BAB 4 : Cinta Tak Terbalas

1356 Words
  Jari Zicola berhenti di antara bibir merah penuh Jane, “Bercintalah dengan pelayanku.” Kedua bola mata Jane membulat sempurna dengan kilauan air mata yang membasahi pelupuk matanya. Jane tertunduk, merasakan sakit di hatinya menganga perih. Lagi, dan lagi Zicola tidak menghargai dan melukainya. Jane sudah membuang semua harga dirinya untuk pria itu, dan Zicola membalasnya dengan semakin menginjak-nginjak harga dirinya. "Kau baj*ngan" suara Jane bergetar, dia membungkuk dan mengambil pakaiannya lagi. Zicola masih diam dan bertahan dengan wajah dinginnya, “Kalau begitu berhenti mencintai seorang baj*ngan sepertiku.” "Aku tidak bisa!" Jane berteriak frustasi. “Kalau begitu, rusaklah dirimu dulu Jane. Baru aku akan menerimamu.” Jane tertegun dengan apa yang telah di ucapkan Zicola, pria itu benar-benar gila dan benar-benar berhati iblis. “Apa kau tahu apa yang selama ini aku korban hanya untuk semua penghinaan ini?, aku benar-benar mencoba memalingkan perasaanku kepadamu, semakin aku mencobanya aku semakin mencintaimu.” Geram Jane menahan amarah dan kekecewaaannya. “Aku tidak butuh di cintai olehmu!” Teriak Zicola membentak. “Jika kau tidak ingin di cintai olehku, setidaknya berhenti memperlakukanku dengan buruk. Aku bukan sampah, setidaknya jangan menyakitiku, biarkan aku saja yang menyukaimu hingga aku lelah dan berpaling.” Jane terisak dan memakai pakaiannya kembali dengan cepat, dia berlari keluar meninggalkan Zicola. Harga dirinya sudah tidak ada artinya di depan Zicola, Jane ingin berhenti mencintainya, bila bisa dia ingin membenci pria itu seumur hidupnya. Tapi Jane tidak bisa, semakin Zicola menyakitinya, semakin Jane bisa melihat seberapa besar kesedihan yang di pendam pria itu. Bahkan untuk penghinaan yang Jane terima pagi ini, Jane benar-benar marah dan benci. Namun di jam selanjutnya persaan cintanya itu kembali muncul menjadi semakin besar. Jane benar-benar di buat gila dan bodoh dengan perasaannya yang tidak dapat di control dengan akal sehat. “Benci dia Jane, benci dia!” Maki Jane memukul-mukuli dadanya merasakan bagaimana hatinya benar-benar sakit menyerap dalam setiap hembusan napasnya. Jane sakit dengan jawaban Zicola yang menolak di cintai, pria itu bersikap jika dia akan lebih baik hidup sendirian tanpa merasakan apapun di sekitarnya. ***   Jane duduk di meja kerjanya, ini hari dimana dia pertama kali dia magang. Meski dengan hati yang kacau, dan kesedihan yang masih mengikutinya, dia tidak boleh merusak hari pertamanya bekerja. Jane tidak bisa melihat masa depannya akan seperti apa, dia tidak tahu apakah di masa depan Jane akan berpaling dan menemukan pria yang tepat untuknya. Jane tidak tahu. Namun pekerjaan besar ini adalah kesempatan besar, Jane tidak boleh menyia-nyiakannya karena urusan hatinya kepada pemilik perusahaan. "Hari ini kita bisa lembur" sahut rekan kerjanya yang baru datang, dia duduk dengan wajah lelah di belakang Jane. "Suasana hati bos, berimbas kepada kita" jawab Kiki dengan cemberutan kesalnya. “Tolong kalian buka dokumen hasil labolatorium minggu kemarin, ada kesalahan dengan obatnya.” Jane hanya bisa diam dan mendegarkan di sela-sela pekerjaannya. Semua orang seperti kebakaran jenggot membicarakan Zicola yang membentak siapapun yang di temuinya. Zicola menekan semua orang-orangnya dengan perintah yang tidak dapat di bantahkan lagi. Jane cukup tahu kemarahan itu muncul dari mana. “Jane, tolong ambilkan sampel obat dari lab gedung sebelah. Temui professor Nam.” “Baik” Jane segera beranjak dan pergi. Jane merasa lega dengan orang-orang yang bersikap baik dan professional, mereka tidak segan langsung memberitahu ketika Jane bertanya. Jane sempat berpikir jika akan di tindas karena menjadi mahasiswa yang magang. Waktu istirahat telah tiba, semua bisa bernapas lega dan tersenyum meninggalkan pekerjaan mereka sementara waktu. Begitu pula dengan Jane, dia beranjak dari duduknya setelah merapikan semua dokumen yang telah di kerjakannya. Hari pertamanya bekerja terasa cukup berat untuk di jalani, pekerjaan yang dia kerjakan ternyata sangat sulit untuk di mengerti dengan cepat. Segelas kopi hangat masih dalam genggaman Jane, dia berdiri di atap gedung, melihat langit yang kebiruan, naf*su makan Jane sedikit berkurang karena tekanan pekerjaan dan emosi yang terombang ambing. Beberapa kali wanita itu membuang napasnya dengan kasar sambil memandangi bagaimana indahnya kota Loor sangat tertata dengan baik hingga nyaman, etos kerja yang tinggi masyarakat Neydish menuntut banyak kesempurnaan dalam berbagai hal. Neydish  negara terkenal dengan tingkat criminal yang paling rendah, namun tingkat orang-orang yang bunuh diri setiap tahunnya semakin bertambah. Tingkat pertumbuhan manusia semakin berkurang di tengah Negara yang semakin maju, orang-orang lebih bahagia mengahbiskan sisa hidup mereka tanpa pernikahan dan lebih memilih memelihara hewan. Mungkin itu yang di rasakan Zicola juga, pria itu tidak terkesan dan tidak tertarik dengan kehidupan yang di dasari cinta, cinta lebih bahagia sendirian. Jane tidak tahu apa respon Zicola jika dia tahu Jane bekerja di perusahaannya, mungkin pria itu akan acuh seperti biasa. Jane harap begitu, karen mulai sekarang dia akan berusaha untuk tidak melihat pria itu. “Apa yang kau lakukan disini” tahu-tahu Zicola berdiri di belakang Jane. Dengan gugup Jane berbalik, melihat sosok Zicola yang terlihat tampan seperti biasanya. Jane terdiam dan berusaha bersikap biasa saja setelah kejadian memalukan tadi pagi, dia kembali berbalik dan membelakangi pria itu. Jane tidak menyangka jika di hari pertamanya bekerja mereka akan bertemu, sangat aneh di rasakan karena Zicola seorang peminpin yang sibuk dengan banyak karyawan bisa menyempatkan dirinya kea tap gedung. “Kenapa kau disini” Tanya Jane sedikit dingin. “Ruanganku disana” Zicola menunjuk kaca jendela di sebrang Jane, pantas Zicola bisa datang, atap gedung itu satu jajar dengan ruangannya. Tidak ada suara lagi yang bisa Jane dengar, sudut matanya bergerak, melihat Zicola duduk di sisi lain gedung, dia termenung dengan kerutan di keningnya melihat langit. Matanya yang sebiru laut itu tampak sedikit gelap seperti langit yang mendung. “Kenapa kau disini?” Tanya Zicola sama seperti sebelumnya. Jane tidak tahan untuk tidak mendekat, dia berpegangan dengan kuat ke tembok untuk tetap menjaga jarak dari jangankauan Zicola, Jane berusaha untuk tidak terbuai lagi dalam pesona kebrengs*kan Zicola. "Aku magang" jawab Jane hati-hati, mengukur reaksi Zicola. “Semoga beruntung.” Jane tersenyum malu-malu, dia mengetuk-ngetukan ujung sepatunya ke lantai, dan tertunduk malu. Sesederhana itu, kebahagiaan yang di rasakan Jane meski dengan patah kata biasa yang di ucapkan Zicola. “Terimakasih” jawab Jane pelan, berusaha menghentikan senyumannya dan bersikap biasa saja di hadapan Zicola. Zicola melihat gadis itu sekilas, dia kembali melihat langit, “Kemarilah Jane.” Pintanya lembut, membuat seuatu percikap hipnotis yang meruntuhkan pertahanan Jane dengan mudah. “Aku butuh pelukan” ucap Zicola sekali lagi, dengan raut wajah sendu penuh beban. Tubuh Jane menegang, pegangannya pada tembok perlahan mengendur. Beberapa kali dia meyakinkan dirinya jika Zicola benar-benar memintanya mendekat, Jane tidak ingin di permalukan karena kesalah pahaman lagi. Jane mendekat perlahan, antara ragu dan tergoda. Saat Jane berdiri di depannya, Zicola langsung menarik lengannya, mendudukan Jane di pangkuannya dan mengurung tubuh Jane dalam pelukannya. Jane kembali menegang, merasakan pelukan Zicola yang hampir meremukan tubuhnya. Zicola menguburkan hidungnya di antara helaian rambut Jane, dia menghirupnya dalam-dalam tanpa sepatah kata pun. Dengan sedikit keraguan Jane balas memeluk dan menyentuh bahunya, berharap Zicola tidak marah. Sikap Zicola sangat membingungkan, tadi pagi mereka bertengkar, dan sekarang pria itu bersikap seolah tidak ada yang terjadi apa-apa di antara mereka. "Kau memiliki masalah?." Tangannya bergerak di belahan bahu Zicola dan mengusapnya. “Diamlah Jane.” Jane menutup mulutnya rapat-rapat, menurunkan tangannya dari tubuh pria itu. Jane tidak boleh merusak kedekatan mereka sekarang. Zicola tidak suka di sentuh olehnya, dan Jane harus mengalah, menahan dirinya untuk tidak menyentuh Zicola. “Mmmm sepertinya waktu istirahatku habis” bisik Jane dengan berat hati, enggan lepas dari pelukan Zicola. Pria itu melepaskan pelukannya segera, membuat Jane sedikit kecewa. Jane kembali berdiri “Sampai jumpa.” Jane berbalik, belum sempat dia melangkah, tangannya kembali di tarik dan di tempatkan kembali di pangkuan Zicola. Jane terpekik dan langsung diam, mendapatkan ciuman keras di bibirnya, Jane memejamkan matanya merasakan setiap belaian dan hisapan Zicola yang semakin dalam. Ciuman Zicola sangat lembut jauh dari kekasaran yang biasa dia rasakan. Napas Jane tersenggal-senggal bersamaan dengan dadanya yang naik turun, mencari udara sebanyak-banyaknya begitu ciuman mereka terlepas. Jane kehilangan kata-kata, melihat bola mata Zicola yang bersinar antara biru dan kegelapan, dia sangat tampan, dan memabukan... “Pergilah Jane” perintah Zicola memecahkan keheningan di antara mereka. Pipi Jane memerah padam, dia mengangguk lugu, dan segera pergi sebelum Jane semakin terpenjara di tempat itu. To Be Continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD