BAB 8. Kekasih Tasya

1028 Words
Senyum Zahra merekah mendengar ucapan Tasya, "Sya, aku salut dengan pemikiranmu barusan. Padahal aku sempat berpikiran seperti itu tadi. Astaghfirullah.." Ucap Zahra beristighfar. Perbincangan mereka terus berlanjut dan di akhiri dengan Tasya mendapat pesan dari kekasihnya. Itu kata Tasya, "Zah, Udahan yuk.. Aku udah di tungguin sama-" Belum selesai ucapan Tasya, Zahra langsung menyahut. "Sama si Farel, ‘kan? Kalau gitu kita pisah di sini ya. Ingat, jaga diri, Sya. Timpuk ajh kalau tiba-tiba Farel gatal ingin pegang-pegang kamu. Aku nggak rela teman aku di sentuh pria bukan mahrom-nya." Sungut Zahra bercanda. Tasya merasa gemas pada sikap Zahra lalu berdiri dan memeluk Zahra dari belakang, "Uwu sahabat aku. Nggak rela yah aku di sentuh cwok lain. Cup … cup … sini aku cium dulu, biar nggak ngambek lagi," Ledek Tasya. Dia dengan sengaja memajukan bibirnya dan mencium Zahra dengan gemasnya, membuat Zahra merasa risih dan mendorong wajah Tasya menjauh darinya. "Ih, dasar usil. Udah ah, sana temui kekasihmu. Ntar dia ngambek lagi, di kira aku ngumpetin kamu biar kalian nggak ketemu.” Belum juga Tasya meninggalkan tempatnya, seorang pria dengan mengenakan kaos slim fit di balut dengan blazer hitam nampak fashionable, hingga semua orang yang melihat juga tahu kalau dia adalah model sekaligus Aktor yang tengah naik daun bernama Farel Hardiansyah. Di liriknya pria yang baru datang, dengan senyum merekah Tasya berjalan menghampiri prianya, bahkan mengabaikan Zahra yang masih ada di samping. Zahra hanya menggeleng-gelengkan kepalanya maklum pada sahabatnya. Zahra tahu kalau Tasya pasti merindukan Farel yang jarang ada untuk sahabatnya. Farel datang dan langsung memeluk Tasya, tangan kanannya membelai lembut surai Tasya yang di biarkan tergerai, "Baby, maafkan aku yang jarang ada waktu untukmu. Beberapa minggu ini jadwal syuting memang sedang padatnya." Ujar Farel beralasan, ia memangku kepalanya di ceruk leher Tasya. Benar-benar pasangan yang tidak tahu tempat. Tidak tahukah mereka bahwa banyak orang yang memperhatikan mereka?! Apalagi status Farel yang memang seorang aktor. Tasya seakan tidak memperdulikan keadaan di sekitarnya yang mungkin sedang memperhatikan kelakuannya dengan kekasihnya. Ia menyandarkan kepalanya di d**a bidang Farel dengan memanyunkan bibirnya, "Sebal deh. Kamu selalu ajh bilang kayak gitu! Sibuklah, inilah, itulah, sampai balas pesan ajh nggak bisa. Awas ajh kalau kamu sampai serong. Aku nggak akan maafin kamu." Sungut Tasya. Ia terlihat ngambek. Zahra hanya bisa memaklumi sikap Taysa sebagai sahabat, karena Zahra tidak bisa memaksakan apapun terhadap apa yang di jalani Tasya meski mungkin dalam pandangan Islam itu kurang baik. Karena Agama Islam tidak pernah mengajarkan sebuah paksaan, yang terpenting Zahra sebagai sahabat masih memantau Tasya dari jauh agar tidak melewati batas. Itu sudah cukup. 'Dan semoga ada pria yang nantinya benar-benar akan mencintaimu karena Allah, Sya. Doaku selalu untukmu, sahabatku.' batin Zahra. Terlihat Farel mencubit gemas pipi Tasya, seraya berkata. "Baiklah. Bukankah aku sudah bilang, aku sibuk, baby.. Bagaimana mungkin aku bisa serong di tengah padatnya jadwal syuting?" Farel melihat ke arah Zahra dengan tersenyum simpul, "Zahra, terima kasih ya, sudah mau menjaga si tengil satu ini. Kalau nggak ada kamu mungkin Tasya akan terus ngambek karena selalu diabaikan. Sekali lagi, terima kasih. Ohya, kami akan pergi ke suatu tempat. Bagaimana kalau kamu pulang di antar sopirku, nggak enak juga tiba-tiba ninggalin kamu kayak gini." Ujar Farel. "Nggak usah, Rel. Aku bawa mobil kok. Udah gih sana kalau mau jalan bareng. Ingat. Jangan keblabasan. Aku nggak rela loh ya, kalau sampai sahabatku kenapa-napa," Ucap Zahra mengingatkan dengan nada ledekan, dan di balas dengan anggukan mantap. Lalu dia menatap Tasya yang sudah melepas pelukan dari Farel, "Sya, kalau gitu aku pulang dulu, yah.. Assalamu'alaikum.." Zahra beranjak dari tempatnya dan pergi meninggalkan sepasang kekasih yang sedang bersama. Zahra kembali ke rumah setelah pertemuannya dengan Tasya yang pada akhirnya hanya ngobrol singkat biasa. Padahal niat awalkan mereka mau belanja. Namun karena berbagai insiden membuat jadwal mereka jadi berantakan. Setibanya di kamar, Zahra menaruh mini tasnya di meja. Ia melirik jam yang ada di pergelangan tangannya dan menunjukkan pukul 13.40 wib. Seketika Zahra terperanjat mendapati waktu sudah berjalan begitu cepat dan ia belum menjalankan sholat Dzuhur. Dengan cepat Zahra melepas jam tangan, serta hijab yang di kenakan dan menuju kamar mandi untuk berwudlu. Butuh waktu beberapa menit untuk berwudlu dan mengambil mukena putih bersih serta sajadah yang di biarkan tergantung di lemari. Sebuah sajadah Zahra gelar, ia berdiri menghadap kiblat dan bersiap untuk sholat Dzuhur. Dalam ke-khusu'an Zahra menghadap Sang Pencipta hingga berakhir di tahiyyat terakhir di raka'at ke empat lalu salam. Setelah selesai sholat, tidak lupa Zahra untuk berdzikir, memanjatkan kalimat tasbis untuk menenangkan hatinya yang masih sempat membuatnya gelisah. Di penghujung penghadapannya pada Sang Pencipta, Zahra memanjatkan do'a. Zahra menadahkan kedua tangannya, menghamba dengan serendah-rendahnya pada Sang Pencipta. Wajahnya tertunduk dengan hati bergetar mengucapkan pembuka do'a berupa solawat salam. Lalu di pertengahan do'a, sejumput masalah Zahra pasrahkan pada -Nya. "Yaa Rabb.. Engkau Yang Maha Mengetahui segala apapun yang ada di dunia ini. Hamba yang tidak luput dari dosa bersimpuh pada -Mu, memohon petunjuk akan kegundahan hati yang tiba-tiba menyelimuti hati hamba akan datangnya sebuah jodoh. Jika Engkau meridloi jalan yang hamba tempuh, maka permudahkanlah. Namun jika sekiranya jalan yang hamba tempuh bukanlah jalan yang seharusnya hamba pijaki, maka berilah hamba petunjuk untuk menemukan jalan yang sebenarnya. Karena hamba percaya, Engkau tidak akan mempersulit cobaan hamba -Mu di luar batas kemampuannya." Zahra menutup do'anya dan di akhiri dengan bersujud di atas sajadah. Air matanya tiba-tiba menetes dari pelupuk matanya dan membasahi sajadah yang dipakainya. Bukan tanpa alasan Zahra merasa gundah, dan bukan karena Zahra tak yakin. Hanya saja, hubungan yang terikat sebatas tunangan dan mengalami LDR selama 2 tahun adalah sebuah cobaan berat, baik bagi Zahra maupun Azka. Karena kembali lagi, Zahra memang menerima Azka karena sebuah perjodohan, bukan karena memang cinta. Zahra tahu dan sadar, cinta dapat tumbuh dengan seiringnya waktu, hanya saja setiap kata yang keluar dari mulut Azka bagai sebuah panah yang menghujam hati Zahra. "Sebesar itukah ke-lapangan hatimu, mas Azka?" Gumam Zahra mengingat kembali kata-kata Azka, seolah Azka benar-benar siap untuk melepaskan. Padahal pertunangan bukanlah untuk main-main dan menjalaninya dengan cara seperti ini, saling mengandalkan keyakinan, itu adalah sebuah cobaan terbesar. "Kamu pasti bisa, Zahra. Ingatlah, kalian sudah memasrahkan hubungan kalian pada Sang Pencipta. Yang penting kamu fokus kuliah dan lulus dengan baik." Gumam Zahra bermonolog.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD