Keping 6 : Kunjungan Aldebaran

1815 Words
Dalam diam aku memiliki dirimu seutuhnya. __________________&&&_________________ Kegelisahan tiba-tiba merajai hati Adiva tanpa alasan, sejak semalam ia tidak bisa memejamkan mata meskipun hanya sejenak, barulah setelah bangun salat malam bersama Azzam Adiva bisa terlelap. Tanpa Adiva sadari Azzam tersenyum menatap wajah Adiva yang tertidur pulas, ia tidak menyangka bisa tergila-gila pada gadis belia yang kini sudah resmi menjadi istrinya itu dalam waktu yang singkat, benteng hati yang selama 8 tahun ia bangun dengan kokoh seketika roboh hanya dengan hitungan minggu saja. Sambil menunggu adzan subuh berkumandang Azzam mengambil mushaf dari atas meja lalu membacanya dengan khusuk. Allahuakbar Allahuakbar, terdengar sayup suara adzan subuh Azzam segera mengakhiri bacaan Al-Quran yang tengah ia lantunkan lalu kembali mengambil air wudhu agar merasa segar kembali, ia kecup kening Adiva cukup lama sebelum masuk ke dalam kamar mandi. Ia lipat sajadah yang terhampar di atas lantai lalu meletakkkan di bahu kirinya, kali ini ia pergi berjamaah salat subuh ke masjid sendiri karena tidak tega mengganggu tidur Adiva. Azzam tahu semalaman Adiva gelisah dari tidurnya, ia berencana akan menanyakan langsung penyebab Adiva gelisah nanti seusai ia pulang dari masjid. ***** "Kamu kenapa Sayang? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" Ucap Azzam saat masuk ke dalam kamar melihat Adiva sedang melamun menatap luar jendela. Terlihat dari balkon kamarnya jalanan mulai ramai dengan aktivitas warga yang berlalu lalang di jalan raya. "Nggak ada apa-apa Mas," balas Adiva singkat sambil mengalihkan pandangannya ke arah Azzam yang kini sudah berdiri di sisinya. Azzam melirik ponsel di tepian jendela milik Adiva yang tampak berkedip, di layar pipih itu tertera nama Safira di sana, seketika alis Azzam terangkat sebelah karena merasa heran. Tak biasanya sepagi ini sahabat istrinya itu mengirimkan pesan. "Ada apa sepagi ini Safira mengirimkan pesan?" Tanya Azzam penasaran. Lalu tanpa diduga Adiva menunjukkan pesan Adiva padanya yang tidak dibalasnya. "Adiva entar pulang kampus kita berencana rujakan di rumahku. Si Della dan Santi ngajakin tuh, kamu ikut kan?" Azzam tersenyum membaca pesan dari Safira lalu membelai rambut Adiva. "Apa kamu kangen ibu dan ayah?" Tanya Azzam dengan lembut mencoba menerka kegelisahan istrinya. Tanpa Azzam sadari jika pesan sahabat istrinya tersebut mengandung pesan tersirat. Perlahan Adiva menatap Azzam dengan rasa haru, ia tak menyangka Azzam mengerti isi hatinya. Adiva menganggukkan kepala lalu tersenyum lebar sembari melingkarkan kedua tangannya ke tubuh Azzam. "Bilang saja kalau kamu menginginkan sesuatu, jangan dipendam sendiri," ucap Azzam sambil mengeratkan pelukannya, ia hirup kuat-kuat aroma orange dari rambut panjang Adiva, Aroma yang kini selalu ia rindukan saat berjauhan dengannya meskipun hanya sebentar saja. "Maaf Mas aku nggak enak mau bilang, Mas kan sibuk dan pasti kerjaannya banyak setelah PAS gini, apalagi gantian bentar lagi MTs tempat Mas ngajar juga mau ujian," terang Adiva malu-malu, ia sungguh tak enak hati jika harus merepotkan Azzam. "Kamu ini lucu Dek, rumah ibu dan ayah kan dekat kalau mau pulang bilang saja pasti Mas antar, kan bisa Mas antar trus ke kampus entar pulang Mas jemput lagi," terang Azzam dengan lembut, hatinya tergelak mengetahui sifat istrinya yang masih polos dan pemalu itu. "Entar pulang kampus kita pulang sekalian nginep sana, kan setelah menikah ini kita juga belum pernah menginap di sana," jawab Azzam sambil mencubit ujung hidung Adiva dengan gemas. ***** Dengan senyuman mengembang Aldebaran mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru pesantren yang tak banyak berubah sejak ia boyong 2 tahun yang lalu, hanya saja beberapa gedung sedang dalam pengerjaan renovasi, ia sedang menunggu di gazebo depan gedung adiknya Arayyan Malik yang baru mondok setahunan ini. Sambil menunggu ia berbincang dengan dua teman seangkatannya Fauzi dan Latif yang masih di pondok sambil berkuliah, mereka mengabdi sebagai pembina bagi santri-santri yang masih bersekolah di tingkat SMP dan SMA. Al mengucapkan terima kasih kepada dua temannya itu terutama Fauzi sebagai pembina kamar adiknya, setelah Aray datang. Al memeluk Aray dengan sayang setelah Aray meraih tangan dan mencium punggung tangannya. "Alhamdulillah kamu sudah kerasan Dek," ucap Al sambil menelisik penampilan Aray yang jauh dari gaya metropolitan, kini Aray berpakaian ala santri dengan peci, koko putih, dan sarung, Al berdecak kagum, dulu ia juga berpenampilan seperti adiknya tersebut. "Iya A' enak di sini banyak temannya, oya liburan semester gue di sini aja ya entar liburan lebaran aja gue baliknya," balas Aray dengan tersenyum sambil menatap kakak yang selalu dengan sabar menasehatinya saat ia nakal dulu. "Terserah Lo ajalah, nanti Aa' bilang ama Mama dan Papa, oya ini dari Mama, pesen Mama belajar yang rajin, video call aja gih! Mama pasti seneng," ucap Al sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tas ranselnya. Aray begitu bahagia saat wajah Riana mamanya muncul di layar ponsel Al, Al membiarkan Aray berbicara dengan mamanya sampai puas, membiarkan mereka melepas rindu sedangkan dirinya kembali mengamati bangunan pesantren yang dulu pernah ditinggalinya selama 3 tahun. Sekelebat kenangan bersama teman-temannya saat masih menjadi santri dulu berputar mulai dari saat mengantre mandi, makan jabo (jasa boga), atau pun setoran hafalan surat-surat penting dan juz amma berhasil menerbitkan senyumannya. Terkadang saat di rumah hal yang selalu ia rindukan adalah kegiatan sederhana itu, kegiatan yang penuh makna dan tidak akan pernah terlupakan sepanjang masa. Al menggeleng melihat adiknya menangis setelah berpamitan dengan mamanya, ia tepuk bahu Aray untuk menenangkan remaja itu. Ia dulu juga seperti Aray setiap kali disambang atau ditelepon oleh kedua orang tuanya. Al juga menangis tak mempedulikan di mana pun ia berada. Meskipun pondok pesantren Al-Amin menyediakan kamar khusus tamu untuk wali santri yang sedang berkunjung, Al lebih memilih tidur di kamar adiknya Aray sekalian melepaskan rindu dengan adik kesayangannya itu. Al tiga bersaudara dan ia sebagai anak sulung harus selalu bisa menjadi contoh yang baik bagi adik-adiknya, makanya setelah Aray lulus SMP Al mengusulkan kepada kedua orang tuanya agar Aray belajar di pondok pesantren seperti dirinya dan nanti adik bungsunya, Arin yang sekarang masih duduk di bangku kelas 8 SMP juga akan mengikuti jejak kedua kakaknya untuk belajar di pondok pesantren setelah lulus. Karena kebetulan hari Kamis kegiatan pengajian kitab di pondok pesantren Al-Amin sedang libur, Al bisa menghabiskan malam dengan bercengkrama bersama teman dan adiknya hingga larut malam dengan dilengkapi secangkir kopi dan cemilan yang ia bawa dari Jakarta. Namanya santri sebanyak apapun makanan pasti menjadi rebutan, tadi setelah jamaah salat isya hanya butuh waktu 5 menit oleh-oleh untuk Aray sudah habis tak tersisa oleh teman sekamarnya. Keesokan harinya pukul 8 pagi Al pamit pada adik dan teman-temannya. "A' kok buru-buru sih kan nanti jadwal keretanya masih jam 1 siang?" Tanya Aray dengan wajah sendu, rasanya ia masih ingin berlama-lama bersama kakaknya. Namun saat ia teringat niat dan tujuannya belajar di pondok pesantren Aray segera menyeka air mata yang hampir jatuh lalu memeluk Al. Setelah melepas pelukannya Aray melihat seberkas sinar kebahagian dalam netra Al. Deg... Aray baru teringat kakaknya berkunjung ke Jombang pasti akan menemui Adiva juga, Aray memang tidak mengenal Adiva tapi ia sering melihat foto-foto Adiva di laptop dan ponsel kakaknya dulu. Aray membeku sesaat. Namun memilih diam tidak memberitahu kakaknya bahwa Adiva adalah istri Ustadz Azzam yang tak lain adalah ustadz pembina kamar Al sewaktu masih di pondok pesantren dulu. "Aa' ingin bertemu teman Aa' dulu, lo baik-baik dan jaga kesehatan di pondok ya?" Balas Al sambil mengacak rambut Aray dengan sayang. Setelah berpamitan pada Aray rute selanjutnya adalah menemui gadis pujaan hatinya, Adiva. Gadis yang berhasil memenjarakan hatinya. Cinta pertama dan akan menjadi cinta terakhirnya. ***** Seperti biasa Al akan mampir ke rumah Lutfi sahabatnya untuk bersilaturrahmi sekagus meminjam motor untuk berkunjung ke rumah Adiva. Lutfi adalah sahabatnya sejak ia mondok hingga sekarang mereka tidak pernah lepas kontak, Al sendiri sudah dianggap seperti anak sendiri oleh orang tua Lufti sehingga Al sendiri tak pernah absen mampir saat kebetulan bermain ke Jombang. Namun Al merasa ada yang aneh dengan gelagat Lutfi kali ini, Lutfi seperti menghalang-halanginya untuk ke rumah Adiva, Al berusaha mengelak rasa curiganya lalu segera pergi menuju rumah Adiva yang hanya berjarak 2 km dari rumah Lutfi. Hati Al luar biasa bahagia saat melihat rumah besar dengan halaman luas itu kini terpampang nyata di hadapannya. Ia berjalan pelan sambil memandangi deretan bunga-bunga mawar yang sedang bermekaran, bunga jenis aglonema dan anggrek pun tak bisa dibilang sedikit dan tentu saja Al tak yakin jika yang merawat bunga di taman itu adalah Adiva, gadisnya itu tak pandai merawat bunga seperti ibunya. Semakin mendekati rumah Adiva jantung Al semakin berkejaran, rindu yang menyesakkan dadanya sebentar lagi akan segera terobati. Ting... Tong... Suara bel rumah mengagetkan kegiatan Adiva yang sedang menata pakaian yang hendak ia bawa ke rumah kontrakannya bersama Azzam. Dug.. "Aduh," keluh Adiva meringis karena kesakitan saat kakinya terantuk sudut ranjang dengan menahan rasa sakit dan jalan terpincang ia meraih jilbab instan yang tersampir di kursi meja rias. Deg.. Deg.. Deg.. Adiva mencengkeram dadanya yang tiba-tiba berirama kencang. Perasaan gelisah seperti kemarin tiba-tiba datang kembali, kegelisahan yang tak beralasan. Seandainya ia tidak di rumah sendiri pasti ia tidak perlu repot-repot membukakan pintu karena ia yakin pastilah tamu yang datang adalah tamu untuk ayahnya. Klek.. Pintu terbuka, sesosok laki-laki bercelana jeans hitam dan berkemeja jungkis putih berdiri membelakanginya dengan tas ransel yang Adiva kenali pemiliknya. Deg.. Seketika tubuh Adiva membeku dengan jantung beritme kencang saat aroma maskulin yang sangat ia kenal menyapa indera penciumannya. Laki-laki itu berbalik badan dengan senyuman khasnya, "Hai Adiva endut!" sapanya masih dengan senyum khas itu. Adiva seperti terhipnotis mengamati wajah yang masih selalu ia rindukan itu, penampilannya jauh berbeda. Ia tampak lebih dewasa dengan bulu-bulu halus mengitari rahangnya dan tubuh atletis yang jelas terbentuk dari kemeja jungkis putih yang dikenakannya. Aldebaran tergelak sambil melambaikan tangannya ke arah depan wajah Adiva, sungguh ekspresi Adiva membuatnya gemas. "Adiva, aku Al kekasihmu bukan hantu," tegur Al yang seketika menyadarkan lamunan Adiva. Wajah Adiva mendadak berubah pucat pasi saat benar-benar meyakin jika pria yang berdiri dengan tersenyum di hadapannya kini adalah Aldebaran Malik, kekasihnya. "Ma maaf aku hanya terkejut, seperti mendapat prank aja," balas Adiva mencoba menetralkan suasana meskipun terkesan kaku lalu mempersilahkan Al duduk di kursi yang berada di teras, Adiva tidak berani menyuruh Al masuk ke dalam rumah karena ia sedang sendirian, ia tidak ingin kedatangan Al menjadi fitnah nantinya karena statusnya yang kini sudah bersuami. Cukup lama mereka dalam diam, Adiva segera menundukkan kepala saat tak sengaja kedua netra mereka bertemu, kini Al mulai merasakan perubahan dalam diri Adiva. "Dapat salam dari Mama dan Papa, ini oleh-oleh dari Mama." Al menggeser kotak berwarna biru dan sebuah paper bag berwarna coklat di atas meja ke arah Adiva yang duduk berseberangan dengannya. "Terimakasih Al," balas Adiva singkat dengan suara bergetar. Al semakin memperhatikan tingkah laku aneh Adiva, biasanya setiap ia datang Adiva akan menyambutnya dengan riang. Namun kali ini mengapa ia menangkap kepedihan dari sepasang netra Adiva yang tadi sempat beradu dengannya. Ia masih menatap Adiva yang masih menundukkan kepala lalu beralih melihat kedua tangan Adiva yang saling bertaut dan meremas, kebiasaan Adiva bila kekasihnya itu sedang gugup. Deg... Tubuh Al seketika membeku saat melihat cincin bermata putih melingkar di jari manis Adiva. Dunia Al seolah berhenti berputar detik itu juga. Sunyi dan senyap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD