Bali harusnya menjadi saksi kisah cintanya bersama Eric. Adiva menatap tiket yang ada dengan tatapan sendu, hari ini seharusnya ia sedang melakukan perjalanan berbulan madu hanya berdua saja dengan suaminya. Tapi apa daya, pernikahannya bersama calon suaminya batal karena Eric calon suaminya itu berselingkuh dengan Atika saudari tirinya dan lebih memilih bersama Atika.
Sore ini ia sampai di Bali dan ia berencana menghabiskan waktunya menggunakan semua trip perjalanan yang harusnya ia lakukan bersama Eric yang telah mereka rencanakan sebelumnya. Adiva berharap ia dapat menyembuhkan luka dan membangun hatinya agar segera bangkit dari keterpurukan.
Saat sampai di Bandara Ngurah Rai Bali, Adiva memutuskan menuju pantai jimbaran dan disana ia menikmati sunset sambi menyatap beberapa makanan di sebuah resto seafood. Terlihat beberapa pasangan menyatap makananya sambil tersenyum. Senyum bahagia terpancar jelas diwajah mereka namun tidak dengan dirinya yang hanya bisa menatap lautan dan berpikir keras.
Setelah menyatap makanannya, Adiva segera menuju hotel dengan menggunakan penjemputan online. Beberapa menit kemudian Adiva sampai di hotel, langkah kakinya terasa sangat berat saat memasuki hotel indah dimana tempat ia dan Eric akan menghabiskan malam bahagia mereka. Air mata Adiva tanpa sadar menetes saat ia melangkahkan kakinya menuju koridor hotel mewah ini menuju kamarnya. Resepsionis merasa aneh, karena Adiva hanya datang sendiri dan sejak tadi kaca mata hitam melekat telah indah di hidung mancungnya. Saat ini yang terdengar hanyalah suara seraknya yang juga terdengar sangat lirih.
Karyawan hotel mengantar Adiva kedalam kamarnya dan Adiva mengikuti karyawan itu yang berada di lantai tiga. Mereka menaiki lift dan saat ini, mereka telah tiba di depan kamar. Karyawan hotel mempersilahkan Adiva untuk masuk kedalam kamar. Karyawan itu kemudian meletakan koper kedalam kamar dan kemudian segera pamit undur diri. Adiva menutup pintu kamar dan ia melihat disekeliling kamar ini. Kamar yang ia pesan bersama Eric saat itu merupakan kamar khusus paket bulan madu dan terlihat diatas ranjang yang super merah ini, terdapat kelopak bunga mawar merah yang berbentuk hati lalu disana juga ada ucapan Happy weeding. Adiva tanpa sadar kembali meneteskan air matanya. Ia kemudian melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar mandi dan melihat ruangan kamar mandi ini terlihat romantis karena terdapat taburan kelopak bunga mawar yang berserakan dilantai dan juga didalam bathup. Bau harum dari wewangian membuat suasana terkesan romantis, apalagi disana terdapat lilin aroma terapi yang terkesan sangat romantis jika kamar ini digunakan pasangan pengantin yang ingin menghabiskan malam indah bersama.
"Aku tidak tahu Mas Eric, apa aku harus bersyukur karena kamu tidak datang ke pernikahan kita dan akhirnya aku tahu penghianatanmu atau kamu datang dan akhirnya kita menikah. Jika aku sudah menjadi istrimu dan aku tahu kamu menghianatiku dengan Atika saudara tiriku, akan jadi apa hidupku Mas," ucap Adiva meneteskan air matanya.
Adiva membuka kaca mata hitam yang sejak tadi ia pakai dan ia mengusap air matanya dengan jemarinya. Hari ini seharusnya menjadi hari yang membahagiakan, karena ia bisa menikmati malam romantisnya bersama suaminya, tapi pernikahan itu tidak terjadi dan pada akhirnya ia memilih untuk menghabiskan malam di hotel ini sendirian.
Adiva melangkahkan kakinya menuju pintu penghubung balkon dan ia membukanya. Ia melihat suasana kolam renang yang terlihat ramai karena disana terdapat sebuah cafe hotel. Pemandangan indah yang bukan membuatnya takjub karena merasa tenang tapi lagi-lagi membuatnya merasa kesepian karena ia merasa seorang diri saat ini.
Adiva mengalihkan pandangannya kesamping karena ia mendengar seseorang yang sedang berbicara dengan bahasa Jepang dan ia mengira laki-laki tampan yang berada disamping balkon kamar ini, mungkin saja seorang wisatwan asing dari Jepang. Apalgi diakhir tahun seperti ini biasanya banyak turis yang datang liburan ke Bali. Adiva kagum melihat ke tampangnya laki-laki itu, wajah tampan dan bersih itu terlihat terawat. Laki-laki itu memiliki hidung yang mancung, bibir seksi dan matanya yang saat ini sedang bertemu mata dengan mata Adiva yang terlihat begitu tajam. Rahang keras yang terlihat begitu gagah dengan ekspresi sombong dan terlihat dingin membuat Adiva menelan ludahnya dan ia segera mengalihkan pandangannya lurus kedepan. Tubuh gagah dan tegap itu melangkahkan kakinya masuk kedalam kamarnya, membuat Adiva menghela napasnya. Untung saja laki-laki itu segera masuk dan ia tak perlu menilai apalagi mengagumi laki-laki yang baru ia lihat karena fisiknya yang sangat tampan.
Adiva kembali melihat pemandangan dibawah dan ia tertarik menuju cafe yang berada didekat kolam renang dan meminum segelas minuman yang segar. Adiva masuk kedalam kamar, ia menutup pintu balkon lalu bergegas mengambil tasnya dan ia segera keluar dari kamarnya. Adiva melangkahkan kakinya dengan santai dan ia berjanji kepada dirinya sendiri, untuk menjadi kuat ketika ia pulang dari Bali nanti. Ia harus bisa menghadapi ibu tirinya dan juga Atika saudari tirinya yang telah berselingkuh dengan calon suaminya. Takkan ada hari-hari santai dan indah yang akan ia lewati ketika ia pulang nanti. Adiva ingat kata-kata sang Papi yang membuat hatinya semakin terluka, papinya bukannya menguatkannya, tapi memakinya karena telah membuat keluarga besar mereka malu.
Adiva melangkahkan kakinya memasuki lift dan ia menuju lantai dasar. Bali dimalam hari masih sangat ramai apalagi di hotel mewah ini teradapat beberapa fasilitas mewah hingga para tamu tidak perlu pergi dari hotel, karena tidak akan bosan dengan fasilitas yang ada di hotel ini. Apalagi hotel ini memiliki layanan spa, salon kecantikan, olahraga, musik dan cafetaria bahkan Restauran mewah. Lift terbuka dan Adiva segera melangkahkan kakinya keluar dari lift lalu menuju cafe yang berada di dekat kolam renang. Bunyi musik terdengar dan terlihat beberapa pengunjung menikmati malam ini dengan romantis bahkan ada yang sedang b******u sambil berendam di kolam renang.
"Gila, baru kali ini aku merasa bebas dan tidak ada tekanan seperti yang selama ini aku dapatkan," ucap Adiva merentangkan tangannya dan tersenyum karena merasa bebas. Ia merasa sedikit lega dan dengan perlahan hatinya sedikit menghangat melihat suasana malam ini.
Adiva memang selalu mengikuti peraturan Papinya yang membatasi jam malamnya dengan alasan tidak ingin Adiva menjadi liar seperti mantan istrinya yang merupakan Mami Adiva. Adiva selalu mengikuti peraturan Papinya dan berusaha keras agar sang Papi tidak kecewa padanya, walaupun selama ini ia merasa kecewa dan terluka karena sikap Papinya dan Ibu tirinya. Tapi penghianatan calon suaminya dan rasa kecewanya kepada Papinya dan keluarganya yang lain, membuatnya mengambil kesimpulan jika ia harus berani mencari kebahagiaannya sendiri. Adiva mendekati bartender dan ia meminta Bartender membuatkannya minuman dan malam ini ia ingin mencoba melupakannya dan ia berharap besok harus menjadi awal baru baginya.
"Hai," ucap Adiva.
"Ada yang bisa dibantu Nona cantik?" Tanya laki-laki yang merupakan karyawan hotel ini yang bertugas sebagai bartender.
"Saya haus minta yang segar dan bisa menenangkan hati," ucap Adiva membuat Bartender itu tersenyum.
"Oke," ucapnya. Ia segera meracik minuman dan segera memberikannya kepada Adiva. Adiva meminumnya dan ia terbatuk namun dengan cepat ia kembali meminum minuman itu hingga tandas.
"Lagi!" Ucap Adiva.
Bartender itu segera membuat minuman itu lagi dan kembali menyerahkan segelas minuman itu kepada Adiva. Adiva merasakan bahagia karena pengaruh alkohol yang telah ia minum tadi. Ia kemudian meminta lagi dan lagi, hingga akhirnya ia mulai merasakan pusing dikepalanya namun ia merasa lepas. Adiva bernyanyi dan mulai meracau lalu meluapkan amarahnya. Tentu saja sikap Adiva membuat beberapa orang laki-laki tertarik kepada Adiva yang cantik namun ketika beberapa dari mereka mencoba mendekati Adiva, Adiva segera menggelengkan kepalanya.
"No, kamu...kamu dan kamu jangan mencoba mengganggu saya," ucap Adiva dan ia berdiri sempoyongan.
Adiva menyadari jika ia harus segera pergi dari sini jika tidak ia pasti akan diganggu beberapa laki-lali lainnya. Ia masih bisa berjalan walaupun kepalanya merasa sangat pusing. Tiga orang laki-laki berusaha mendekati Adiva dan mereka seolah tak menyerah ingin mendapatkan Adiva, paling tidak mereka bisa menikmati wanita cantik malam ini secara bergilir. Adiva segera mendorong salah satu laki-lali yang berusaha memegang tangannya.
"Jangan dekati aku!" Teriak Adiva membuat dua orang karyawan sadar jika Adiva sepertinya membutuhkan bantuan mereka.
"Ada yang bisa kami bantu?" Tanya salah satu karyawan itu.
"Saya hanya ingin membawa istri saya ke kamarnya," ucap salah satu dari ketiga laki-laki yang memiliki rencana buruk pada Adiva.
"No, saya tidak mengenal dia dan saya belum menikah. Pernikahan saya gagal dan saya masih sendiri," ucap Adiva membuat karyawan itu mengerti niat ketiga tamu mereka ini kepada Adiva.
"Maaf tuan-tuan, kami yang akan mengantar nona ini ke kamarnya!" Ucap karyawan itu membuat mereka akhirnya menyerah dan segera pergi meninggalkan Adiva dan karyawan hotel.
Karyawan hotel itu melangkahkan kakinya membawa Adiva menuju kamarnya setelah Adiva mengatakan nomor kamarnya. Mereka memasuki lift dan menuju lantai dimana kamar Adiva berada. Pintu lift terbuka dan Adiva keluar dari pintu lift bersama karyawan yang mengantarnya.
"Terimakasih Pak, saya bisa ke kamar saya sendiri dan bapak tidak perlu mengantar saya, saya sudah besar," ucap Adiva dengan wajah memerah karena mabuk.
"Baiklah Nona, saya permisi!" Ucapnya melangkahkan kakinya kembali masuk kedalam lift.
Adiva melihat punggung seorang laki-laki yang tegap dan gagah membuatnya mengingat sosok b******n yang telah menghianatinya. Kemarahan tampak jelas diwajahnya saat ini dan ia ingin melampiaskan kepada laki-laki yang berada didepannya ini.