bc

Pasutri Kampret

book_age18+
3.1K
FOLLOW
15.8K
READ
love after marriage
badboy
CEO
comedy
mxb
city
slice of life
naive
like
intro-logo
Blurb

Wisnu mendapat ancaman untuk segera menikah, jika tidak ingin namanya dicabut dari salah satu pemegang saham perusahaan. Sementara menikah adalah salah satu hal yang sangat Wisnu hindari setelah patah hati beberapa tahun silam karena sang kekasih yang berselingkuh.

Bertemulah dia dengan Keyfa, gadis tomboi yang memiliki masalah serupa dengan Wisnu. Disudutkan untuk segera menikah karena usianya hampir dua puluh enam tahun.

Tiga bulan setelah perkenalan itu, keduanya memutuskan untuk menikah kontrak selama satu tahun.

chap-preview
Free preview
1
WISNUIni gila!!! Sumpah semuanya gak lucu. Selesai rapat direksi sepuluh menit yang lalu, bokap membawa kabar buruk tapi pasti bakal bikin nyokap yang sedang arisan sama ibu-ibu kompleks jingkrak-jingkrak kegirangan. Gue yakin dalam hal ini bokap berkonspirasi dengan nyokap untuk bikin gue tersudut. "Pokoknya Papi gak mau tahu, Nu. Nikah tahun ini atau saham kamu Papi ambil lagi. Dan Papi pastikan kamu nggak dapat sepeser pun harta keluarga. Semua akan Papi kasih ke adik kamu." Horor! Asli. Bokap kok pilih kasih. Masa gue yang hampir satu dekade bantuin dia mengelola perusahaan gak akan dapat warisan sepeser pun? Sedangkan adik gue yang baru lima tahun jadi HRD di perusahaan ini bakalan dapat warisan banyak. Rugi dong gue. Ini gak bisa dibiarkan. Keadilan harus ditegakkan. Gue harus cari cara, pastinya selain harus nikah tahun sekarang. Keinginan bokap terlalu jadul buat gue. Tanpa istri, gue kerja dengan sungguh-sungguh kok. Gue ikut membantu bokap mengembangkan PT Surya Nugraha ini dengan baik. Kalaupun gue nikah nanti, istri gue gak akan berpengaruh apa pun bagi perusahaan. "Papi gak bisa gitu dong." Gue masih berusaha buat mendebat bokap. Gue harus menang. "Bisa dong. Perusahaan ini kan Papi yang bangun. Papi yang banting tulang biar perusahaan ini terus maju sampai sekarang." "Seenggaknya Papi harus adil dong ke anak-anak Papi," bantah gue lagi. "Lho, Papi adil. Papi minta kamu nikah supaya kamu berhenti main-main, Wisnu. Pokoknya kamu harus nikah sebelum adik kamu nikah Januari nanti." Bokap melotot di balik kaca mata yang menutupi kedua netranya itu. Tapi pelototannya mampu menembus sanubari gue. "Aduh, Pi!" "Nggak ada aduh, Wisnu." Yakali nyari calon istri itu semudah ngupil sambil rebahan. "Papi tunggu sampai akhir tahun ini, Nu." Oke, gue nyerah. Gue gak punya cara lain selain menuruti keinginannya. Mulai detik ini kayaknya gue harus rajin salat, berdoa, salat tahajjud plus salat istikharah. Biar Tuhan ngasih bidadari cantik buat gue. Gue keluar dari ruangan bokap membawa rasa dongkol yang gak mungkin gue lampiaskan ke bokap. Bagaimana pun tanpa usaha dan goyangan bokap, gue gak bakal lahir ke dunia ini. Lupakan sejenak keinginan absurd bokap. Gue harus menyelesaikan pekerjaan gue tepat waktu. Karena nanti malam, sohib-sohib gue dari zaman SMA ngajakin nongkrong di kafe sambil nobar Chelsea versus Liverpool. Jagoan gue nih Liverpool. 085658978xxx Wisnu malam ini jadi kan? 085321768xxx Sayang, jalan yuk! Udah lama nggak main sama kamu. Bodo amat! Berapa pun cewek yang ngechat gue gak bakal bisa gue jadiin istri karena latar belakang sosial mereka pasti jadi masalah bagi bokap nyokap gue. Gue bahkan nggak pernah save kontak cewek-cewek itu, gue ngechat mereka di saat gue butuh doang. Jam tujuh malam, gue baru keluar dari kantor. Gue langsung on the way ke tempat janjian tanpa sempat mandi dan ganti baju dulu. Pokoknya gue gak mau ketinggalan nonton tim kesayangan gue tanding. Sampailah gue di Warhal alias Warung Halu. Gue juga gak ngerti kenapa kafe milik Fahmi ini dinamakan Warung Halu. Katanya biar modern aja soalnya kata 'halu' memang lagi terkenal banget sekarang. Tiga temen gue udah nangkring depan layar yang selalu Fahmi sediakan kalau ada pertandingan liga Inggris. "Woi, roma-romanya ada yang bakal naik jabatan nih!" Si empunya tempat nyapa gue duluan. Gue ngajak tos ke Fahmi sambil mendengkus. "Roma-romanya di Italia," celetuk Galih. Si calon papa yang sulit banget kalau diajak nongkrong kayak gini. Alasannya cuma satu, kasihan istri gue sendirian di apartemen. "Naik jabatan gundulmu! Saham gue bakal dicoret kalau gue gak nikah tahun ini. Gila gak tuh!" Gue duduk setelah mengajak tos ketiga sahabat gue. "Wah, gue setuju tuh sama bokap lo," sahut Anwar. "Bantu gue nyari bini," cetus gue yang bikin ketiga sahabat gue melongo menatap gue. Galih mengupas kacang rebus. Sebelum menjawab ucapan gue dengan kalimat yang menohok. "Nyari istri aja udah kayak gotong royong. Nyari sendiri lah, Nu. Mangkal tiap malam di hotel aja lo bisa masa nyari calon bini gak bisa." "Nah itu. Ambil aja tuh salah satu temen ONS lo." "Gila! Gue juga punya otak kali. Gue pengin yang berkualitas. Yang masih ting-ting," soloroh gue gak terima dengan ucapan Fahmi. "Jodoh itu cerminan diri lo. Lo gak usah minta yang tinggi-tinggi takutnya gak dapet. Lagian lo udah gak perjaka, Nu. Ya cocok-cocok aja sama yang bukan perawan." "Sialan!" Gue melempar kulit kacang ke wajah Fahmi. Gue terpojok. Gak ada satu pun dari mereka yang ada di kubu gue. Semua berpihak pada bokap. "Si Galih bisa dapetin perawan," cetus gue yang langsung mendapat toyoran keras dari Galih "Karena nasib dan takdir gue selalu selangkah lebih maju dari lo, Nu," jawabnya percaya diri. Gue ambil gelas minuman secara random di atas meja. Entah itu minuman siapa, yang jelas tenggorokan gue lagi kering dan butuh yang dingin-dingin. "Lo gak usah banding-bandingin nasib, Gal. Lo juga dulu ngemis-ngemis minta maaf sama Nana. Lo gak inget waktu lo hampir salah nyebut nama pas ijab kabul? Lo pikir Nana gak sakit hati karena mulut sampah lo itu." "Gooooooolll!" Gue mingkem saat sebagian dari pengunjung di Warhal bersorak merayakan gol dari Chelsea. Galih teriak paling kencang karena Chelsea adalah tim kesayangannya. Sedangkan Anwar terduduk lesu melihat tim kesayangannya yang sama kayak gue sementara ini tertinggal 1-0. "Anjir! Lo anggap gue radio butut, Gal!" Gue hampir berteriak di telinganya. "Apaan sih, Nu? Itu gol. Chelsea unggul 1-0," katanya dengan nada meledek. "Bentar lagi Liverpool ngebalas kok. Liatin aja," sahut Anwar. "Jadi gimana, Nu?" Fahmi mulai mengarahkan obrolan kembali ke gue. "Gak gimana-gimana! Ya bantuin gue mikir, Somat!" Dua dari tiga sahabat gue kayaknya lagi mikir nih. Sedangkan Galih fokus menonton pertandingan yang hanya menyisakan waktu lima belas menit lagi sebelum istirahat babak pertama. Di saat gue lagi bingung harus cari calon istri di mana, sahabat gue yang lain baru muncul dengan setelan kasual. T-shirt putih polos pendek dipadukan dengan celana denim pendek. Ia melakukan apa yang gue lakukan tadi. Mengajak tos ke sahabat-sahabatnya juga. "Udah pada lama nih?" tanya Dipo setelah ia menyeret kursi kosong di meja sebelah. "45 menit kira-kira," jawab gue. Dipo menoleh ke arah layar proyektor. "Liverpool menang, Nu?" "Ketinggalan 1-0. Nanti babak kedua juga epic comeback." Jawaban gue bikin fans Chelsea seperti Galih dan Fahmi murka. Keduanya kompak melempar kulit kacang ke gue. "Sori banget ya gue telat. Lo semua tahu kan kalau anak gue gak bisa ditinggal sebelum tidur pulas," kata Dipo menjelaskan alasannya datang terlambat. "Santai aja kali, Dip. Yang penting lo datang," balas Fahmi. "Kurang lengkap terus sebenernya nih personel. Gak ada Raka." "Kalau kalian ngajak Raka, gue yang gak bakal hadir." Galih bersuara dengan ekspresi dingin. FYI. Galih dan sahabat kami yang namanya Raka sudah perang dingin dari beberapa tahun yang lalu. Sampai sekarang, bahkan saat Galih udah mau punya anak pun aroma perang di antara mereka masih pekat. Gue dan yang lain sudah berusaha mengupayakan agar mereka berdamai, gak pernah berhasil juga. Dipo berdeham untuk mencairkan suasana yang mendadak tegang. Fahmi salah karena mancing obrolan tentang Raka saat nongkrong bareng seperti ini. "Anyway, lagi bahas apa nih?" "Wisnu tuh," jawab Anwar, menunjuk gue dengan dagunya. "Kenapa lo, Nu?" Dipo menoleh ke arah gue dengan raut penasaran. "Disuruh nikah," cetus gue malas. "Alhamdulillah." Dipo mengusap wajahnya tanda bersyukur. "Calonnya udah ada?" Pertanyaan sederhana namun menancap hingga ulu hati. "Belum lah." "Terus lo nikah sama siapa, Mbambank?" "Itu yang lagi gue pikirin." Mereka semua kompak menertawakan kesialan gue hari ini. Gara-gara permintaan bokap, gue jadi uring-uringan gini. "Eh, adik sepupu istri gue juga kemarin marah-marah tuh karena disuruh nikah." Ucapan Dipo menarik perhatian gue. "Cewek atau cowok?" "Cewek. Namanya Keyfani Priyanka. Biasa dipanggil Keyfa atau Key." "Lho, anaknya Priyanka Chopra?" celetuk gue. Lalu nyengir. "Berapa tahun?" "25 tahun. Januari nanti 26 tahun. Makanya dia juga disuruh nikah tahun ini sebelum tambah usia." "Sikat, Nu!" Fahmi dorong-dorong punggung gue. "Sikat!" Galih juga ikut-ikutan dorong sampai badan gue bergoyang ke depan. "Jangan sampai lolos!" Rasanya gue pengin nampol semua wajah sahabat gue yang lagi-lagi kompak meledek gue. Gue cuma bisa pasrah, namun yang pasti Tuhan mulai membukakan jalannya lewat perantara Dipo. "Cakep kok anaknya. Cuma agak tomboi gitu." Gak papa yang penting cewek tulen. "Kerjaannya apa?" "Dia kreatif di salah satu televisi swasta." "Lihat dong fotonya." Dipo mengeluarkan ponselnya. Mungkin ia sedang mencari foto Keyfa, perempuan yang dimaksud. "Pas gue nikah kan ada, Nu. Masa lo gak ngeh?" tanya dia sambil memperlihatkan layar ponselnya ke gue. Namun sialnya sebelum gue raih, tangan jahil Fahmi sudah bergerak duluan. Ia merebut ponsel Dipo dan memperhatikan foto yang terpajang di layar ponselnya. "Wih, ini sih gue kenal. Emang datang pas acara nikahan Dipo. Cakep anaknya. Tapi butuh dipoles dikit biar mukanya lebih fresh," komentar Fahmi. "Mana lihat dong." Anwar mengambil ponsel Dipo dari tangan Fahmi. "Manis nih cewek. Agak jomplang sih sama Wisnu yang brutal." "Sembarangan lu! Mana sini gue lihat. Lo pada udah punya bini masih aja tahu yang bening-bening." Gue mengulurkan tangan ke Anwar. Anwar langsung meletakkan ponsel Dipo di tangan gue. Saatnya gue meneliti wajah Keyfa. Gue amati baik-baik. Gue kucek kedua mata gue, siapa tahu ada belek yang menghalangi. Gue tatap lekat-lekat, dan satu kata yang mewakili penilaian gue saat pertama kali melihatnya dalam bingkai foto adalah senyumnya manis ditambah dengan giginya yang gingsul. "Kenalin dong sama gue." Gue nyengir. Dipo mengambil ponselnya lagi. "Nanti deh gue bilang dulu ke istri gue. Takutnya dia gak setuju mengingat track record lo mainin cewek itu tinggi, Nu." "Gue bakal insyaf kalau dia mau nikah sama gue." Iya. Gue akan berubah kalau ada perempuan yang mau nikah sama gue. Biarpun berat, pasti akan selalu gue upayakan. Sebab, Galih saja bisa berubah masa gue nggak. "Janji?" Dipo menatap gue sangar. "Janji." "Mantab! Wisnu mau tobat temen-temen. Kita doain biar arwahnya tenang." "Heh! Sembarangan lo, Fa." Semua sahabat gue kembali tertawa di saat penderitaan yang sedang gue alami. Baru tadi pagi disuruh nikah, gue udah frustasi dan pening banget. Semoga cocok sama perempuan yang bernama Keyfa itu. Biar gue gak usah susah-susah nyari perempuan yang masih perawan ting-ting lagi. Keyfani Priyanka. Semoga nama perempuan yang indah itu bisa gue sebut dalam ijab kabul di depan penghulu nanti. *****

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook