“Siapa wanita ini?” tanya Dean saat ia berada di ruangan mayat pribadi miliknya. Di tempat itu ia menyimpan ratusan mayat hasil buruannya dan anak buahnya untuk dijadikan makanan binatang buasnya.
“Ia hanya orang yang kemarin sempat menganggumu di minimarket,” jawab salah satu pelayan.
Mata Dean langsung terbuka lebar dan menatap nyalang pelayan yang ada di ruangan jenazah itu. “Siapa yang membawanya kesini?!” teriak Dean.
“Aze yang membawanya kemari, Tuan!” ucap pelayan itu dan menundukkan kepalanya.
“Panggilkan dia sekarang juga cepat!” seru Dean dengan amarah yang hampir memuncak pada kepalanya.
Beberapa menit kemudian, Aze datang ke hadapan Dean. Saat itu juga Dean memukul wajah Aze dengan satu pukulan kuat hingga membuat anak buahnya itu terlempar jauh menabrak tembok yang ada di ruangan itu.
“Kenapa kau membunuhnya?” tanya Dean dengan nada yang bergetar.
“Waktu itu kau menunjukkan sikap tidak suka kepadanya, jadi aku mengincar dan membunuhnya,” jawab Aze dengan tubuh yang gemetar ketakutan.
“Apa aku ada menyuruhmu untuk membunuhnya? Jika kau ingin selamat, sekarang hidupkan ia kembali seperti semula.”
Aze berusaha bangkit dengan menahan rasa sakit pada bagian belakang punggungnya yang menghantam tembok keras di belakangnya. Aze mengeluarkan sebuah suntikan dari saku celananya dan menghampiri mayat wanita yang tidak berdaya disana.
Aze mulai menyutikkan cairan ke dalam pembuluh darah wanita itu, Dean sempat menaikkan satu alisnya melihat apa yang dilakukan oleh Aze, tetapi akhirnya ia mulai paham kenapa Aze melakukan hal itu.
“Apa Kau mencoba membunuhnya dengan memberikan kesempatan hidup kedua? Sejak kapan Kau melakukan ini tanpa izinku?” tanya Dean.
Aze mencabut jarum suntik itu dari lengan wanita itu dan berbalik menghadap Dean yang ekspresinya sudah berubah kembali datar sepenuhnya, “Kurasa tidak ada peraturan yang mengharuskanku untuk melaporkan kepadamu bagaimana caraku membunuh semua target? Lagipula yang terpenting mereka mati dengan cepat, bukan?” jawab Aze.
Dean menoleh ke arah wanita yang masih terbaring kaku itu dan kembali menatap Aze dengan raut wajah tidak suka, “Kau bisa dimasukkan ke daftar pengkhianat jika terus melakukan ini, sebaiknya Kau melakukan pekerjaanmu lebih hati-hati lain kali, jika tidak ...” Dean menggantung perkatannya dan melihat ke arah d**a Aze, “Maka jantungmu akan menjadi panjangan di ruangan utama milikku,”
Mendengar itu, Aze merasa aura dominan yang kuat menyelimuti dirinya dan itu membuat dirinya merinding seketika.
“Maafkan aku, lain kali aku tidak akan melakukannya lagi,” ucap Aze dan menundukkan tubuhnya.
“Kalian boleh pergi,” ucap Dean kepada Aze dan beberapa pelayan yang ada di ruangan itu.
Saat mereka semua sudah meninggalkan ruangan itu dengan Dean seorang diri, Dean mendekatkan dirinya kepada mayat wanita yang sudah lama diincarnya itu. Benar, Dean sudah sangat lama menantikan wanita itu hadir di hadapannya, hanya saja ia terlalu malas untuk basa-basi atau menangkapnya seorang diri. Tetapi sekarang wanita itu sudah ada di di area kekuasaannya tanpa diminta yang berarti itu merupakan hal yang bagus, meskipun wanita itu sekarang tidak bernyawa.
“Apa ia sudah benar-benar mati?” gumam Dean.
Pria tinggi dan tegap itu mengarahkan tangannya ke arah leher wanita itu, lalu ia mengecek denyut nadinya dengan menempelkan tangannya dan menekannya kuat di bagian samping leher.
Deg... Deg....
Terasa denyut nadi lemah yang mulai berdetak kembali secara perlahan, Dean sedikit takjub karena wanita itu dapat hidup kembali. Meskipun obat penawar yang diberikan oleh Aze tadi mampu membangkitkan kematian yang disebabkan oleh obat khusus penghenti jantung secara paksa, tetapi itu hanya untuk lima belas menit pertama, sedangkan wanita yang dihadapannya itu sudaah melalui kematiannya selama kurang lebih dua puluh jam.
“Apa ada kemajuan tentang menghidupkan orang mati?” gumam Dean dan mulai berpikir akan banyak ide gila di kepalanya.
***
“Arghh sial! Kepalaku ...”
Luna spontan memegangi kepalanya yang terasa sangat sakit itu seperti ditusuk-tusuk oleh banyak jarum. Matanya mulai terbuka secara perlahan, tetapi ia tidak dapat menangkap sebuah objek yang dapat membuat dirinya menjadi tersadar. Luna hanya melihat kegelapan dimana-mana dan tentunya itu membua dirinya sedikit panik.
“Tempat apa ini?” gumam Luna seraya menoleh ke kanan dan kiri.
Luna berusaha untuk membangkitkan tubuhnya dari tidurnya itu, ia perlahan duduk dengan sempurna dan menemukan dirinya berada di sebuah tempat tidur kecil tinggi? Ia merasa seperti sedang berada di kamar mayat atau semacamnya, karena bau khas mayat terasa menyengat di hidungnya.
“Benar! Tadi aku terakhir kali disuntik oleh seseorang dan sekarang berada di ruangan seperti ini? pemyekapan?”
Saat Luna melihat ke sisi kanan dan sedikit ke bawah, ia menemukan banyak ranjang seperti yang sering berada di rumah sakit berjerjer dimanapun. Luna juga baru menyadari di setiap ranjang itu ada sosok seperti orang tertidur di atasnya dengan diselimuti oleh kain bewarna hitam.
“Sial! Aku benar-benar di kamar mayat, apa mereka sebodoh itu sampai menempatkan ku di kamar menyeramkan ini?” gumam Luna tidak terima dirinya sudah dianggap mati.
“Aku harus pergi dari sini sebelum yang lainnya pada ikut bangun, bisa-bisa disebut serangan zombie masal,” celetuk Luna ngawur.
Luna menapaki kaki polosnya pada lantai yang terasa sangat dingin baginya, ternyata ia berada di ruangan bersuhu rendah, pantesan saja ia merasakan tubuhnya mati rasa. Luna mendecih saat merasakan dingin itu semakin menjalar pada tubuhnya, ia termasuk ke salah satu orang yang tidak tahan akan suhu ruangan rendah.
“Pintu dimana sih? Kenapa gelap semua begini,” kesal Luna saat ia tidak bisa melihat apa-apa. Ia hanya dapat memanfaatkan perasaannya dan lampu remang yang berasal dari ventilasi.
“Ya! Ventilasi! Dimana aku tadi menemukanmu ...” lirih Luna dengan dirinya yang menyisir seluruh ruangan itu dan menemukan asal cahaya remang yang setidaknya dapat menerangi ruangan itu.
Luna pergi ke arah ventilasi itu dan ia menemukan pintu keluar yang tidak jauh dari sana, Luna mencoba membuka pintu itu tetapi sesuai dugaannya, “Kenapa tidak mau terbuka sih? Apa mereka menyimpan hal penting di ruangan ini?”
“Hallo! Apakah ada orang di luar?” tanya Luna dengan berteriak.
Tidak ada jawaban sama sekali, tetapi Luna sayup-sayup dapat mendengar suara bisikan kecil di depan pintu.
Beberapa saat kemudian, pintu yang ternyata cukup besar dan tinggi itu terbuka dengan sendirinya dan memperlihatkan Luna bagaimana keadaan di luar ruangan, itu membuatnya sangat menyesal karena tidak berpikir terlebih dahulu apa yang terjadi padanya, jadi ia telah mengambil langkah yang salah.
“Sial! Ini bukan rumah sakit,”