Chapter 3 - Beautiful

1269 Words
"Pakai ini?" Perintah Rachel menyerahkan paper bag di tangannya pada Caroline. Caroline mengambil dan membukanya dan langsung melotot saat melihat gaun merah cantik yang sayangnya begitu terbuka pada bagian punggung. "Kau menyuruhku memakai gaun kurang bahan ini?" desisnya tidak percaya dan Rachel hanya mengangguk tanpa beban, menghiraukan tanggapan tidak suka dari sahabatnya itu. Tidak punya pilihan lain, Caroline akhirnya pasrah memasuki salah satu bilik kamar mandi. Menit berikutnya wanita itu akhirnya keluar dengan penampilan memukau. "Kau cantik dan—sexy, Car!" komentar Rachel menatap takjub sahabatnya yang benar-benar cantik dengan gaun terbukanya. "Sebenarnya apa yang akan aku lakukan?" tanya Caroline tak sabar dengan apa yang akan Ia kerjakan. "Aku akan memberi tahumu nanti, sekarang ikut aku," Rachel menyeret Caroline keluar toilet. "Lihat dia." Rachel menunjuk seorang pria yang berada di lantai bawah—tepatnya yang tengah duduk manis dengan di temani dua orang wanita berpakaian sexy di meja nomber 7. Caroline melihat pria yang ditunjukan Rachel dan mengerutkan alisnya samar, wanita itu seakan familar dengan lelaki itu. "Jeremy," ucap Rachel. "Jeremy, ah aku ingat, aku pernah mendengar nama itu beberapa hari yang lalu karena skandal pembunuhan serta narkotika, tapi aku tak tahu pasti. Dan kau—Kau menyuruhku mendatangi pria itu, begitu?!" Dengan kepala mengangguk Rachel meringis. "Caroline, aku minta maaf, karena mungkin permintaanku sedikit berbahaya tapi apa boleh buat, bantu aku, ya ya ya." Rachel menatap memelas sahabatnya itu yang selama beberapa detik tidak merespons. Caroline menghela napas untuk ke sekian kalinya. "Oke, oke." Rachel tersenyum senang. Wanita itu lalu mendekati Caroline dan membisikan sesuatu, entah apa itu? Karena selanjutnya mata Caroline membulat tak percaya saat Rachel membisikkan sesuatu padanya. "Are you crazy!'' pekik Caroline melotot pada Rachel yang langsung nyengir kuda. "Kalau kau berniat membantu, ya itu yang harus kau lakukan," katanya. "Kau niat tidak membantu sahabatmu ini. Hanya sekali saja ak-" "Stt, cerewet!'' Caroline memotong ucapan Rachel. "Dan ini." Rachel menyerahkan sebuah pistol pada Caroline. "Gunakan sebagai senjatamu." *** Dengan anggun, Caroline berjalan menghampiri pria bernama Jeremy itu. "Hai, baby!'' rasanya Caroline ingin muntah saat mulutnya mengatakan kata baby. Caroline yang duduk di samping Jeremy harus menahan umpatan dan geramannya dalam hati saat tangan kurang ajar pria itu menyentuh dan mengusap-usap pahanya yang dibaluti kain tipis berwarna merah. Beberapa saat kemudian, tampaknya Jeremy telah terpengaruh alkohol-Mabuk. "Kau sepertinya sudah mabuk." Ucap Caroline. "Ohya, kalau begitu ayo kita pergi." Kata pria itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya bermaksud menyingkirkan pengaruh alkohol yang belum seberapa merampas kesadarannya. "Kema-" belum juga Caroline bertanya pria itu sudah merangkulnya dan membawanya beriringan memasuki sebuah lorong berujung sebuah ruangan khusus. Saat pintu ruangan dibuka ternyata ruangan itu adalah tempat pesta ilegal, dilihatnya banyak sekali orang yang berpesta narkoba, dan ada juga semacam perjudian serta transaksi barang-barang ilegal. Caroline ternganga melihat pemandangan di hadapannya ini-benar-benar pesta yang melanggar hukum. Dia harus segera menghubungi Rachel sekarang juga! Saat akan pergi dari sana, Caroline tersentak kecil saat tubuhnya malah ditarik oleh Jeremy. "Mau ke mana?'' "Toilet, aku butuh toilet sekarang juga." Caroline merasa tak nyaman dengan posisinya sekarang karena pria gila yang bersamanya ini dengan kurang ajar menyimpan kepala botaknya di ceruk lehernya. Doble s**t! Batin Caroline menjerit karena tubuhnya terus menjadi sasaran kenikmatan pria itu. "Toilet? Ayo, sekalian aku temani," pria itu menawarkan mengantar dengan tidak tahu dirinya dan sukses membuat kedua mata Caroline membulat. Dasar gila! "Tidak perlu, tunggu saja di sini." Caroline dengan paksa mendorong tubuh pria menjijikkan itu dan tanpa basa-basi lagi langsung pergi dari sana. Tubuhnya bahkan merinding efek ditempeli makhluk astral itu. Caroline melirik sekeliling dan bergumam kecil. "Aku harus melaporkan pesta ilegal ini!'' "Akh!!" Caroline memekik saat merasakan tubuhnya melayang akibat dari kakinya yang tiba-tiba terpeleset karena mungkin efek dari heelnya yang tinggi—well sangat-sangat tinggi menurutnya, 12 cm maybe. Tapi untungnya sebuah tangan kekar menarik pinggangnya dan menyelamatkannya dari keterjatuhan yang akan sangat memalukan. "Terima kasih." Ucap Caroline dengan tatapan tertuju lurus pada d**a bidang pria penyelamatnya. Posisinya sekarang berada di pelukan pria itu. Mengakibatkan Caroline bisa mencium aroma maskulin pria itu. Di tiga detik kemudian, Caroline mulai mengangkat kepalanya bermaksud melihat wajah si penolongnya. Dan seketika tatapannya dengan tatapan pria di hadapannya bertemu. Deg Caroline langsung terpaku melihat ketampanan pria di hadapannya ini. Apa malaikat turun ke bumi? Batinnya tak lepas memandang dan memuji wajah tampan di hadapannya ini. "Tampan!'' Tanpa sadar kalimat itu terlontar lancang dari mulutnya membuat si pria mengangkat alisnya. "Tampan?'' Caroline kelabakan, dan langsung merutuki mulutnya yang lancang. Oh, mulut kenapa kau lancang sekali?!! "Ah... Tidak, tidak! Sekali lagi terima kasih atas bantuanmu kalau tidak aku akan benar-benar jatuh," sahut Caroline sambil mengibas-ngibaskan tangannya di ke depan. "Oke. Sama-sama." Saat si pria akan beranjak pergi, Caroline entah sadar atau tidak malah menarik tangan si pria membuat sang empu menatapnya dengan pandangan seolah berkata 'kenapa'. "Siapa namamu?'' pertanyaan itu tanpa dipikirkan terlebih dulu langsung keluar dari mulut Caroline dengan mulusnya. Caroline bodoh, kenapa kau menanyakannya! Caroline merutuk dalam hati karena mulutnya kembali berbicara tanpa persetujuan dari hatinya. Sedangkan si pria mulai kembali menghadapkan tubuhnya pada Caroline, maju selangkah mendekat—mengikis jarak antara mereka berdua. "Kenapa kau ingin tahu namaku?'' tanyanya dengan suara yang mampu membuat jantung Caroline berdetak tidak karuan. Caroline mengangkat tangannya dan menggerak-gerakannya. "Ah, tidak tidak, lupakan pertanyaan bodohku. Aku pergi!'' saat akan pergi Caroline malah merasakan tubuhnya tertahan. Dan di belakangnya tepat di samping daun telinganya dia merasakan napas hangat menyapa halus di sana. "Namaku Nicholas, beautiful." Setelahnya, si pria bernama Nicholas itu pergi, benar-benar pergi meninggalkan Caroline dengan keterpakuannya di tempat. Apa katanya tadi?! Batin Caroline dengan pipi yang memunculkan rona merah kentara seperti kepiting rebus. Entah kenapa hanya karena satu kalimat akhir yang diucapkan pria itu membuat Caroline salah tingkah. "Beautiful!" *** Tiga jam sebelum pesta dimulai. Di Kediaman Nicholas. Lelaki dengan tinggi 185 cm itu tampak mematut dirinya di cermin, tatapannya tampak datar. "Apa tuan benar-benar yakin?!" tanya seorang pria paruh baya yang berada tepat satu langkah di belakangnya. Merupakan orang kepercayaannya dari puluhan tahun yang lalu—Rolan namanya, berusia kepala lima. "Aku tidak mengulang ucapanku, uncle." sahut dingin dari sang tuan, tatapannya menatap Rolan tanpa ekpresi lewat cermin. Dan Rolan akhirnya tidak bisa mengelak lagi, mengela pasrah. "Kalau begitu baiklah tuan. Identitas yang akan Anda pakai bernama Antony Frenzy yang merupakan perwakilan dari Mr. Nicholas Matthew yang tak bisa menghadiri acara." Yea, untuk pertama kalinya seorang Nicholas Matthew—well, you know Matthew. salah satu family berpengaruh di Landon, dan sekarang telah merajarela di Amerika. Menampakan diri setelah sekian tahun lebih menutup dirinya—atau lebih tepatnya hanya bermain di belakang layar. Nicholas Alviano Matthew adalah pria dengan sejuta misteri yang selalu menyembunyikan identitasnya. Mempunyai titisan darah Matthew membuat hidupnya selalu dalam bahaya dan semua itu dimulai saat dirinya mulai beranjak dewasa. Dia pernah mempunyai kawan yang sudah seperti saudara, tapi hubungan mereka hancur hanya karena satu wanita, hah klise sekali bukan! Dia pun tidak mengerti kenapa perasaan bodoh itu menjadi sebuah proublem terhadapnya! Dan waktu pun berjalan dengan cepatnya, di masa sekarang, hampir mirip seperti image keluarganya yaitu blackrose, nama Nicholas sangat lah terkenal dalam dunia kejahatan, dari politik atau pun sebaliknya. Dia mempunyai kuasa, mudah saja menyingkirkan orang yang berani berurusan dengannya. "Tapi tuan akan benar-benar melakukannya?'' Tanya Rolan kembali memastikan untuk ke sekian kalinya. "Berapa kali aku bilang. Kau meragukanku?" "Saya hanya khawatir," kata Rolan sungguh-sungguh, tapi Nicholas masih tanpa ekpresi menatap sosok paruh baya itu. Well, Rolan merupakan seseorang paruh baya yang selama ini setia mengabdi padanya. Kebaikan dan kebijakan Rolan membuat Nicholas yang sejak remaja bermasalah dengan ayahnya mendapatkan figur ayah dari sosok Rolan sendiri, tapi sejauh ini pun tak ada yang bisa meruntuhkan kebekuan lelaki itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD