Bab 19

1701 Words
Untunglah mereka tiba lebih cepat karena arus kendaraan yang tidak padat. Saat itu mereka menemui seorang petugas yang berjaga di depan bangunan. Begitu Dale dan Maggie menjelaskan maksud kedatangan mereka, petugas itu langsung mempersilakan mereka masuk untuk menunggu. Bangunan tempat konstruksi itu berlangsung tampak riuh dengan suara mesin. Maggie duduk di sebuah ruangan sempit yang kedap udara, sementara itu Dale memilih untuk berdiri menunggu di ambang pintu sembari menengok ke luar. Tempat itu terasa sesak dan panas. Aroma putung rokok dan alkohol langsung menyeruak ke indra penciuman Maggie ketika pertama kali Maggie masuk ke dalam sana. Dale tampak sebaliknya, laki-laki itu tidak begitu terganggu dengan tempat itu sementara Maggie sendiri berulang kali menghela nafas dalam beberapa menit ketika ia menunggu kehadiran Walter. Pria yang dicarinya datang dalam hitungan menit. Untunglah, karena Maggie ingin segera bergegas meninggalkan tempat itu. Walter masih tampak seperti yang diingat Maggie: muda, tinggi, besar dan berambut pirang. Laki-laki itu melepas topi dan jaket pelindung yang menjadi bagian dari seragamnya, menggantungnya pada tiang besi kemudian mengambil posisi duduk bersebrangan dengan Dale dan Maggie. Petugas yang mengantarkan Walter pada Maggie, pergi setelah Walter memberinya isyarat. Kemudian, setelah situasinya menjadi lebih tenang, mereka memulai percakapan. “Aku masih mengingatmu. Kau Maggie Russell, kan?” tanya Walter pada Maggie. “Ya, dan aku rasa kau juga tahu maksud kedatanganku kemari?” Walter tersenyum kecil. “Aku turut menyesal atas menghilangnya Kate. Aku harap dia ditemukan dengan selamat.” Laki-laki itu meraih sekotak rokok di sakunya, mengambil satu kemudian meminta izin sebelum menyalakan pemantik. “Apa kalian tidak keberatan?” Maggie baru berniat membuka mulut untuk memprotes ketika Dale dengan cepat menyela, “silakan saja. Kami hanya memelurkan beberapa informasi darimu.” “Tentang Kate?” Walter mengisap putung rokok itu dan mengembuskan asapnya di hadapan Dale dan Maggie. Berusaha mengabaikan ketidaknyamanan itu, Dale melanjutkan dengan mantap, “ya, tentang Kate. Apa yang kau tahu tentang Kate sebelum dia di kabarkan menghilang?” Walter mengangkat kedua bahunya dengan gaya acuh tidak acuh. “Aku tidak bertemu dengannya sejak kami lulus kuliah.” “Tapi Kate dua kali menulis namamu dalam buku catatan teleponnya.” “Aku tidak tahu tentang itu.” “Kau tahu The Met Back Bay?” “Ya aku tahu restoran itu. Kenapa?” “Apa kau bisa mengatakan pada kami di mana kau berada pada hari rabu pukul dua? Apa kau berada di tempat yang kusebutkan tadi?” “Umm.. aku tidak tahu. Mungkin ya, aku tidak ingat.” “Kenapa kau tidak ingat?” “Aku mabuk, dan aku memiliki masalah ingatan jangka pendek. Aku bisa berada di satu tempat kemudian di hari berikutnya, aku tidak mengingatnya.” “Bagaimana dengan pada hari kamis di Sterling Suffolk Race LLC? Apa itu terdengar familier untukmu?” “Mungkin. Aku ingat aku pernah berada di sana.” “Kalau begitu kau datang untuk bertemu dengan Kate.” “Benarkah?” Maggie beringsut di tempatnya dengan kesal, hingga ia terheran-heran bagaimana Dale tetap terlihat wajar menghadapi seseorang seperti Walter. “Coba kau ingat kembali, mungkin kau membicarakan sesuatu bersama Kate? Sesuatu yang penting. Apa alasanmu menemui Kate? Dalam dua hari itu?" Walter terdiam cukup lama ketika ia berusaha mengulang kembali ingatannya. Pria itu memejamkan mata dan membuat Maggie yang duduk gelisah mulai tidak sabaran. "Tolong, Walter. Adikku menghilang dan apapun yang kau ingat mungkin bisa membantunya." Walter membuka kelopak matanya dan langsung menatap Maggie. Wajahnya pucat seolah sesuatu telah menyentaknya dari kesadaran "Mungkin aku memang pernah bicara dengan Kate." "Ya, apa tepatnya yang kau bicarakan?" Tanya Maggie dengan cepat. "Apa kau tahu kemana Kate pergi? Atau kau juga terlibat dengan seseorang yang menculik Kate.." Maggie belum menyelesaikan kata-kata itu, tapi Dale segera mencengkram lengannya hingga membuat Maggie berhenti bicara. Ketika Maggie membeliakkan kedua matanya sebagai protes atas tindakan Dale barusan, tatapan Dale yang mengatakan: biarkan-aku-yang-menyelesaikannya, telah membuat Maggie luluh seketika. Dale kemudian melanjutkan dengan tenang. "Coba kau ingat-ingat kembali. Apa tepatnya yang kau bicarakan dengan Kate? Apa kau ingat dia menyebut suatu tempat tertentu? Orang-orang tertentu? Kegiatannya atau mungkin urusannya dengan orang lain, atau mungkin dengan kau?" "Aku baru ingat hal itu," aku Walter. Pria itu menyesap rokoknya kembali kemudian mengembuskan asap rokok melalui hidung dan mulutnya. "Sekarang aku ingat kalau kejadian itu memang benar-benar terjadi." "Tolong, ceritakan pada kami!" pinta Dale. "Awalnya, kami secara tidak sengaja bertemu di sebuah toko kelontong. Aku hanya jalan-jalan sebentar, atau mungkin aku ingin membeli sesuatu, aku tidak ingat pasti. Tapi aku ingat ketika Kate menegurku dan dia mengatakan kalau dia membutuhkan seseorang yang bisa membantunya. Aku katakan aku bisa saja selama aku tidak harus memberinya uang." Walter berdeham, kemudian melanjutkan. "Malam berikutnya Kate menghubungiku dan memintaku untuk datang ke The Met Back Bay sekitar pukul dua. Mungkin, aku tidak ingat." "Apa yang dia katakan padamu?" tanya Maggie dengan tidak sabaran. "Dia menyebutkan sebuah nama. Seorang pria, mungkin kekasihnya, atau musuhnya." "Siapa?" Ketika pemuda itu tidak juga menjawab dan hanya diam sembari mengingat-ingat kembali nama yang disebut, Dale memberinya pilihan. "Apa itu seseorang bernama Javier? Atau Ricky?" "Ya! Sekarang aku ingat. Itu Ricky." "Jadi, apa yang dia katakan tentang pria ini?" "Kate bilang dia telah dipaksa oleh pria itu." Kernyitan pada dahi Maggie bertambah dalam. "Apa katamu?" "Kate kelihatan marah sekali dan dia ingin seseorang yang akan membantunya untuk melepas diri dari Ricky." "Kenapa dia melakukannya?" Walter mengangkat kedua bahunya. "Silakan tanya pada Kate. Peranku tidak lebih dari usaha untuk membantunya lepas dari b******n itu." "Apa kau tahu banyak tentang Ricky?" "Tidak terlalu banyak," jawab Walter. "Apa saja yang kau tahu?" "Dia seorang b******n yang suka mempermainkan gadis-gadis cantik. Aku tahu Kate bukan yang pertama." Sekarang, kedua mata Maggie membeliak lebar. "Apa yang dilakukannya pada gadis-gadis itu? Apa dia menculik mereka?" Walter tertegun. "Mungkin." "Apa Ricky melakukan itu sendiri atau dia bersama orang lain?" "Aku tidak tahu, yang pasti aku sering melihat dia berkumpul dengan orang-orang suruhan kriminalnya." "Apa usaha yang diinginkan Kate untuk kau lakukukan?" lanjut Dale. "Kate ingin aku melindunginya dari Ricky. Dia mengatakan kalau aku perlu berpura-pura menjadi kekasihnya untuk membuat Ricky berhenti mengikutinya." "Kenapa kau harus berpura-pura menjadi kekasihnya? Apa Ricky akan cemburu?" "Tidak. Ricky punya banyak wanita dan mustahil sekali dia terlibat hubungan serius dengan seseorang wanita. Hanya saja, itu akan membuat Ricky berpikir ulang untuk menjadikan Kate sebagai kekasihnya yang lain, dan berhenti mengejar Kate." "Apa itu berhasil?" "Aku rasa. Ketika Ricky melihat kami di Sterling Suffolk Race LLC, dia meminta orang suruhannya untuk memukuliku dan aku aku memukulnya balik. Tapi, jumlah mereka terlalu banyak. Setelah itu dia pergi bersama Kate. Aku tidak tahu dia membawa Kate kemana." Dale berpaling dan mendapati Maggie sedang menatapnya dengan cara yang mengatakan: aku-tidak-percaya-pria-itu. Seolah memahami isyarat itu, Dale mempercepat percakapan mereka. "Apa lagi yang kau tahu? Apa kau tahu di mana kami bisa menemukan Ricky?" "Dia memiliki sebuah klub yang besar di dekat bangunan Paul Revere. Klub itu sudah berdiri selama bertahun-tahun. Kate bilang Ricky menghabiskan sebagian waktunya di sana bersama para gadis-gadis cantik di Boston. Laki-laki itu sangat kaya. Dia menawarkan Kate sejumlah uang dan bisnis besar. Tapi Kate terlalu cerdas untuk memahami siasat Ricky. Aku pikir Ricky telah memaksa Kate dan menculik wanita itu." Walter mengembuskan nafas kemudian meletakkan sisa putung rokoknya di asbak. Kedua tangannya diletakkan di atas pahanya kemudian ia berkata, "itu saja yang kutahu." Dale mengangguk, tapi Maggie menjadi orang pertama yang bangkit berdiri kemudian berjalan ke ambang pintu. "Terima kasih untuk informasinya," kata Dale sembari berjalan menyusul Maggie. Walter saat itu memandangi Maggie dengan cara yang membuat Maggie seolah tengah di telanjangi. Kalau saja Dale tidak hadir di sana sebagai penghalang, Maggie pasti sudah merasa kesal setengah mati. Keinginan untuk mencekik pria itu atau menampar wajahnya sudah begitu besar. Hingga ketika Dale masih terus berbicara dengan Walter, Maggie harus menariknya ke luar. "Kau bisa menghubungiku jika kau mengingat sesuatu." Dale menyerahkan kartu namanya pada Walter kemudian berjalan di belakang Maggie ketika keluar dari tempat itu menuju camaro hitam yang masih terparkir di depan bangunan. Begitu mereka sampai di dalam mobil, hal pertama yang dikatakan Maggie adalah, "aku tidak percaya padanya. Kau lihat bagaimana dia melihatku? Sialan Walter! Dia itu pemabuk. Jangan percaya apa yang dikatakannya." Dale mengeluarkan sekotak permen karet dan memasukan dua permen ke dalam mulutnya. Ia membuka ponselnya sementara Maggie terus berbicara di samping. Ketika itu Dale mengirim pesan untuk Judd. Begitu selesai, Dale berbalik menatap Maggie. "Apa saranmu?" "Aku tidak tahu. Kau pemimpinnya!" teriak Maggie dengan frustrasi. Alih-alih menanggapi wanita itu, Dale melirik jam tangannya kemudian bertanya, "apa kau tidak kelaparan Maggie?" Sekarang, pria itu memanggilnya Maggie. Kalau Maggie tidak punya cukup banyak masalah yang menyita perhatiannya, ia pasti sudah mempermasalahkan hal itu. Gagasan untuk menghabiskan makan siang bersama Dale terasa mengganggunya, tapi Maggie tidak punya pilihan ketika perutnya mengatakan hal lain. Jadi, tanpa berkata-kata lagi, Maggie mengendarai camaro-nya untuk sampai di The Harp. Sisa perjalanan mereka habis dengan ocehan Maggie tentang betapa buruknya perangai Walter. Pria itu tampak menjijikkan dengan penampilannya dan dari caranya berbicara Maggie tahu bahwa apa yang dikatakan Walter tidak dapat dipercaya. "Aku lebih yakin kalau dia yang menculik Kate," tuduh Maggie. "Dia terlihat sama buruknya seperti Javier." Maggie melirik ke arah Dale, merasa kesal ketika pria itu tidak juga menanggapi setiap ucapannya. "Bagaimana menurutmu Detektif? Apa kau bisa memercayai semua yang dikatakan Walter?" "Ya dan tidak." "Bisa kau jelaskan saja padaku?" Dale menatap ke arah jalanan. Wajahnya tampak tegang ketika ia merasakan kecepatan mobil itu bertambah dalam setiap detiknya. Alih-alih menanggapi pertanyaan Maggie barusan, Dale balik bertanya, "apa kau akan mengemudi dengan baik atau tidak?" "Ya!" Maggie memperlambat lajunya. "Aku ingin dengar pendapatmu." "Menurutku, ada beberapa hal yang disembunyikan Walter." "Kenapa kau berpikir begitu?" "Dia tidak mungkin melupakan sesuatu kemudian bisa menceritakan detail kejadiannya begitu cepat." "Maksudmu dia berpura-pura?" “Apa yang dikatakannya juga tidak masuk akal. Kalau Kate memiliki hubungan dengan Javier sebagai kekasihnya, kenapa Kate harus meminta bantuan Walter untuk menjauhkannya dari Ricky? Dan apa benar Ricky hanya bermaksud menjadikan Kate sebagai salah satu wanitanya ketika sudah cukup jelas kalau saat ini Ricky sedang mengincar Javier.” Maggie tertegun memikirkan penjelasan itu. Beberapa pertanyaan bermunculan di kepalanya. “Siapa sebenarnya Ricky? Dan apa maksudmu saat kau mengatakan Ricky sedang mengincar Javier?” Dale tersenyum. “Itu, Miss Russell, adalah hal yang ingin kusampaikan padamu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD