Aku naik ke landasan Helipad yang berada di lantai paling tinggi gedung rumah sakit tempat mama di rawat. Aku melihat sekeliling, di mana dia ? Di mana si b******k itu bersembunyi. Aku melihat sekeliling berharap menemukan apa saja yang bisa kugunakan sebagai senjata. Aku harus melindungi diriku, pembunuh selalu bersenjata bukan ?
Lalu aku melihat besi kawat tipis di dekat kakiku, aku bisa menjerat lehernya dengan benda itu. Belum sempat ku sentuh kawat tersebut, bagian belakangku lebih dulu di sentuh moncong glock
"Lepaskan !" perintah suara dingin yang berasal dari belakangku
Spontan aku mengangkat kedua tanganku. Belum juga kawat itu aku pegang ! Aku mencoba mengenali suara itu tapi itu bukan suara serak Adam. Aku bermakud menoleh ke belakang tapi dia menekan kepalaku lagi dengan glock "Berani juga kau p*****r rusun"
"Siapa yang p*****r ?" tanyaku tidak terima disebut sehina itu.
Aku tidak bisa menoleh melihat wajah laki-laki yang menodongku dengan senjata. Sekilas ketika aku menunduk aku bisa melihat celana kain berwarna biru, khas para cleaning service di tempat ini.
Adam tidak bohong salah satu dari orang di bangsal tadi membawa senjata. Dialah orangnya.
"Mana pembunuh itu ?"
"Jangan banyak omong p*****r, tunggu saja pacarmu akan menjemputmu"
Menjemputku ?
Tidak dalam hitungan menit aku mendengar suara helikopter mendekat. Seharusnya aku mengingat bagaimana Dakota Johnson di Fifty shades of Grey begitu bahagia diajak kencan naik helikopter oleh Mr. Grey yang sexy. Tapi, detik itu ketakutan menjalar menyusuri bulu-bulu halus di tubuhku.
Mereka bukan orang biasa, Adam bukan pembunuh gadungan yang membunuh karena emosi sesaat. Mereka terorganisir, mereka lebih dari satu orang.
Nafasku tersengal, sementara helikopter itu semakin mendekat. Lalu mendarat mulus di garis lingkaran helipad. Dua orang berjas hitam berstelan nacis, dengan sedikit melompat keluar dari helikopeter.
Mereka berjalan sambil mengokang pistolnya. Menyapu pandangan mereka ke sekeliling rooftop.
Peria di belakangku menahan lenganku. Suara helikopter birisik. Mereka saling memberi kode dengan gerakan tangan lalu. Setelah dua peria itu mendekat, si tukang pel mendorongku, ku pikir aku akan terjatuh. Tahunya lengan panjang salah satu peria itu cepat menangkapku. Memaksaku kembali menegakkan diri.
"JANGAN BERGERAK !" Seseorang keluar dari balik sebuah bangunan kecil di sisi kanan rooftop.
Hannah menodong senjatanya
Melihat Hannah ada di sana, seperti melihat harapan di tengah hidup dan mati.
Sejenak dua orang itu berhenti bergerak sesuai perintah Hannah.
"JANGAN COBA-COBA BERGERAK, KALIAN TERLACAK !" kata Hannah memekik senang, sekaligus menyeramkan mampu mengimidasi mereka semua.
Dua peria itu saling pendang. Jangan tanya seperti apa reaksi tukang pel yang ada di belakangku. Aku tidak bisa menoleh, aku takut ditembaki.
"Letakkan senjatamu Nona polisi manis" kata suara di belakangku, nah itu dia yang bicara.
Lalu secepat lirikan mata yang berpidah, sebuah kaki jenjak melompat kelur dari helkopter, tanpa babibu laki-laki itu menembak Hannah tepat di perut Hannah.
Dia jatuh tengkurap, membisu, diam ! Hanya darah yang bisa kulihat keluar dari tubuhnya.
"HANNAH" aku hampir mengejarnya.
Tapi tangannku di tarik paksa agar bergerak lebih cepat. Aku masih melihat jasad Hannah meski dipaksa terus maju mendekati helikopter. Aku sungguh berharap dia masih bernafas.
"Hannah" gumamku, air mataku mengalir karena disesaki ketakutan. Tidak sanggup memikirkan perempuan itu mati karena aku.
Aku pasrah ketika tubuhku di dorong masuk ke Helikopter.
"CEPAT" teriak seseorang murka.
Pikiranku kacau.
Mataku masih terpaku pada tubuh Hannah. Tidak berindah sama sekali. Sampai helikopter mulai naik mengudara, meninggalkan bunyi bising, meninggalkan tubuh Hannah yang tergeletak, meninggalkan mamaku, kehidupanku, rusunku...
Detik itulah pandangan ku berpindah, lurus pada laki-laki itu.
Adam. Dia di sana, dialah yang menembak Hannah ! Untuk sesaat aku hanya bisa merasakan amarahku menyapu habis logikaku. Hingga derunya, terasa mengoyakku, meletup di pembulu darahku. Tiba-tiba aku tidak lagi takut mati. Aku menerjangnya "PEMBUNUH" teriakku, tanganku terulur ingin menggapainya.
Kerah bajuku di tarik dari belakang, satu tangan menahan lenganku dengan cengkraman yang membuat lenganku berdenyut "Apa-apaan kau ! Tunggu sampai hotel baru boleh lepas kangen dengan bos kami" kata si pria yang tadi berperan sebagai cleaning service.
Disanalah aku melihat wajah asli Adam, wajah Purba Andianda. Dia bukan Adam ! Senyum Adam sangat manis, laki-laki ini tersenyum culas. Penuh misteri. Dari tatapannya saja, terlihat dia sangat dominan, dia bosnya, dia tidak suka di bantah !
Di tangannya ada pistol, dia mengenakan setalan jas, kemeja hitam di dalamnya, sepatu mengkilat. Kemana perginya Adam yang selalu lupa pakai jaket ?
Dan dia merokok. Asapnya mengepul, tidak peduli kami sedang di dalam helikopter. Dasar b******n gila !
Aku tidak berhenti menatapnya, sementara dia menghindari tatapanku.
Tanganku di ikat dengan kabel Tis. Dua anak buahnya mengepitku dengan senjata masih mengarah satu keperutku dan satu ke jidatku.
Adam keliatan santai tidak ada beban, kelitan rileks, sesekali dahinya berkedut, dia masih menghindari tatapanku. Lalu setelah menyesap rokok untuk kelima kalinya. Dia menatapku, dihisapnya rokoknya kuat-kuat dihembuskan asapnya ke wajahku.
Sialan ! Dia tahu betul aku benci asap rokok.
"Enak gak jadi pacarku ? bisa naik helikopter ?" lalu dia terkekeh dingin. Dia mengangkat pistolnya meletakkan moncongnya untuk membelai pipiku "Maaf ya aku sudah membuatmu khawatir, sayangkuh" dia membuat-buat mimik Adam, untuk mengolok-olok aku. Dia tahu aku sangat mencintai Adam.
Lalu dia terkekeh dingin, membuang punggungnya di senderan kursi. Aku lega ketika dia menyelipkan kembali pistolnya di balik jasnya.
Aku mengigit bibir, pantang menangis di hadapannya meski mataku perih, meski hatiku sesak, meski aku ketakutan setengah mati di kepung oleh para pembunuh seperti ini. Aku bisa saja di lempar dari ketinggian ini, lalu tidak ada yang tahu nasib mamaku akan seperti apa.
Hari itu aku meninggalkan cerita lamaku di sana, di landasan helipad rumah sakit jiwa.
***
Helikopter mendarat di atas sebuh hotel terbengkalai. Aku di dorong turun dengan kondisi tangan masih terikat. Setelah kami keluar, helikopter itu pergi meninggalkan landasan. Kami menuruni dua lantai. Tempat itu benar-benar sepi dengan pencahayaan remang-remang.
Dilantai berikutnya aku memasuki lorong seperti lorong hotel, tapi bedanya ini terlihat lebih terawat. Aku tercekat sesaat melihat bayangan hitam, tapi ternyata itu salah satu dari mereka.
"Bos" sapanya pada Adam, maksudku Purba.
Di depan sebuah pintu menunggu seorang perempuan. Aku amati sekali lagi perempuan itu, aku pernah bertemu dengannya. Anting di lipatan hidungnya lah yang membuatku ingat, juga lipstik merahnya. Dia perempuan yang tempo hari aku lihat di toilet stasiun. Ternyata benar kan, hari itu aku diikuti oleh penjahat-penjahat ini.
"Good night Princess" dia menelingkan kepalanya ujung bibirnya terangkat menciptakan senyum yang mengerikan. Dia mendekatiku, dia menyentuh rambutku, meneliti wajahku "Giginya harus di ubah Bss ?" tanyanya pada Adam.
Mereka bermaksud mengacak-acak DNAku, karena itu gigiku mau diubah. Sudut mataku mengarah pada Adam, melihat reaksinya.
"Jangan, rambutnya saja"
"Padahal aku ingin mengoyak wajahnya supaya terlihat mengerikan" dia mengelus pipiku
Aku menjauh menghindar dari sentuhan penyihir itu. Siapa perempuan ini ? Apa dia benar-benar penyihir ? Apa aku harus meminum ramuanya agar wajahku berubah ?
Adam melepaskan sabuk senjata yang membelit dadanya yang bidang. Rambutnya klimis sudah dipotong dan dirapikan, dia tidak pernah berpenampilan seperti ini ketika bersamaku "Soju, Sake ikut aku" Dia berjalan diikuti dua laki-laki yang tadi bersama kami di helikopter
"Mau apa dia ?" tanya si petugas kebersihan, yang sekarang mengunyah permen karet, bertanya pada si nenek sihir.
Salah satu pintu terbuka
"Memberi pelajaran pada Wine" jawab si penyehir
Si petugas kebersihan mengedipkan mata padaku, bibirnya berdecak sebelum mengeluarkan bubble. Dia terlihat paling santai di antara yang lain.
"Ayo" Si permepuan mendorongku masuk ke dalam pintu
***
Martini nama perempuan penyihir itu, dan Adam ditempat ini dipanggil Bos atau Brandy. Mereka menggunakan nama-nama minuman keras untuk menutupi identitas mereka. Aku di paksa menggunting rambutku jadi sebahu. Aku mewarnai rambutku dengan semacam pewarna semprot yang cukup solit hingga warnanya tidak gugur di rambutku. Tapi aku tidak jamin kalau terkena air.
Warna rambutku sekarang merah menyala, seperti darah. Aku mengenakan baju yang mati-matian aku tolak tapi karena di todong senjata oleh Martini aku akhirnya menggunakannya.
Dress hitam di atas lutut, yang membuat dadaku menyembul tumpah, mana lagi pahaku terkespos, belum lagi punggungku. Bagaimana bisa pakaian seperti ini disebuat gaun ?
"Kita akan pergi" kata Martini memoleskan sentuhan terakhir di wajahku "Pesan Brandy kau harus tampil seperti pel*acur cilik, aku sangat mudah mengubah perempuan polos jadi p*****r"
Tok.Tok.Tok
Si Tukang pel itu kini mengenakan pakain nacisnya, dia meneling, keliatan lebih baik. Si tukang pel bersiul melihatku norak "UUuuh...aku suka sekali boneka" dia mengedipka mata padaku "Beby bilang aku kalau kau disakiti, aku bisa jadi sayap pelindungmu"
"Menjijikkan Amer.."
Dia tertawa "Hei, Brandy bilang kita berangkat lima belas menit lagi. Mereka sedang memindahkan server"
"Brandy, aku dan dia akan berangkat bersama, kau sepertinya harus lebih dulu"
"Server itu ?"
Entah apa yang mereka bicarakan, aku hanya mampu menunduk, menyimak dengan baik. Kalau aku berhasil kabur, aku bisa ceritakan semua yang kudengar di sini pada Aryo supaya mereka diringkus sekalian.
"Wine, Sake, Soju dan kau akan menumpangi pesawat capten Vod"
Vodca ?
"Mereka memberi kita satu pesawat kargo"
"Anjinglah" pekik Martini
Amer tertawa, bertepuk tangan bahagia melihat keresahan rekannya "Ayo-ayo dayang manis kau ditunggu Vodca"
"Aku ingin bersantai kenapa harus kargo ?"
Dia berdecak marah dan meninggalkan ruangan.
Amer yang masih memegang ganggang pintu melihatku "Princess, karena aku baik kuberikan space untuk menyesali nasibmu dan mungkin bisa sekalian memikirkan kata-kata terakhir mu"
Klik pintu tertutup. Barulah terasa betapa kosong dan luasnya ruangan itu. Tanpa cermin, hanya ada satu kuri satu meja dan koper penuh gaun-gaun aneh, tidak ada satupun gaun yang pantas dikenakan.
Sambil menangis ku ambil hody biru Adam dan kembali ku kenakan menutupi tubuhku. Aku memang bercita-cita naik pesawat meninggalkan tempat ini, tapi bukan untuk diculik, bukan ! Aku memimpikan liburan yang indah.
Aku memang harus menangisi nasibku. Aku tidak pernah serindu ini pada Rusun dan juga Wmart..
***