Pukul 11.45 AM.
Caroline tengah berada di dalam sebuah mobil dengan Nicholas di sampingnya. Mobil yang ditumpanginya itu, Caroline tidak tahu akan berhenti di mana.
"Nic, aku ingin menanyakan sesuatu?" kata Caroline membuka suara setelah keheningan mengambil alih beberapa saat lalu.
"Apa?" Tanya Nicholas.
Dan bukannya menjawab Caroline malah fokus memandangi wajah Nicholas seakan wanita itu tengah meneliti wajah tampan di hadapannya itu.
"Car, Caroline!"
"Ahh. Ya." Caroline langsung mengalihkan pandangannya sambil menggerutu pelan membuat Nicholas tersenyum tipis.
"Kenapa terus menatap wajahku, katanya kau ingin menanyakan sesuatu?" tanya Nicholas. Dan Caroline meresponnya dengan ringisan malu.
Caroline berdeham sebelum mengeluarkan apa yang ingin di katakannya.
"Emm... kejadian saat kau menolongku, kenapa kau bisa berada di sana?" tanya Caroline akhirnya. Dan ingatan Nicholas langsung terputar pada kejadian tadi.
Flashback
"Sesuai dengan perjanjian, kita akan saling menukar."
"Tunjukan barangmu?"
Pria itu lalu mengambil sebuah benda putih dari benda seperti plastik dari kotak persegi panjang di hadapannya. Pria satunya sesaat terdiam, lalu mengangguk menerima barang itu.
"Deal."
Detik selanjutnya pria itu mengambil sesuatu dari kotak persegi di depannya, dan ternyata benda itu sebuah senjata entah jenis apa. Dari jauh Nicholas yang berada di sana dan melihat semua itu melotot saat salah satu orangnya menerima barang putih itu, yang diketahuinya bukan jenis barang yang akan diambil.
"Mereka mengabaikan ucapanku. Sudah aku bilang aku tidak membutuhkan barang itu!" geramnya kesal, saat akan menghampiri mereka lengannya malah ditahan.
"Lepas!" desisnya menatap tajam orang yang mencekalnya.
"Kau tidak bisa ke sana, dan menggagalkan semuanya," kata Alfa"salah satu sepupunya yang ikut andil dalam pertemuan ini.
"Apa katamu?" Desis Nicholas menatap tajam Alfa. "Ingat di sini kau hanya bagai butiran tanah, jangan anggap karena kau sepupuku aku akan lunak padamu!"
Alfa mendengus. "Oh c'mon Nic.. Buka pikiranmu, dengan benda itu kita bisa mempertahankan penghasilan kita, bahkan sampai pada anak cucu—"
Belum juga menyelesaikan ucapannya, suara patahan sesuatu terdengar di telinganya.
"Siapa itu."
Nic melangkah ke depan, dan kedua matanya menelik kala mengenali postur tubuh seorang wanita yang di duga tengah mematai mereka.
"Hai, tangkap wanita itu!"
Lalu beberapa anak buahnya berhamburan keluar.
"Jangan dikejar!" perintah Nicholas membuat semua orang yang ada di sana heran.
"Kenapa tuan, wanita itu-"
"Jangan membantahku!" Potong Nicholas menatap tajam anak buahnya, membuat anak buahnya itu langsung menunduk.
"Tapi tiga orang sudah terlebih dulu mengejarnya, tuan." ucap Rolan mendekati Nicholas.
"Biar aku yang urus." ucap Nicholas, yang kemudian tanpa kata langsung pergi dari sana, meninggalkan semuanya termasuk perdebatannya dengan Alfa.
Flashback end
Tidak mungkin Nicholas mengatakan kronologi itu semua pada Caroline.
"Nic?" Caroline melambaikan tangannya di depan wajah Nicholas karena pria itu tampak tengah melamun.
"Ada sesuatu yang harus aku kerjakan," kata Nicholas akhirnya membuka suaranya.
"Sesuatu apa?" tanya Caroline masih penasaran.
"Kau tidak perlu tahu." tukas Nicholas dan Caroline mendengus.
"Tapi ngomong-ngomong kenapa kau juga ada di sana dan di kejar pria-pria itu?'' tanya balik Nicholas.
"Sama seperti jawabanmu. Ada yang harusku kerjakan." Caroline membalik jawaban.
"Memata-matai?"
Caroline terdiam sesaat, matanya memicing menatap Nicholas.
"Kenapa kau menatapku seperti itu." ucap lelaki itu.
"Kenapa kau bisa tahu bahwa aku sedang memata-matai?" tanya Caroline.
Nicholas tidak langsung menjawab. "Bisa saja, mungkin tadi kau dikejar karena kau ketahuan." Dan alasan Nicholas yang malah tepat sasaran.
"Benar, aku tadi memata-matai dan tanpa sengaja aku menginjak sesuatu yang mengeluarkan bunyi dan akhirnya ketahuan, ya sudah aku lari dan mungkin bila kau tidak menarikku aku akan tertangkap dan nasibku tidak tahu akan seperti apa." jelas Caroline panjang lebar.
Nicholas diam mendengarkan, sedangkan batinnya mengatakan. Caroline, kau sangat menarik sekaligus berbahaya untukku.
***
Sedangkan di RS, tempat Raquel dirawat, terlihat Rachel tertidur dengan mata merah, bekas air mata terlihat jelas di pipi putih pucatnya, sedangkan di sisi ranjang terdapat Xavier yang tengah menatap sang Putri kecilnya yang terbaring di ranjang.
Setelah tadi menenangkan Rachel yang terus menangis di pelukannya dan tanpa sadar tertidur, mungkin karena wanita itu kelelahan. Xavier langsung menidurkannya di sofa panjang yang berada di ruangan itu. Dan menyelimuti ibu dari anaknya itu dengan jasnya.
"Cepat sadar sayang. Maafkan papa, love you." lirihnya mengecup kening sang putri dengan sayang.
Xavier mengangkat tangannya melihat jam yang terpasang di tangannya, ternyata sudah menunjukkan pukul 00.05 malam. Pria tampan dengan wajah lelahnya itu bangkit dari duduknya, melangkah mendekati Rachel.
Xavier berjongkok menyejajarkan tubuhnya dengan wanita yang telah memberinya sesosok putri cantik, tangannya terulur menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah cantik yang tertidur itu, dan dengan perlahan Xavier menundukkan kepalanya, mengecup kening ibu dari putrinya itu.
"Sebelum matahari terbit aku pasti akan kembali, menemanimu dan juga anak kita." ucapnya. Lalu bangkit dan melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu.
***
Tepat pukul tengah malam, mobil yang membawa Nicholas dan Caroline berhenti tepat di hadapan sebuah gedung pencakar langit. Nicholas menoleh pada Caroline yang ternyata sudah tertidur dan tampaknya pulas sekali.
"Kita sudah sampai tuan." beritahu sopirnya yang baru membukakan pintu mobil.
Nicholas mengangguk, Lelaki itu kemudian bergerak menyelipkan tangannya di antara paha dan bahu Caroline dan dalam sekali tarikan Caroline sudah berada di gedongannya.
"Tuan, saya bisa membawanya." seorang anak buahnya menghampiri dan menawarkan untuk menggendong Caroline, tapi Nicholas menolak.
Dengan langkah pasti, Nicholas memasuki hotel di hadapannya itu, menuju lift dan memasukinya. Sesampainya di lantai tujuan, Nicholas memasuki salah satu kamar.
Kamar itu dominan dengan warna abu-abu gelap—terasa tenang dan sunyi, di samping ranjang terdapat jendela kaca yang langsung memaparkan pemandangan kota yang indah dengan cahaya malam yang timbul dari perumahan, gedung tinggi, kendaraan maupun bulan yang jauhnya bermil-mil di atas sana tapi mampu menerangi alam semesta ini.
Nicholas merebahkan Caroline di atas ranjang, lalu membenarkan letak selimutnya. Di meja nakas terdapat sebuah kertas dan pulpen. Nicholas langsung menulis sesuatu di sana setelah selesai pria itu kembali memandang wajah cantik Caroline yang tertidur, tangannya terulur mengelus pipi mulus wanita itu dengan lembut. Nicholas kemudian mendekatkan wajahnya pada bibir Caroline, berniat mencium bibir merah yang tersaji di depannya itu.
Tepat bibirnya berada di atas bibir Caroline. Beberapa senti saja Nicholas memajukan kepalanya sudah di pastikan bibir mereka saling bersentuhan, tapi sayang niat itu tidak terlaksana karena Nicholas lebih memilih mengecup tangan Caroline, setelah itu beranjak pergi meninggalkan Caroline yang terlelap.