udah kangen?" Sambung Azzam lagi dengan menahan senyuman geli. Azzam justru sangat menyukai sikap manja Adiva seperti saat ini. "Rasanya pengen libur aja terus! Malas ngampus!" Gerutu Adiva yang seketika mendapatkan cubitan di ujung hidungnya dari Azzam. "Mas repot Dik nggak bisa nemanin kamu 24 jam lagi mulai besok. Yah klo besok kamu kosong bisa main ke ruangan Mas. Bantuin kerjaan Mas." Terang Azzam pada istri kecilnya. Azzam selalu menyebut Adiva dengan sebutan istri kecilnya. Selain memang postur tubuh Adiva yang kecil, gadis itu memiliki wajah yang imut. Jadi misalkan Adiva mengaku jika ia masih usia remaja SMA pun tidak ada akan yang mengira jika gadis itu sudah menyandang status sebagai istri. Dengan entengnya Azzam mengangkat tubuh Adiva ke atas pangkuannya. Kedua kakinya terbuka dengan posisi menghadap Azzam. Tangan Adiva terangkat, menelusuri garis wajah pria di hadapannya. Lalu berhenti di dagu berbulu tipis milik Azzam. Dengan menyeringai Azzam meraih jemari Adiva yang bermain-main di wajahnya. Ia kecup ujung jari itu satu persatu dengan tatapan mata mengarah pada bibir ranum milik Adiva. Tak lepas dari wajah ayu di hadapannya, tangan Azzam terangkat membelai pipi Adiva lalu beralih ke belakang kepala gadis itu. Menekan tengkuk Adiva hingga kedua bibir mereka bertemu. Adiva masih terdiam saat bibir Azzam mulai melumat bibirnya dengan lembut. Mata Adiva perlahan terpejam saat merasakan kehangatan dan kenikmatan yang Azzam berikan padanya. Adiva selalu luluh setiap menerima perlakuan lembut Azzam. Membuat dirinya terlena dan candu. Sebuah rasa baru yang selalu hadir setiap kali mereka tengah memadu kasih. Deru napas keduanya terdengar saling memburu kala ciuman itu menuntut balas dan meminta lebih. Azzam mengurai tautan bibir mereka sejenak untuk menghela oksigen. Ia tatap ke dalam sorot bola mata cantik yang tengah berkabut gairah di hadapannya. Azzam mulai membuka kancing baju Adiva satu persatu. Melepaskan dari lubangnya tanpa memutus kontak mata mereka. Pergulatan panas nan candu itu berakhir di atas sofa. Masih dengan sisa napasnya yang berkejaran setelah menyelesaikan percintaan panas itu Azzam segera memungut sarung yang tadi dikenakannya, menutup tubuh polosnya. Lalu memungut pakaian milik Adiva untuk menutup sebagian tubuh polos istrinya. "Kita lanjut lagi di kamar!" Bisik Azzam seraya mematikan televisi yang sedari tadi menjadi saksi percintaan mereka. Malam itu mereka kembali mengulangi kegiatan panas dan mendebarkan itu di kamar. ***** Azzam menahan tangan Adiva yang hendak turun dari mobil. Menatap wajah istrinya yang semakin hari semakin bertambah cantik. Rasanya Azzam masih belum rela jika mereka harus berpisah. Berpisah hanya untuk sementara waktu karena pekerjaan yang telah menanti Azzam. Begitupun Adiva yang harus memasuki kelas di hari pertama semester 5. "Apa Mas?" Ujar Adiva menatap Azzam heran. Pria itu tergelak seraya menyodorkan pipinya ke arah Adiva. "Dasar dosen m***m!" Ejek Adiva tapi menuruti permintaan Azzam. Ia kecup pipi Azzam bergantian. Lalu tanpa Adiva duga Azzam menarik dagu Adiva dan berhasil mencuri kecupan di bibir wanita itu. Azzam segera turun dari mobil tak mengindahkan gerutuan istri kecilnya. "Udah masuk kelas sana!" Ucap Azzam sembari menyodorkan tangan kanannya untuk di cium Adiva, "Nanti begitu selesai kelas langsung keruangan Mas ya!" Sambung Azzam lagi lalu segera meninggalkan Adiva. Adiva menyusuri lorong kampus seraya mengedarkan pandangan mencari teman sekelasnya. Tak jauh dari sana tampak sahabat baiknya, Safira sedang berjalan bersama Luluk, teman sekelasnya juga. "Apa kabar kalian?" Pekik Adiva dengan kedua tangan memisahkan dua gadis yang tengah berjalan bersama itu. Adiva mengambil posisi di tengah dengan kedua tangannya mendarat di bahu kedua temannya tersebut. "Wow... Pelanin dikit kenapa suaranya? Kita nggak budek tahu!" Kesal Luluk dengan tangan menutup telinga. "Wah pengantin baru. Pasti bau sampho nih!" Goda Safira sambil menghirup hijab Adiva yang memang beraroma sampo bahkan terlihat jilbab segiempat yang dikenakan Adiva terasa lembab karena rambut basahnya. "Sirik aja kalian. Buruan deh nikah. Gue aja nyesel..." Jeda Adiva dengan senyuman penuh arti. Kedua temannya itu menatap Adiva penuh perhatian. "Iya aku menyesal kenapa nggak nikah dari dulu. Seru dan asyik!" Adiva tertawa keras yang langsung dibungkam tangan Safira saat beberapa mahasiswa mulai memperhatikan mereka bertiga. "Kagak ingat pas mewek-mewek dulu!" Gerutu Safira yang tak diacuhkan oleh Adiva. Obrolan seru mereka bertiga berlanjut hingga sampai di depan kelas fakultas psikologi. Azzam segera masuk ke dalam ruang khusus dekan. Setelah itu baru menyapa para rekan dosen lainnya di ruang sebelah ruangan dekan miliknya untuk sekedar beramah tamah setelah liburan semester. "Pak Azzam ada dua dosen baru di fakultas kita semester ini," ujar Yunus salah satu rekan dosen yang juga teman sekelas Azzam saat menempuh pendidikan S1 dulu dengan senyuman tersirat. "Iya saya tahu," balas Azzam dengan santai sembari mengambil posisi duduk di sofa sebelah Yunus. Pria itu mengambil air putih yang selalu tersedia di atas meja ruang dosen tersebut lalu meminumnya. Alis Yunus saling bertaut melihat ekspresi Azzam. "Apa Pak Azzam belum melihat berkas biodata kedua dosen tersebut?" Tak bisa menahan rasa penasaran akhirnya Yunus kembali melontarkan pertanyaan. "Pak Yunus ini gimana sih! Namanya juga pengantin baru, mana sempat mengecek data dosen baru," Goda Edi, rekan dosen lainnya. "Assalamualaikum." Sebuah suara familiar menyapa indera pendengaran Azzam. Pria itu otomatis menoleh ke arah pintu masuk ruangan. "Itu dosen barunya!" Yunus menyenggol lengan Azzam yang seketika membeku. "Wa'alaikumsalam." Jawab serempak seluruh dosen yang berada di dalam ruangan tersebut. "Pak Azzam!" Bisik Yunus lagi. Azzam segera berdeham lalu memasang ekspresi wajarnya. "Mari masuk Bu Aqila!" Sapa Bu Yesi dengan ramah seraya mempersilakan Aqila untuk duduk di kursi kosong di sebelahnya. Aqila Nafeeza Zahra, cinta pertama Azzam yang dengan tega meninggalkan dirinya di hari acara ijab kabul akan segera berlangsung. Mempermalukan Azzam dan keluarga besarnya 8 tahun lalu hanya demi kembali dengan mantan kekasih wanita itu. "Silahkan masuk Bu Aqila, semoga betah di sini!" Sapa Azzam ramah dengan sebisa mungkin mempertahankan ekspresi wajahnya. Azzam segera pamit kepada rekan dosen yang berada di sebelahnya untuk segera kembali ke ruangannya. Ia butuh waktu sendiri sekarang. Ia butuh ruang dan waktu untuk menenangkan debaran jantungnya yang kembali bergejolak saat bertemu wanita dari masa lalunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD