Part 1 - Sahabat dan Perasaan
“AL, kamu bakal percaya gak kalau misal ... aku bilang ‘aku suka sama kamu’?”
Gadis berambut cokelat gelap sebahu menelengkan kepala mendengar pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh sahabat laki-lakinya. Tunggu ... itu lebih tepat disebut pertanyaan atau pernyataan, ya?
Gadis itu, Alka namanya, menyentuhkan punggung tangannya ke dahi sahabatnya yang bernama Delma. Delma menatap Alka dengan tatapan bingung.
“Kamu kerasukan, ya?”
Delma langsung menyingkirkan tangan Alka dari dahi. “Gak lucu!”
Alka terkekeh kemudian. “Lah, siapa yang ngelucu coba? Maksud kamu apa nanya begituan? Gak biasanya tau.”
“Aku kan cuma nanya.”
“Ya ... tetep aja rasanya aneh. Selama aku kenal kamu, baru kali ini kamu bahas tentang ‘pe-ra-sa-an’. Kamu lagi suka sama seseorang atau gimana, sih?”
Delma menatap Alka lekat. “Iya.”
Jawaban singkat, padat, dan jelas itu membuat Alka melebarkan mata. “Iya? Beneran? Sama siapa? Kok ... aku gak tau, sih? Oh ... gitu, ya, kamu sekarang? Udah berani main rahasia-rahasiaan sama aku.”
Alka melipat kedua tangan di depan d**a. Bibir meronanya mengerucut sebal, seperti anak kecil yang tengah merajuk sikapnya. Setidaknya, itu yang ada di pikiran Delma saat ini. Ia sudah hapal perilaku dari Alka, sahabatnya sejak bangku sekolah dasar.
“Kamu.”
Alka melirik Delma yang duduk di bangku sebelah kanannya. Sebelah alis gadis itu terangkat. “Ha? Aku?”
Delma hanya diam dan menandaskan minuman dalam gelas. “Iya,” akunya kemudian.
Alka sejenak tertegun mendengar jawaban sahabatnya itu. Ia berusaha menahan tawa. Namun, karena tidak sanggup menahannya lebih lama, ia akhirnya tertawa lepas. Tubuhnya sampai tercondong ke depan. Lepas sekali gadis itu tertawa hingga menarik perhatian beberapa orang yang sedang berada di kafe.
Delma menatap sekitar dan tersenyum kikuk sambil menganggukkan kepala, meminta maaf karena sudah mengganggu ketenteraman pengunjung kafe.
“Alka, kok, kamu malah ketawa, sih?”
Alka masih saja tertawa. Mata jernih gadis itu bahkan sampai berair. Entah apalah yang membuatnya begitu asyik terbahak.
Begitu pelayan datang membawakan pesanan makanan, Alka baru berhenti tertawa, walaupun sisa-sisanya masih terlihat. Gadis itu mengerling ke arah Delma yang masih menatapnya datar. “Delma, Delma. Selera humor kamu itu bener-bener pecah, deh.”
Delma mendengkus pelan. “Aku—”
“Udah, udah. Daripada bercanda mulu, mending sekarang kita makan, habis itu pulang. Okay?”
“Tapi, Al ....”
“Apa lagi, sih, Ma?”
Delma menatap Alka begitu lekat. Raut mukanya begitu serius. “Aku beneran serius sama kata-kataku tadi.”
Alka terdiam beberapa saat mendengar pengakuan Delma tersebut. Gadis itu kehilangan kata-kata. Suasana di antara dua sahabat itu, mendadak berubah canggung. Alka mengambil gelas berisi ice tea dan menyesapnya menggunakan sedotan putih, meredakan kegugupan.
Dehaman singkat terdengar dari tenggorokan Alka. Gadis itu balas menatap Delma, sahabatnya. “Terserah itu semua serius atau enggak. Lagian, kamu tau sendiri, 'kan, kalo aku udah punya pacar? Aku udah punya Alden, Ma.”
Delma mengembuskan napas berat. “Justru karena itu aku jujur sama kamu sekarang. Alden itu bukan orang baik, Al.”
Mendengar hal tersebut membuat dahi Alka berkerut dalam. “Apa?”
“Alden punya niat buruk sama kamu. Lebih baik—”
Alka mengangkat tangan kanan, menghentikan ucapan Delma. Gadis itu menatap sahabatnya sinis. “Kok kamu jadi bawa-bawa Alden, sih? Terus ... maksud kamu apa, bilang kalo Alden itu bukan orang yang baik? Kamu cemburu sama dia, hm?”
Alka tersenyum miring. “Ma, kita itu cuma sahabatan. Kamu sendiri juga sering bilang kayak gitu ke aku. Waktu aku curhat kalo aku suka sama Alden kamu biasa-biasa aja. Kamu juga dukung-dukung aja kalo aku pacaran sama dia. Kenapa sekarang ... kamu ngomong jelek tentang Alden? Kamu ada masalah sama dia? Sini, bilang sama aku, biar nanti aku bilangin ke dia.”
Delma memejamkan mata sejenak. Ia harus tetap bersikap tenang. Jangan sampai ia kelepasan emosi pada sahabatnya itu. “Bukan gitu maksud aku, Al.”
“Terus, apa?”
Delma terdiam. Laki-laki itu bingung harus menjawab apa. “Maaf, Al.”
Alka memutar bola mata malas. Ia mengembuskan napas berat. Tangannya bergerak menusuk baso ikan dengan garpu dan mencocolkannya ke saus. Sebelum makanan ringan itu masuk ke dalam mulut, ia menatap Delma tajam dan berkata, “Sikap kamu aneh banget tau gak hari ini.”
Tidak ada jawaban apa-apa dari Delma. Alka dan Delma hanya diam setelahnya, tekun menghabiskan makanan masing-masing.
Hening terinterupsi oleh ponsel Alka yang berdering singkat. Segera, gadis itu menyambar benda pipih berwarna hitam di atas meja. Ada notifikasi pesan singkat yang baru saja dikirimkan oleh Alden, pacarnya. Secara otomatis, Alka mengulas senyum. Hal tersebut disadari oleh Delma. Laki-laki itu sudah bisa menebak penyebab sahabatnya itu tersenyum-senyum sendiri. Namun, ia hanya diam, fokus menikmati makanan.
Alka segera membalas pesan dari Alden.
Alden
[Lagi di mana?]
Alka
[Lagi di kafe deket kampus]
[Habis ngerjain tugas]
Alden
[Sama Delma?]
Alka mengulum bibir ketika Alden menyinggung tentang Delma. Alden memang tipe laki-laki yang agak posesif. Apalagi, kalau Alka sedang berdua bersama dengan Delma.
Alka
[Iya]
Alden
[Kenapa gak minta temenin sama aku aja, sih?]
Alka
[Maaf]
[Tapi, kamu masih ada kelas, 'kan?]
[Aku gak enak, jadi minta tolong temenin Delma]
Alden
[Ya udah, deh, kalo gitu]
[Lain kali kabarin aku dulu, ya]
Alka
[Iya]
[Maafin aku, ya]
Alden
[Iya, aku maafin:)]
[Oh, ya, malam ini kamu sibuk, gak?]
Alka berpikir sejenak, apakah ada kegiatan yang akan ia lakukan malam hari ini atau tidak. Setelah menemukan jawaban, ia segera membalas pertanyaan Alden itu.
Alka
[Enggak ada]
[Kenapa?]
Alden
[Mau ngajak kamu jalan-jalan]
[Itu pun kalo kamu gak capek]
Alka
[Enggak, kok]
[Aku gak capek]
Alden
[Ya udah]
[Nanti aku jemput kamu di kos, ya]
Alka
[Okay]
Alka tersenyum usai berbalas pesan dengan Alden. Ada rasa hangat yang menjalar di hati. Apalagi, saat Alden berencana mengajaknya pergi malam ini. Ia jadi tidak sabar.
“Kenapa senyum-senyum sendiri?”
Alka tersentak dari lamunan dan menoleh ke sumber suara. Gadis itu tersenyum ke arah Delma. Perasaan kesal yang tadi sempat ia rasakan, kini sudah menguap. “Nanti malem aku mau jalan sama Alden. Oh, ya, kita pulang sekarang, yuk!”
Delma langsung menurut dengan perkataan Alka. Kebetulan, makanan mereka juga sudah habis. Mereka berdua menyelesaikan pembayaran dan beranjak dari kafe menuju parkiran. Delma menarik sepeda dan menunggangi kendaraan roda dua itu. Alka secara otomatis duduk di jok belakang.
“Udah?”
“Udah,” jawab Alka sambil tersenyum.
Delma mulai mengayuh sepeda, mengarahkannya ke jalan menuju indekosnya dan juga Alka. Ya, mereka menempati indekos yang sama. Tentu, secara terpisah antara putra dan putri.
“Al,” panggil Delma.
“Ya?” Alka mendekatkan kepala ke arah Delma, mempertajam pendengaran.
“Soal kata-kataku yang tadi ... lupain aja, ya. Anggap aja itu cuma bercanda.”
Alka termenung beberapa saat, mencerna permintaan Delma. Tak lama kemudian, ia mengangguk dan tersenyum tipis.
BERSAMBUNG
ke
PART 2
Hai!
Ini adalah cerita pertamaku di Dreame
Mohon dukungannya, ya, readers yang boediman, hehe
Selamat berkenalan lebih jauh dengan Alka, Delma, dan Alden
See you and thank you!
Salam Candu♡