Setiap hari selalu menjadi hal baru, setiap waktunya membentuk kenangan. Perlahan aku bisa belajar dari kesalahan dan menerima semua.
Hari baru dengan segala sesuatu yang baru, pagi ini berangkat sekolah dengan menaiki angkutan umum. Ya, Kirana nampak menggerutu dengan situasi baru ini dan berahkir menyalahkanku. Dia berstigma, jika segala sesuatu yang buruk terjadi karena ku. Mau bagaimana lagi, diam adalah solusinya.
Kami bagaikan air dan minyak tak bisa menyatu. Meskipun aku ingin untuk dekat dengannya selayak adik dan kakak. Tapi itu hanya mimpi.
Sesampainya didepan sekolah kami turun dan tak lupa membayar ongkos. Kirana berjalan mendahului, cukup tahu dia malu untuk bergandengan denganku yang sudah memiliki cacat nama.
Perlahan aku sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan dan tak peduli dengan mereka yang memperlihatkanku. Suasana kelas juga sudah seperti biasanya mereka bisa menerimaku kembali menjadi teman-teman mereka. Sungguh teman yang luar biasa. Selalu mendukungku dalam suka maupun duka.
Para guru juga sudah mulai bersikap biasa denganku meski, ada beberapa yang menampilkan ketidaksukaan. Tidak masalah, karena kakiku melangkah untuk orang tua dan diriku sendiri.
"Tidak terasa satu Minggu lagi kita Ujian Nasional." Pricilia memulai obrolan
"Ya, aku sudah mempersiapkan diri." pagi ini kami berjalan kelapangan untuk apel. Semua siswa-siswi mulai berbondong-bondong Muju lapangan, para gadis-gadis membentuk sebuah geng sedang para lelaki tak ingin kalah. Lapangan berubah menjadi lautan manusia dengan seragam yang sama.
Suara siswa-siswi memenuhi lapangan. Guru yang bertugas setiap paginya selalu kewalahan. Tapi tetap bisa mengatur semuanya.
Saat tak sengaja mataku tertuju pada Irgan, yang juga sedang memandangku. Mata yang kurindukan, dan bukan milikku lagi. Namun lelaki itu justru memberikan senyuman padaku. Mengapa? ada apa?. Seharusnya dia membenci dan tak memberikan senyuman itu. Aku yang membuatnya terluka dan aku yang membuat hidupnya menderita. Aku membuat sekenario itu. Agar Irgan masuk penjara.
"Kar!"
"Ya?" kepalaku menoleh, menatap Niluh yang menegurku. Sepertinya dia tahu jika aku dan Irgan sedang saling menatap dari jarak jauh
"Abaikan saja, dia hanya akan merusakmu lagi." bibirku tersenyum, Niluh memang sahabat yang begitu peduli. Tapi mereka tidak tahu, bahwa aku dan Irgan sama-sama ingin terluka dan rusak. Tapi lagi-lagi scandal itu telah tersebar luas bahwa aku dipaksa melakukan hubungan intim dengannya. Ya, aku dipaksa untuk mengeluarkan suara ku sendiri.
"Kir, nanti sore bolehkah kita belajar bersama?" Kirana menoleh
"Boleh, tapi sebaiknya jangan ribut. Pak Bahar sedang mengawas."
"Oke." ucap Mila dan Lili.
Kami memang membuat jadwal untuk belajar bersama Kirana, atau lebih tepatnya berbagi ilmu. Berhubung sepekan lagi kami melakukan Ujian Nasional dan ini adalah kesempatan kami untuk berkumpul. Karena setelah ini, tujuannya adalah mencari jati diri.
Apel pagi hanya beberapa menit, seharunya dilakukan begitu cepat hanya saja kami cukup ribut dan menyulitkan guru yang bertugas. Maklumlah kami masih remaja yang sulit diatur. Aku berjalan dengan para sahabat dan membentuk sebuah geng. Bercanda ria dan saling mengejek, yah ini adalah momentum yang tidak akan pernah terlupa.
Tapi, lagi dan lagi mataku bertemu dengan mata Irgan, kami saling menatap. Kebetulan saja kelas kami berhadapan, dia lagi-lagi tersenyum untukku. Apa maksud ini semua? Sungguh rindu yang terpendam untuk pria itu. Bodohnya aku yang merindukan Irgan, yang tidak ingin bertanggung jawab denganku.
Air mata menggenang di pelupuk. Aku tidak boleh lemah, dan harus melupakan Irgan. Demi orang tua dan diriku sendiri. Sebaiknya fokus pada pendidikan, karena sudah berjanji untuk membahagiakan ayah dan ibu. Tidak ingin mengecewakan mereka yang menjadi pelindung untukku
YANG SETUJU AKU LANJUTKAN CERITA INI. MOHON KOMENTAR DAN KLIK LOVE DI POJOK BAWAH YA.. BAGI YANG BELUM
THANKS GUYS