BERHASIL

1172 Words
"Biar papa yang buka." Arman mencegah Vania yang hendak membukakan pintu untuk kekasihnya. Pasca Vania berlutut memohon restu dari Arman, ditambah dengan tangisan yang begitu tak berdaya dari gadis itu, Arman akhirnya luluh. Ia mendekati Vania yang berlutut dan menangis itu, lalu menuntunnya berdiri. "Kamu sangat mencintai dia?" Tanya Arman. Vania mengangguk pelan. Kemantapan hatinya sudah tak perlu diragukan lagi. "Kamu sungguh siap menghadapi resiko nikah muda? Kamu masih sangat belia untuk jadi istri orang. Sudah pikirkan baik-baik?" Tanya Arman lagi. Vania mengangguk mantap, interogasi dari ayahnya adalah pertanda baik yang tak boleh ia sia-siakan, ditatapnya ayahnya lalu berkata, "Vania siap pa, dan tidak akan menyesal." Jawab Vania mantap. Arman menghela napas, ia mengalihkan pandangannya pada Desi yang berdiri di sebelah Vania. Dua wanita itu menatapnya penuh harap, dan ia tak bisa berkutik lagi sekarang. "Baiklah, kalau kamu sudah bertekad, papa tidak bisa melarangmu lagi." Ucap Arman sungguh-sungguh. Restu yang telah Vania perjuangkan itu akhirnya berhasil, saking bahagianya ia dan Desi langsung menghambur ke pelukan Arman. "Terima kasih, papa... Makasih." Lirih Vania dalam pelukan orang tuanya. Vania menurut pada ayahnya, ia berdiri di belakang Arman yang siap membukakan pintu. Seiring daun pintu yang bergeser, Vania membuka matanya dengan lebar, berharap orang yang pertama ia lihat dan melihatnya adalah Daniel. Dan betapa bahagianya ia, keinginan itu terkabul. Meskipun sedikit terhalang oleh badan Arman, tetapi Vania bisa dengan jelas melihat Daniel. Tak lupa ia memberikan pria itu senyuman termanisnya yang langsung terbalaskan. Arman tahu kalau Daniel datang membawa iring-iringan, tapi tidak menyangka akan seramai ini. Ia menatap lekat Danie yang tersenyum ramah menyapanya. "Daniel, ikut om dulu sebentar." Ajak Arman kemudian berjalan masuk ke dalam rumah. Daniel dan Vania saling pandang, mereka tidak tahu apa yang akan Arman lakukan, tetapi Daniel tetap merespon dengan baik permintaan itu. "Baik om." Jawab Daniel singkat, lalu mengkode pada rombongannya agar berdiam di tempat dulu dengan sabar. Saat berpapasan dengan Vania, Daniel masih sempat berbisik untuk menenangkannya. "Tenang sayang, pasti baik-baik saja." Vania tersenyum, ia tak sempat memberikan balasan lantaran Daniel sudah masuk ke dalam kamar tamu bersama ayahnya. "Sabar ya Va, papa sudah merestui kok. Mungkin ada yang mau dibahas dengan Daniel." Ujar Desi yang perhatian pada Vania. Vania mengangguk, "Iya ma." Mereka berdua hanya bisa menunggu dengan harap-harap cemas. ??? Arman membalikkan badannya menatap tajam pada Daniel, setelah beberapa menit berdiri membelakanginya. Kini mereka berada dalam satu ruangan, siap berbincang sesama pria. "Kamu jelas tahu kalau Vania itu masih muda, gampang terpengaruh, apa yang dia lakukan mungkin hanya menuruti egonya. Tapi kamu... Kamu sudah cukup matang berpikir, harusnya kamu tahu kalau dia belum siap secara mental untuk menikah muda." Arman memulai ceramahnya. Daniel menatap Arman dengan sorot tenang, meskipun sedang dihakimi, tapi ia tidak menyalahkan sikap Arman. Sangat wajar seorang ayah mengkhawatirkan nasib anaknya. "Om, saya sangat sadar bahwa Vania masih muda dan gampang labil. Bukan berarti dia tidak bisa mengambil keputusan dengan baik. Dia masih dalam tahap menuju dewasa yang sesungguhnya, saya bersedia menuntutnya, bersedia sabar menghadapi sikap kekanakannya. Om, percayalah saya akan membahagiakan Vania." Arman terpaku diam, ia menyoroti mimik Daniel yang tampak serius menyatakan kesiapannya. "Kamu berjanji akan menyayanginya? Tidak akan menyakitinya, mengkhianatinya, atau menelantarkan dia. Dia putriku satu-satunya, melihat dia bahagia adalah kebahagiaanku juga." Daniel berbinar-binar, hatinya serasa berbunga, ia sungguh bahagia. Dengan penuh kemantapan, ia menganggukkan kepalanya. "Saya, Daniel Prasetya berjanji akan membahagiakan Vania, akan setia, akan menjadikan dia ratu dalam hati saya seumur hidup." Daniel lantang menyuarakan janjinya. Arman terpukau, dari sorot mata Daniel memang tak ada lagi yang perlu diragukan. Ayah Vania itu akhirnya memberikan restu berupa anggukan kepala. ??? Vania tersenyum lebar saat melihat Daniel dan Arman akhirnya keluar dari ruangan itu. Hampir dua puluh menit kedua pria itu terlibat pembicaraan serius secara empat mata. "Mas Daniel." Panggil Vania saat Daniel menatap ke arahnya dengan senyuman optimis. Dari senyuman itu saja, Vania sudah tahu hasilnya. Daniel pasti berhasil memenangkan hati Arman. Daniel menghampiri Vania, begitu pula dengan Desi yang menghampiri suaminya. Desi mengangguk pelan pada Arman, seraya membisikkan sesuatu. "Terima kasih, pa. Mereka memang serasi dan tampak sangat bahagia." Arman hanya manggut-manggut saja, ia melingkarkan tangannya di pinggang Desi. "Itu rombongannya kasihan berjemur terus. Silahkan dibawa masuk saja seserahannya." Ujar Arman yang kini sudah bisa bernada santai. Mendengar itu, Daniel langsung bersemangat, ia bergegas keluar dan memberi perintah pada orang-orang bayarannya. Rombongan itu masuk dengan tertib menyerahkan hantaran lamaran yang begitu banyak. Vania terlihat antusias dengan barang-barang pemberian Daniel yang meminangnya. Ia tak menyangka Daniel sanggup menyiapkan ini semua dengan sempurna, padahal ia sering menghabiskan waktu bersama pria itu namun tak pernah mengetahui bahwa Daniel melakukan persiapan. Barang-barang hantaran itu rata-rata berisi barang yang memang disukai Vania, cocok dengan seleranya. Daniel patut diacungi jempol karena sanggup mengenali Vania dengan baik, meskipun belum lama mereka menjalin hubungan. ??? Hantaran telah diterima, bahkan rombongan itu sudah meninggalkan rumah Vania. Restu sudah didapatkan, dan kini Vania, Daniel, serta kedua orangtua Vania duduk di ruang tamu untuk pembahasan yang lebih serius. "Maaf om, karena saya sudah yatim piatu, maka lamaran ini hanya saya lakukan sendiri tanpa perwalian. Ke depannya saat acara pernikahan, saya akan usahakan paman saya hadir sebagai wali." Daniel mulai membuka topik obrolan sekaligus membahas hal penting lainnya menyangkut pernikahan. Arman mengangguk, "Om bisa mengerti, tidak masalah yang penting dari pihak kamu ada beberapa yang hadir dan mengetahui pernikahan ini. Jadi, kapan rencananya hari baik yang akan kalian pilih?" Tanya Arman serius. Daniel menatap sejenak ke Vania sebelum menjawab calon mertuanya. Setelah mendapatkan senyuman dari Vania, Daniel pun menoleh lagi pada Arman. "Saya sudah mempersiapkan acara pernikahan dan resepsinya. Dua minggu lagi kami tetapkan sebagai hari baik kami menikah, bagaimana menurut om dan tante?" Desi tersenyum bahagia, walaupun terkesan mendadak tetapi ia yakin Daniel sudah mempersiapkan semuanya dengan matang. Desi pun menganggu setuju, sedangkan Arman tampak akan bersuara. "Secepat itu? Apa kamu yakin bisa dapat gedung resepsi? Bagaimana dengan persiapan lainnya? Undangan, katering, gaun pengantin, dan hal lainnya?" Tanya Arman, ia menatap tajam pada Daniel seolah meminta keseriusan dan meragukan apa yang Daniel ucapkan dengan entengnya. Daniel tersenyum tipis, "Saya bisa mengatur semuanya om. Tidak akan ada yang terlewatkan walau hal kecil sekalipun." "Apa aku boleh memilih desainer untuk gaunku?" Tanya Vania pada Daniel. "Hmm... Kalau untuk itu, maaf sayang aku sudah memesan desainer ternama yang siap mengerjakan dalam waktu singkat untuk kita. Kamu bisa mendiskusikan model gaun sesuai yang kamu inginkan. Dia pasti mengerjakan dengan profesional." Gumam Daniel yang meminta pengertian Vania, karena ia melakukan persiapan itu secara diam-diam. "Baiklah, aku percayakan padamu." Ujar Vania yang mengangguk setuju pada pilihan Daniel. Ia tak ambil pusing lagi, asalkan bisa segera menikah dengan restu yang sudah mereka perjuangkan. Tidak ada lagi yang menghalangi, semuanya telah direncanakan, semua berkat kesungguhan Daniel yang sangat menggugah perasaan. Vania menatap lekat pria itu, meskipun tatapan Daniel tak mengarah padanya lantaran serius berbicara dengan Arman, tetapi melihatnya dari sisi samping saja sudah sangat membahagiakan. Vania merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia karena dicintai Daniel. Tetapi... Apakah cinta yang sempurna itu sungguh ada dan abadi? ???
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD