BAB 4

1057 Words
Luna mengusak-usak rambutnya merasa bersalah karena apa yang telah dilakukannya. Ia sekarang melihat tubuh Azel pingsan dan tidak berdaya karena sebuah pukulannya, anehnya Luna tidak sadar menyerang titik lemah manusia yang dapat membuat siapa saja bisa pingsan. Itu ia pelajari dalam ilmu bela diri sejak ia kecil, karena sering latihan, Luna menjadi biasa dengan hal itu. “Aku sudah bilang, kan? Kalau ia sedang mabuk?” Luna menggelengkan kepalanya kuat dan menarik tubuh Azel yang tergeletak di lantai, kemudian menaruhnya di atas ranjangnya dan menyelimutinya. Luna kemudian pergi keluar kamarnya untuk berlari pagi, apalagi kalau bukan menikmati suasana di pagi hari? Awalnya emang moodnya itu rusak, tetapi sekarang sudah kembali karena ia melihat Azel pingsan dengan sekali serang olehnya. Luna sekarang berjalan di koridor apartemen mewahnya itu, Luna baru sadar jika tempat yang ia tinggali itu sangat mewah, setiap bagian dari sana juga rata-rata terbuat dari emas dan berlian mahal. Sangat mengerikan jika itu terkikis, mungkin akan memakan biaya bermilyaran untuk mengganti ruginya “Tapi mengapa apartemen disini seperti tidak ada kehidupan?” gumam Luna. Semenjak Luna menginjakkan kakinya disini, sangat jarang ada dari mereka yang keluar apartemen atau berlalu lalang di aula utama apartemen, karena setau Luna hal seperti berkumpul di aula utama dan saling membuat kelompok berdasarkan status sosial sudah sering terjadi, tetapi sekarang Luna melihat kenyataan yang berbeda. “Benar ... Aku belum ada sebulan tinggal disini,” gumam Luna. *** Dean menyesap ganja miliknya, kemudian ia mengepulkan asap miliknya yang menyebar di ruangan miliknya yang luas itu. Di depannya sedang ada tiga orang anak buah miliknya yang memakai topeng terbuat dari tulang manusia yang diukir dan dirangkai sebaik mungkin. Hal itu untuk menutupi identitas mereka. “Apa yang kalian bawa?” tanya Dean dengan nada datarnya. “Kami berhasil melumpuhkan salah satu dari pasukan mereka, tuan. Kami merampas seluruh senjata milik mereka dan juga uang sebesar lima belas milyar,” ucap salah seorang dari mereka. “Sialan! Aku tidak butuh uang dan senjata sialan itu! Aku sudah cukup kaya dengan itu, bukankah aku menyuruhmu untuk membawa jantung mereka kesini?” marah Dean dan menggertak meja di depannya. Sebuah pukulan keras mendarat di depan meja miliknya, itu pukulannya sendiri yang berhasil merusak meja dari kayu jati yang kuat itu, lengannya terluka dengan darah yang mengalir dari sela-sela jarinya. Dean berdiri dan kemudian berjalan di hadapan ketiga anak buahnya itu. Ia mencengkram leher salah satu dari mereka yang berada di tengah, ia kemudian mengelapkan darahnya ke baju putih milik anak buahnya itu. “Atau ... Kau ingin menggantikan jantung miliknya?” lirih Dean dengan penekanan kata yang sangat dalam. “Maafkan aku, tuan.” Dean mendorong kasar orang itu dan menghelakan napasnya, “Aku benar-benar akan membunuh kalian jika kalian melakukan kesalahan sekali lagi,” ucap Dean. “Sekarang ... sebagai hiburan. Silakan kalian menghiburku dengan kejalangan sialan kalian itu,” *** Setelah satu jam menikmati udara segar di luar, Luna kembali ke kamar apartemennnya. Ia membuka pintunya dan saat itu juga Azel berlar keluar ruangan dengan selimut yang membaluti dirinya. “Luna! Apa yang kau lakukan denganku? K-kau menculikku? L-lalu membuatku sampai seperti ini?” Azel berujar kaget dan menggelengkan kepalanya. “Bukankah kau yang lebih terlihat m***m daripadaku?” balas Luna menaikkan alisnya sebelah. “Kau mabukkan? Dan kau menyukaiku?” Luna kembali menekankan perkataannya. Azel teridam sebentar dan berpikir sejenak, saat itu juga ia ternganga dan kembali menatap wanita di hadapannya. “Tapi aku tidak melakukan apapun kepadamu, kan?” tanya Azel memastikan. “Tidak,” jawab Luna. “Kalau begitu, berarti kaulah pelaku yang berusaha membuat aku tidak berpakaian kan, Luna?” Luna kehabisan sabarannya dan membuang napasnya pelan. Ia mengabaikan Azel dan ke dapur untuk membuat sarapan sebelum pergi ke kantornya untuk bekerja. “Baiklah, maafkan aku,” ucap Azel pada akhirnya. Luna masih saja mengabaikannya dan tetap melanjutkan kegiatannya tanpa memperdulikan Azel. Azel yang melihat Luna tidak senang dengan kehadirannya pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu. Azel saja lupa kenapa ia bisa tiba-tiba kesini dan menemukan Luna, meskipun ia tau keberadaan Luna dari tempat kerjanya Luna. *** “Luna?” Panggilan itu berhasil membuat Luna tersentak kaget sampai memegangi dadanya, “Lucy? Kau membuatku kaget saja,” ujar Luna dengan wajah yang masih tidak bisa tenang. “Hey? Ada apa denganmu? Tidak biasanya kau bersikap seperti ini,” ucap Lucy dan merangkul Luna, lalu mengelus-ngelus pundak temannya itu. “Aku merasa seperti sedang diawasi,” ucap Luna. “Tapi sepertinya hanya perasaanku saja,” lanjutnya dan melepaskan rangkulan Lucy. “Ayo kembali kembali ke ruangan, kita masih ada rapat,” ajak Luna dan tersenyum ke arah Lucy. Selama berjalan di koridor kantornya, Luna masih merasakan hal yang sama. Anehnya perasaannya itu semakin kuat saat Lucy berada di dekatnya, Luna emang merasa Lucy lah yang sebenarnya sedang mengawasinya itu, tetapi ia harus memastikannya dahulu. Luna membuka pintu ruangan tempat mereka sedang rapat dan disana masih berjalan kondusif seperti biasa, salah satu rekannya sedang mempresentasikan tugas yang berarti Luna dapat mengecek disini apakau Lucy akan terus menatapnya atau tidak. Luna duduk di bangku tempatnya dan itu berada di bagian paling depan, itu cukup menguntungkan Luna. Lalu ia menauh tempat minumnya di atas meja, menaruh hpnya dengan layar yang menghadap ke sudur kanan ruangan, kemudian sebuah kaca segi empat kecil yang ia hadapkan ke sudut kiri ruangan, Supaya tidak dicurigai, Luna sengaja pura-pura untuk berkaca dan memperbaiki rambutnya. “Apa ada yang dipertanyakan?” ucap rekannya itu setelah selesai presentasi. Luna merutuki saja kenapa presentasinya cepat sekali, ia tidak akan sempat mengecek siapa yang sedang mencurigainya itu. “Bentar, itu siapa?” gumam Luna sangat kecil saat ia melihat sosok Pria yang berada di ruangan itu dan duduk paling belakang sedang tersenyum ke arah kaca. Ia memandangi Luna melalui kaca yang sudah dipasangnya, bukan ke arah Luna langsun karena tidak akan terlihat. Luna saat itu langsung menutup kaca miliknya itu dan menetralkan pernapasannya, ia tidak takut. Hanya saja ada perasaan aneh saat ia diawasi beberapa hari yang lalu. Itu seperti perasaan yang akan merenggut kebebasan hidup Luna Bukan juga tanpa alasan Luna meminta untuk menjauh dari wilayah asli tempat kelahirannya, ia sebenarnya sedang berusaha kabur dari orang-orang yang sedang mengintainya, dan Luna tidak percaya kalau orang yang selalu menguntitnya itu mengikutinya sampai kesini, seakan ia tau semua tentang kehidupan Luna. Sekalipun Luna sudah menghapus jejak dengan sangat baik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD