Mencaritahu Tentang Rea

1650 Words
Setibanya di Square Mall, Fransisca mengajak Rea berkeliling mall. Dari satu toko ke toko yang lain hingga kaki pegal. "Andrea, kita makan dulu yuk. Laper nih," ujar Fransisca. Dan tanpa mendengar jawaban dari Rea, dia menarik tangan Rea menuju KFC. "Mau makan apa?" tanya Fransisca ketika mereka sedang mengantri. "Masih kenyang," jawab Rea. "Kenyang?" tanya Fransisca. "Hm." "Emang kamu udah makan apaan?" tanya Fransisca lagi. "Tadi kan kita udah makan roti dan minum jus pas sampe di sini," jawab Rea. "Ya ampun Andrea …, itu udah lama kali," ujar Fransisca nggak percaya. "Sekarang udah jam 2, udah waktunya makan siang." "Iya tau. Tapi masih kenyang mau gimana lagi," bantah Rea. "Pokoknya kamu harus makan. Biar aku yang pesenin, kamu tinggal makan dan harus habis." Fransisca menutup pembicaraan. Rea hanya diam dan pasrah. Rea bukan termasuk orang yang suka pilih-pilih makanan, akan tetapi Rea termasuk orang yang susah makan. "Mbak, saya mau persen paket kombo 2 nya dua set ya," ujar Fransisca ketika gilirannya untuk memesan. "Ada tambahan lagi?" tanya perempuan yang menerima pesanan Fransisca. "Itu aja dulu Mbak," ujar Fransisca. Setelah membayar pesanan, Rea dan Fransisca membawa baki berisi makanan dan mencari tempat duduk. Mereka melihat ada yang kosong di sudut dekat pintu, dan menuju ke sana. Setelah menaruh baki, Fransisca duluan yang mencuci tangan, sedangkan Rea menunggu di meja. Rea melihat makanan yang dipesan oleh Fransisca. "Makanan sebanyak ini, siapa yang mau ngabisin," gumam Rea. "Andrea, gantian sana cuci tangan," ujar Fransisca setelah selesai mencuci tangan. Rea pun bangkit dan berjalan menuju tempat cuci tangan. Setelah selesai, dia kembali ke meja dan tertegun melihat saus sambal yang banyak di meja. "Ini siapa yang mau habisin?" tanya Rea. "Ya kitalah," ujar Fransisca santai. Rea hanya bisa menggeleng dan menghela napas mendengar jawaban Fransisca. "Ayo cepet duduk dan makan. Aku udah laper." Rea pun duduk dan mulai makan mengikuti Fransisca. Tengah makan, Fransisca tiba-tiba bertanya. "Kenapa nama kamu Andrea?" tanya Fransisca "Emang kenapa?" Andrea balik bertanya. "Em …, kalo buat aku sih rada mirip sama nama laki-laki," ujar Fransisca. "Kamu nggak marah kan?" tanya Fransisca tidak enak hati. "Gapapa. Udah biasa kok," ujar Rea. "Aku boleh minta tolong?" tanya Rea. "Boleh dong. Mau minta tolong apa?" ujar Fransisca. "Tolong jangan panggil aku dengan nama Andrea. Cukup Rea aja," pinta Rea. "Oh …,gitu." Fransisca menganggukkan kepalanya. "Baiklah. Kalo gitu kamu juga panggil aku Sisca aja." Selesai makan, mereka berdua kembali berjalan-jalan keliling mall. Rea sebenarnya sudah ingin pulang, tapi sepertinya Sisca masih ingin berjalan-jalan. "Rea sini ikut gue!" ujar Sisca sambil menarik tangan Rea supaya mengikuti dia. Mereka masuk ke sebuah toko aksesoris. Sisca membawa Rea menuju tempat jepit rambut. "Wah, bagus-bagus semua!" seru Sisca. "Lo pilih satu Re," ujar Sisca. "Nggak mau ah," ujar Rea. "Gue aja yang pilihin." Sisca pun mulai memilih jepit rambut yang bagus. "Ketemu!" ujarnya senang sambil menunjukkan dua buah jepit rambut berbentuk bintang. Kemudian, Sisca menuju kasir dan membayar. "Mbak, bungkusannya terpisah ya," pinta Sisca. Selesai membayar dan menerima bungkusan, Sisca menyerahkan satu paperbag pada Rea. "Ini buat elo." "Jangan ah Sis, aku nggak mau," tolak Rea. "Harus mau! Gue nggak mau denger penolakan." Dengan terpaksa Rea menerimanya. "Makasih ya," ujar Rea. "Sekarang kita pulang," ujar Sisca sambil menggandeng lengan Rea menuju keluar toko. Sisca tetap menggandeng lengan Rea sampai mereka tiba di lobi. Sisca mengeluarkan ponsel dan menghubungi Joko. "Pak, jemput saya di lobi sekarang," ujar Sisca pada supirnya. Tidak beberapa lama, mobil Sisca tiba. Sisca dan Rea masuk ke mobil, dan mobil pun langsung menuju pintu keluar mall. "Non, sekarang mau ke mana?" tanya Joko. "Saya mau anterin teman pulang Pak." "Baik Non,"jawab Joko. "Nggak usah Sis. Aku turun di halte depan aja," tolak Rea. "Jangan gitu dong Rea. Kan gue yang udah bikin lo pulang terlambat. Lagian ini udah malam Re." "Gapapa Sis, aku pulang sendiri aja. Baru juga jam 6, masih aman kok." "Pak, di depan tolong berhenti ya," pinta Rea. Dan Joko menuruti keinginan Rea. Di halte Rea turun dari mobil. "Makasih untuk hari ini ya Sis," ujar Rea sebelum keluar dari mobil. Kemudian Rea menunggu bis di halte. Tidak lama kemudian, bis yang ditunggu datang. Rea naik bis yang cukup penuh dan berdiri karena semua bangku sudah terisi. Satu jam kemudian Rea turun dari bis, dan mulai berjalan menuju g**g rumahnya. Setibanya di depan pagar, Rea melihat rumah masih gelap, berarti Mama belum pulang. Rea masuk ke rumah, menyalakan lampu, kemudian menuju dapur. Setelah mencuci tangan, Rea membuka lemari es dan mengambil botol air. Dibukanya tutup botol dan langsung diteguk oleh Rea, tanpa dituang ke dalam gelas terlebih dahulu. Puas minum, Rea menuju kamar, menyalakan lampu kamar dan membaringkan diri di karpet. Setelah rasa lebatnya berkurang, Rea bangun dan berjalan menuju lemari, mengambil pakaian dan keluar dari kamar menuju kamar mandi. Selesai mandi, Rea menuju ruang tamu dan menyalakan televisi. "Mama mau pulang jam berapa ya," gumam Rea. "Ini udah mau jam delapan." Karena bosan, Rea memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. Dia mematikan televisi dan mematikan lampu dapur, tapi lampu ruang depan tetap menyala. Di dalam kamar, Rea menyalakan musik, kemudian dia berbaring di tempat tidur. Tak lama kantuk menyerang, dan Rea pun tertidur. Dia tidak mendengar ketika Mama pulang dan menengoknya di kamar. *** Di rumah, di dalam kamarnya Robert tengah berbaring di tempat tidur. Pikirannya melayang kepada sosok gadis yang mencuri perhatiannya. Selama di SMU, belum pernah ada gadis yang dapat membuat hatinya bergetar. Namun kali ini, gadis itu mampu membuat hatinya yang dingin bergetar. Tengah melamun, ponselnya berbunyi. Robert mengambil ponsel yang terletak di meja nakas, ada pesan masuk dari Gerry. Gerry : Bro lagi apa lo? Gerry : Udah tidur? Obet : Belum Obet : Kenapa? Gerry : Besok ke Hollys yuk Obet : Males Gerry : Nggak asik lo. Gerry : Udah lama kita nggak nongkrong di Hollys Obet : Liat besok lah. Tengah berbalas pesan dengan Gerry, masuk sebuah pesan baru, dari Lydia. Cewek Nyebelin : Bert kamu udah tidur? Cewek Nyebelin : Lagi apa? Robert melemparkan ponselnya ke samping tempat tidur. Kemudian ponselnya bergetar, ada panggilan masuk. Dengan malas Robert mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menelepon, ternyata Lydia. "Ngeganggu aja," rutuk Robert, dan dilemparkan kembali ponselnya di tempat tidur. Robert memikirkan Rea. Tidak seperti anak-anak baru lainnya yang tertawa cekikikan melihat kakak kelas, atau berusaha mengajak ngobrol para kakak kelas. Gadis itu terlihat tenang, bahkan terkesan dingin. Hal itu yang menarik perhatian Robert. "Siapa nama cewek itu sih?" gumam Robert semakin penasaran. Dia mengambil ponsel dan mengirimkan pesan pada Gerry. Obet : Bro Gerry yang sedang main PS menghentikan permainannya ketika melihat ada pesan masuk dari Robert. Gerry : whats up bro? Gerry : gue pikir elo udah terbang ke alam bidadari Obet : gue mau tanya Gerry : tumben amat lo mau nanya pake ijin Obet : cewek yang tadi elo bilang Gerry : Whatt??? Gerry : elo waras bet??? Gerry langsung menelepon Robert karena penasaran. "Elo kesambet śetan mana Bet? Tumben amat elo nanya makhluk berjenis kelamin cewek?!" "Rese lo!" "Hahahaha …." "Elo mau nanya yang mana? Mau tau apanya?" goda Gerry sambil tertawa. "Yang badannya lebih kecil. Elo tau namanya?" "Oh …." Sengaja Gerry memanjangkan ucapannya untuk membuat Robert semakin penasaran. "Buruan jawab!" "Andrea. Namanya Andrea Tirta. Elo suka ma dia Bet?" "Nggak! Cuma pengen tau namanya doang." "Suka juga gapapa kale …, nggak ada yang larang juga Bet." "Sok tau lo." "Eh, denger ya. Menurut info terpercaya, itu cewek banyak yang ngincer, termasuk Calvin. Jadi saingan lo berat Bet." Robert terdiam mendengar perkataan Gerry. "Terus apa hubungannya sama gue?" tanya Robert menutupi perasaannya. "Jiah ini orang. Kalo emang elo suka ma dia, elo kudu bersaing dengan banyak cowok di sekolah, termasuk Calvin. Gitu aja nggak tau. Payah lo! Makanya turun dari gunung pertapaan, dan terjun lagi ke dunia persilatan." Gerry memberi petuah. "Bawel lo! Udah ah, gue mau tidur. Bye." Robert memutus sambungan telepon, dan melemparkan ponselnya ke samping. Dia memandangi langit-langit kamarnya. "Ternyata namanya Andrea. Namanya lucu, mirip nama cowok," gumam Robert sambil tersenyum sendirian. Ponselnya bergetar, ada sebuah pesan masuk dari Gerry. Robert membuka dan membaca pesan dari Gerry. Gerry : ķunyuk lo bro Gerry : langsung matiin telepon gitu aja Gerry : śompret lo! Robert tertawa membaca pesan Gerry yang berisi omelan. Robert mengetikkan pesan balasan untuk Gerry. Obet : santai bro Obet : jatuh pasaran lo kalo ngomel mulu Obet : besok gue traktir ke Hollys Gerry bersorak kegirangan membaca pesan dari Robert. "Yes …! Hollys im coming. Dia selalu tau yang gue mau," ujar Gerry sambil tertawa. Gerry dan Robert sudah bersahabat sejak mereka masih mengenakan seragam putih merah. Dan terus berlanjut sampai sekarang. Jadi Gerry sangat mengerti dan memahami Robert, hampir seperti dia mengenali dirinya sendiri. Gerry melemparkan dirinya ke atas tempat tidur. Dia memandangi langit-langit kamar. Terngiang kembali ucapan Robert saat menanyakan nama Andrea. “Pasti ada sesuatu yang Obet liat di cewek itu,” gumam Gerry. Sambil terus memikirkan Obet, perlahan mata Gerry mulai terasa berat. Akhirnya Gerry menyerah melawan rasa kantuk. *** Elly baru kembali ke rumah pukul sembilan malam. Ketika Elly tiba di depan rumah, lampu di dalam rumah sudah padam semua, hanya tersisa lampu teras. Elly membawa motor sampai ke teras. Selesai mengunci motor, Elly membuka pintu rumah, dan masuk ke dalam. Dia berjalan menuju dapur untuk mencuci tangan. Selesai mencuci tangan, Elly berjalan menuju ke kamarnya. Ketika melewati kamar Rea yang tepat berada di samping kamarnya, perlahan Elly menghampiri pintu kamar Rea dan membukanya. Elly berjalan masuk menghampiri Rea yang sudah tertidur lelap. Dipandanginya wajah Rea. “Sekarang kamu sudah besar Re. Dan kamu semakin mirip sama Papa,” gumam Elly pelan. Memikirkan almarhum suaminya, membuat hati Elly kembali terasa sakit. Dia kembali teringat kejadian di malam itu, ketika semua rasa cinta untuk suaminya hilang dalam sekejap. Andai saja pria yang dicintai dengan sepenuh hati oleh Elly tidak mengkhianati, mungkin dia tidak akan bersikap pada putri semata wayang yang memiliki wajah begitu mirip dengan ayahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD