Ghavin menatap Adiva dengan sinis "Kau yang memperkosssaku," ucap Ghavin sinis membuat Adiva membuka mulutnya dan ia menggelengkan kepalanya. Ia tidak mungkin bersikap cabulll hingga memeperkossa laki-laki yang tidak ia kenal.
"Aku tidak mungkin memperkosssamu, hiks...hiks..." air mata Adiva menetes membuat Ghavin menatap Adiva dengan sinis.
"Cengeng," ejek Ghavin.
"Kau pikir aku akan tertawa dengan apa yang terjadi padaku. Huhuhu...kau pasti tahu ini yang pertama bagiku," ucap Adiva.
Ghavin mendekati Adiva, membuat Adiva mengeratkan selimut yang menutupi tubuhnya. "Aku kasih waktu kamu menangis satu jam dan setelah itu kita bicarakan ini semua!" ucap Ghavin dingin.
"Tidak perlu, anggap saja aku sial bertemu dengan kau," ucap Adiva melilitkan tubuhnya dengan selimut dan ia segera turun dari ranjang. Adiva melangkahkan kakinya mengambil pakaiannya yang berada dilantai dan ia membuka mulutnya saat melihat bajunya yang robek. "Kau penjahat cabulll, kau..." ucap Adiva membuat Ghavin mengangkat alisnya.
"Kalau kau ingat apa yang kita lewati semalam, kau yang akan tahu siapa yang Ccabull," ucap Ghavin sinis. Ghavin melangkahkan kakinya mendekati Adiva dan satu tangannya berada diatas kepala Adiva membuat tubuh menegang. Gavin melepaskan tangannya lalu ia segera keluar dari kamar.
Adiva terduduk lemas, ia ingat siapa laki-laki itu. Laki-laki itu adalah laki-laki tampan yang ia lihat di balkon kamar hotel ini. Adiva akhirnya mengingat kejadian yang ia alami malam tadi dan ia memaki laki-laki itu dan juga ia yang memeluk laki-laki itu lalu..."Arghhh...aku bisa gila," teriak Adiva. Malam pertama benar-benar terjadi semalam dan ia merasa menyesal dengan apa yang terjadi malam tadi.
Adiva segera mencari pakaian yang bisa ia kenakan, ia mengambil pakaian yang ternyata ada diatas bufet. Pakaian itu masih baru dan sepertinya laki-laki itu yang meletakannya disana. Adiva segera memakainya dan kaos yang ia pakai berukuran besar hingga panjangnya mencapai lututnya. Ia mengambil tasnya dan melangkahkan kakinya mendekati pintu kamar. Adiva menarik handel pintu dan mencoba untuk membukanya namun pintu tak kunjung terbuka. Ia sangat kesal karena sepertinya ada yang menahan pintu itu dari luar sedangkan kunci kamar ini masih tertempel didinding.
"Buka pintunya!" Pinta Adiva. Ia melihat lubang pintu untuk mengintip dan ia terkejut saat melihat dua orang Bodyguard berada didepan pintu. Sepertinya kedua Bodyguard ini adalah orang suruhan laki-laki itu dan Adiva tampak prustasi karena ia dikurung dikamar ini. "Buka pintunya, kalian akan saya laporkan ke polisi arghhh...," teriak Adiva. Ia kemudian tidak menyerah walau sebenarnya harapan untuk keluar dari kamar ini sangatlah tipis. Adiva mengambil lampu meja dan melemparnya ke pintu agar kedua Bodyguard itu membukankan pintu ini, tapi tetap saja kedua bodyguar itu tidak bergeming.
"Buka pintunya...saya mohon buka! Apa yang kalian inginkan dari saya? Uang? Saya akan memberikannya," ucap Adiva. Tabungannya tinggal sedikit karena telah ia gunakan untuk membayar separuh biaya resepsinya. Sebenarnya Papinya menanggung semua biayanya resepsi pernikahannya, tapi ibu tirinya tidak membayarkannya dan mengatakan jika ia sudah memberikannya uang itu kepada Adiva. Adiva yang marah, sempat memaki ibu tirinya pembohong tapi seperti biasanya sang Papi lebih percaya mulut manis istri mudahnya dari pada putri kandungnya sendiri.
Adiva membuka balkon dan ia melihat kebawah dan kesamping. Ia berharap jika ia lupa menutup pintu balkon tapi percuma saja ia tidak pun tidak bisa melompat ke balkon kamarnya. Adiva mencari ponselnya dan ia bisa meminta bantuan karyawan hotel ini untuk menolongnya atau ia bisa menghubungi polisi untuk menyelamatkannya. Ia berusaha mencari ponselnya tapi ternyata ponselnya tidak ada membuatnya prustasi dan memilih meringkuk dilantai dan menahan tangisnya.
Yyyyyyyyyyyy
"Kenapa semua ini harus menimpaku? Hiks...hiks..." tangis Adiva. Ingatannya yang menyedihkan kembali terulang dan selama ini ia selalu berjuang untuk bertahan tapi yang ia dapatkan hanyalah kesedihan. "Aku nggak mau menyerah, aku belum kalah...biar mereka menertawakanku aku yakin pasti ada pelangi yang akan hadir dalam hidupku," ucap Adiva dan kata-kata itu yang selalu membuatnya kuat. Adiva yang lelah akhirnya terlelap dilantai dan ia berjanji ia harus segera pergi dari sini. Bertemu laki-laki itu adalah kemalangan baginya, laki-laki jahat dan kejam yang tega mengambil kesempatan memanfaatkannya dan mengambil kesuciannya.
Sementara itu setelah menyelesaikan rapatnya, Ghavin segera kembali kedalam kamarnya karena ada sesuatu yang lebih menarik di kamarnya dibandingkan bisnis. Wanita itu berhasil mengalihkan dunianya yang selama ini hanya memikir bisnis. Ghavin mengangkat sudut bibirnya saat ia sampai tepat didepan pintu kamarnya dan ia meminta kedua bodyguardnya segera pergi karena tugas mereka menjaga kamar ini telah selesai. Ghavin masuk kedalam kamar dan ia mencari keberadaan Adiva yang saat ini sedang tertidur pulas dilantai. Ia mendekati Adiva dan kemudian mengangkat tubuh Adiva keatas ranjang.
"Dasar keras kepala," ucap Ghavin.
Adiva membuka matanya dan ia melihat sosok Ghavin berdiri sambil melipat kedua tangannya sambil menatap kearahnya. "Kembalikan ponselku!" Ucap Adiva membuat Ghavin menujuk bufet yang berada disebelahnya dengan isyarat matanya.
Adiva segera berdiri dan mengambil ponselnya, ia mencoba menghubungi seseorang "Kamu mau menghubungi polisi?" Tanya Ghavin.
"Iya," teriak Adiva.
"Silahkan saja dan polisi akan menertawakanmu," ucap Ghavin yang kemudian tersenyum sinis dan ia duduk disofa dengan santai sambil menyilangkan sebelah kakinya. "Percuma saja kau lari dariku karena seberapa jauh kau pergi, kau tidak akan lepas dariku!" Ucap Ghavin dan ia menatap Adiva dengan dingin.
Satu kata yang saat ini Adiva ingin ucapkan kepada laki-laki tampan yang ada dihadapannya yaitu gila. "Lepaskan aku! Aku tidak akan menuntut apa-apa atas kecelakaan yang terjadi," ucap Adiva.
"Kecelakaan apa?" Tanya Ghavin sinis. "Itu bukan kecelakaan tapi keinginan terdalam kamu untuk bermalam dengan laki-laki tampan sepertiku," ucap Ghavin membuat Adiva melangkahkan kakinya dengan cepat mendekati Ghavin dan ia mengangkat tangannya ingin memukul Ghavin, namun dengan mudah Ghavin bisa menghentikan gerakan Adiva. Ghavin memegang lengan Adiva dan ia menatap sinis Adiva, "Jangan pernah mencoba melawanku, aku persilahkan kau keluar dari kamar ini dan kita lihat sejauh mana kau bisa pergi dariku!" Ucap Ghavin dingin.
Tubuh Adiva merasa bergetar, ia merasa sangat ketakutan saat ini. laki-laki yang ada dihadapannya ini memiliki aura yang berbeda dan setiap gerak-geriknya membuat Adiva merasa laki-laki ini sangatlah berbahaya. "Kau tahu milikku tak akan pernah menjadi milik orang lain. Mulai saat ini kau akan akan sulit bernapas jika kau tidak berada dalam radarku. Aku lebih memilih menghancurkannya dari pada membiarkannya bebas begitu saja," ucap Ghavin dengan suara beratnya.
"Lepaskan aku, aku mohon!" ucap Adiva menatap Ghavin dengan sendu. Tak ada tenaga yang tersisa ditubuhnya untuk melawan saat ini, ia merasa hancur, kecewa dan dunia seakan menelannya karena harapan hidup bahagiannya seakan terenggut saat ini.