Number 12

2260 Words
"Marta." Tak mendapat sahutan, Perly menoleh ke kanan. Marta hanya diam membuat Perly menyentuhnya, dan tetap saja Marta tak merespon. Marta terlihat seperti patung. "Ada apa ini?" lagi Perly bergumam. Tak menyerah, Perly berbalik menoleh ke samping kirinya, "Tier." Perly melakukan hal yang sama dengan yang dia lakukan pada Marta. Tier pun tidak meresponnya. Dan Perly mulai sadar, jika bukan hanya Marta dan Tier, tapi semua pengendali mematung, terkecuali dirinya. Perlahan, Perly menegakkan kepalanya, melihat sekitarnya, "Apa ini sebenarnya?" Perly mulai berdiri dengan matanya yang masih menatap di sekelilingnya. "Perly." Seseorang memanggil namanya. "Suara itu lagi," gumamnya. Perly melihat ke atas, tepat di atas bendera-bendera itu di tancapkan di sanalah seorang gadis, memakai jubah berwarna emas, mahkota, tongkat, rambut, bahkan sayapnya pun berwarna emas. Kini mata Perly melotot, menunjuk gadis itu dengan tangan bergetar, "I-itu ... kau ... aku ...." Entah apa yang ingin Perly ucapkan, namun dia seperti tidak bisa berkata-kata melihat gadis itu. Gadis itu mengepakkan sayapnya dan turun ke bawah, dan berdiri tepat di depan Perly. "Ini aku. Perlynska Nurea Pearl," ucapnya sambil tersenyum. Perly memelototkan matanya. Ternyata tak hanya nama, bahkan wajahnya, tingginya, bentuk tubuhnya, dan suaranya sangat mirip dengannya. Dia seperti sedang bercermin saat ini. "Aku adalah dirimu, dan kau adalah diriku," lanjutnya lagi. "Bagaimana bisa? Ini ... ini tidak mungkin benar-benar terjadi," gumamnya memilih untuk tidak percaya. "Akulah pendahulu yang kamu cari. Akulah orang yang sangat ingin kamu ketahui. Akulah yang menakdirkanmu dengan cara seperti ini. Akulah orang yang membuat semua ini terjadi. Akulah awal dari semua masalah dan akulah pemberi solusi dari semua masalah itu." Gadis itu terus saja berbicara sambil tersenyum menatap Perly. Sedangkan Perly hanya dapat diam mendengarkannya. Mendengarkan dalam ketidakpercayaan. "Kemarilah." Ajakan itu kembali terdengar. Dulu dia dapat dari ibunya, sekarang dari gadis ini. Dan seperti respon awalnya pada sang ibu, dengan langkah ragu, Perly maju ke depan lebih mendekat pada gadis itu. "Lihatlah ke depan." Perintahnya saat Perly sudah berdiri di sampingnya. Gadis itu menyapukan tangannya di udara, dan muncullah sebuah bayangan di mana ada dia, Marta, Tier dan beberapa orang lainnya sedang berjalan menuju pantai. "Itu adalah masa ketika kamu sudah menemukan para kesatria itu," ucapnya menjelaskan. Perly merasa bingung, lalu menoleh sebentar, "Tapi kenapa hanya wajah Tier dan Marta yang ada di sana? Aku tidak bisa melihat wajah yang lainnya," ucap Perly. Gadis emas tersenyum lembut, "Itu karena kamu belum menemukan mereka semua." jawabnya. Gadis emas kembali menyapukan tangannya di udara dan bayangan itu berganti. Di sana ada dia dan para kesatria yang sedang bertarung dengan monster yang sangat mengerikan di dalam laut. "Itu adalah bentuk dari perjalanan pertamamu dimulai." ucapnya. Gadis emas melanjutkan, "Masa di mana kamu bertarung untuk membebaskan queen dan king pengendali." Perly hanya diam tak berkata apa-apa. Gadis itu menjentikkan jarinya dan tiba-tiba ada dua buah bayangan. Satu di samping kirinya dan satu di samping kanannya. Gadis itu menunjuk bagian kirinya, "Yang ini adalah kehancuran." Berlanjut menunjuk bagian kanan, "Dan ini adalah kemenangan." "Ini adalah masa di mana rasa ragu, bimbang dan tak percaya akan menghampirimu. Membuatmu yang seharusnya sudah mantap memilih kemenangan, akan ragu dengan sisi kirimu," lanjutnya masih dengan senyum lembut di wajahnya. Gadis pemilik wajah yang sama dengannya itu langsung protes, "Kenapa aku harus ragu? Bukankah aku di takdirkan untuk membawa kemenangan? Jelas saja nanti aku akan memilih kemenangan," ucap Perly mantap. Masih dengan senyumnya kala gadis itu berkata, "Perly. Kamu bukanlah penyelamat yang terlahir murni dari seorang pengendali. Walaupun dirimu memang janin ibumu, tetap saja kamu terbentuk di dalam rahim manusia dan terlahir sebagai seorang manusia. Kamu mempunyai dua sisi. Bukankah sisi manusia masih melekat pada dirimu?" ucap gadis itu membuat Perly terdiam. Satu yang Perly tangkap dari penjelasan itu, "Jadi, apakah aku juga bisa membawa kehancuran pada dua dunia ini?" gumamnya. "Ya itu benar," ucap gadis itu cepat membuat Perly kembali menatapnya. Kalau memang begitu, kenapa pada buku takdir itu tertulis bahwa dia sang penyelamat? Bahkan dia sudah melakukan perjalanan sepanjang ini. Jika nantinya dia hanya membawa kehancuran, bagaimana dengan para pengendali yang bahkan membuat festival persembahan atas kedatangannya? Untuk apa membuat sambutan jika sambutan ini berujung pada kehancuran mereka? "Lalu kenapa kamu menulis tentang aku sebagai penyelamat jika aku juga bisa menjadi penghancur?" tanya Perly lagi. Gadis itu tersenyum menanggapi dan memegang kedua bahu Perly, "Kamu lihat betapa bahagianya mereka saat tau kamu sudah datang? Bahkan mereka belum melihat bagaimana rupamu tapi mereka sudah membuat perayaan untukmu," ucapnya. Ya memang itulah yang Perly rasakan. "Aku hanya menulis dirimu sebagai penyelamat agar mereka mempunyai harapan terhadapmu. Maka jika kamu ragu nanti, ingatlah mereka, ingatlah para kesatria yang berjuang bersamamu, ingatlah Marta yang mengajarimu banyak hal, ingatlah ibumu yang sedang menantimu untuk dibebaskan, dan ingatlah kebahagiaan mereka nantinya." "Semuanya ada di tanganmu Perly. Kemenangan atupun kehancuran, itu kamu yang memutuskan. Seberapa besar kekuatan seseorang nantinya tidak akan bisa menghentikanmu untuk meraih kemenangan. Begitupun sebaliknya, tidak akan ada yang bisa menghentikanmu untuk berbuat kehancuran, termasuk aku sekalipun," ucapnya lagi. Perly tertegun mendengar itu. Pandangan matanya kosong, pikirannya kini sudah bercabang entah ke mana. Yang dia pikirkan hanyalah, bagaimana jika nanti dia malah membawa kehancuran? Gadis itu kemudian menutup matanya dan juga menutup mata Perly menggunakan satu tangannya. "Perly! Perly!" Marta mengguncang bahu Perly membuat Perly tersadar. "Berdirilah, penghormatannya sudah selesai," ucapnya lagi. "Apakah sudah selesai? Kenapa semuanya bubar?" "Tentu saja mereka akan pulang. Lagi pula, kau sedang apa tadi? Kau terdiam seperti patung," ucap Marta. "Benarkah?" gumam Perly bingung. "Sudahlah, ayo kita pulang." ucap Tier. "Tunggu. Bagaimana dengan gadis yang membawa kalungmu? Apa kita tidak jadi mencarinya?" tanya Marta pada Tier. "Ah ya. Hampir saja aku lupa. Perly, bukankah kamu tau rupanya? Ayo sekarang kita cari. Kalung itu sangatlah penting bagiku," ucap Tier. Perly melamun, masih memikirkan kejadian tadi. "Perly." Tampak sekali gadis itu tidak fokus, "Iya, ada apa?" ucapnya terkejut. "Ayo kita cari gadis itu." ucap Tier. Perly baru mengingatnya, maka dianggukkan kepalanya cepat, "Ya, ayo," jawabnya. Mereka berjalan ke arah daerah pengendali Froz untuk mencari gadis itu. Namun langkah mereka terhenti kala Marta tiba-tiba menahan pergelangan tangan Perly dan berkata, "Perly, punggung tanganmu." ucap Marta menunjuk punggung tangan kanan Perly. "Kenapa lambang pengendali Earth ada di punggung tanganku?" tanya Perly pelan melihat punggung tangan kanan nya. "Apa itu artinya kekuatan Earth yang ada dalam dirimu sudah sempurna?" tanya Tier, tapi terdengar seperti sedang memberikan pernyataan. Marta mengangguk antusias, entah kenapa, dirinya merasa sangat senang melihatnya, "Ya itu benar. Perly, ini adalah tanda bahwa kamu sudah memiliki kekuatan Earth," "Apa maksudnya? Aku sama sekali tidak mengerti. Bukankah sebelumnya aku juga bisa menggunakan kekuatan Earth?" Marta lupa jika Perly adalah gadis yang lamban maka Marta memperlihatkan bahu kanannya. "Lihat ini." "Dan ini," sambung Tier juga memperlihatkan bahu kananya. Di sana juga terdapat lambang yang sama dengan yang ada di punggung tangan Perly. Lambang pengendali earth. "Lambang kita sama bukan? Itu artinya kamu memiliki kekuatan yang sama dengan yang kami punya," ucap Tier diangguki Marta. Perly menatap punggung tangannya yang terdapat lambang tersebut, "Benarkah?" tanya Perly yang hanya diangguki oleh mereka berdua. "Coba kamu lakukan apa yang aku lakukan." Marta memejamkan matanya dan mengangkat tangannya perlahan. Tanah yang ada di bawah telapak tangannya tiba-tiba saja bertambah tinggi dan kembali ke posisinya semula saat Marta menurunkan tangannya. Marta menoleh dan tersenyum, "Cobalah." Perly mengangguk dan melakukan hal yang sama dengan apa yang Marta lakukan. Dan itu berhasil, dia bisa mengendalikan tanah yang ada di bawahnya. Perly melotot menatap Marta dan Tier bergantian, "Marta! Kenapa bisa? Padahal aku tidak mengucapkan mantra apa-apa," ucap Perly tidak percaya dengan apa yang barusan dia lakukan. "Perly, sebenarnya kekuatan yang sempurna ada pada dirimu sendiri, bukan tergantung mantra. Mantra hanya dipergunakan ketika kamu tidak bisa memfokuskan dirimu saat ingin menggunakan kekuatan. Waktu kamu melawan Pengendali Dark dulu, bukankah kamu dalam keadaan tidak tenang? Itulah kenapa mantra itu terucap dengan sendirinya." jelas Tier. "Berarti sekarang aku adalah pengendali Earth?" tanya Perly senang. Ya dia senang, akhirnya dia tidak lagi pusing memikirkan apa sebenarnya elemen yang dia punya. Saking senangnya dirinya tak sadar kalau dirinya memekik saat mengatakan itu membuat orang yang berlalu lalang di sekitar mereka menatap aneh padanya. Dan berakhir dengan Marta dan Tier yang menjadi juru bicara saat menjelaskannya pada para pengendali itu. Marta menatap tajam padanya, "Kau ini. Bisa biasa saja tidak? Kau hampir membuat masalah!" Sarkasnya bertolak pinggang. Sudah persis seperti seorang ibu yang memarahi anaknya. Dan apa yang Perly balas? Hanya cengiran singkat yang membuat Marta jadi gemas ingin menjitak kepala Perly sekuat tenaga. "Jadi? Apa aku sekarang ini adalah seorang Earth?" tanya Perly dengan nada sedikit pelan saat ini, gadis itu berbisik. Marta memutar bola mata melihatnya, sedangkan Tier sudah tertawa kecil. Perly itu kenapa harus polos sekali? Pikirnya. "Ya untuk sementara ini, beginilah keadaannya," ucap Tier Kening Perly mengkerut, "Apa maksudnya sementara?" "Tunggu sebentar," Tier memegang bahu Perly dan memejamkan matanya kemudian Tier menjentikkan jarinya. "Kamu tidak perlu lagi memakai penyamaran. Inilah wujudmu saat ini," ucapnya. Perly menatap dirinya dan rambutnya. Benar-benar seperti pengendali earth. Dan juga terdapat sarung tangan berwarna coklat di tangan kanannya. Baru saja Perly akan melontarkan pertanyaan, Marta sudah lebih dulu memotongnya, "Sudah kita jangan membuang waktu lagi. Ayo kita cari gadis itu" ucap Marta dan diangguki oleh mereka berdua. Marta terlalu hapal dengan sifat Perly yang tidak akan bosan menuntaskan rasa bosannya sampai pada akarnya. Sepanjang perjalanannya, Perly terus saja bermain dengan kekuatan barunya. Sangat bersemangat sampai Marta menyuruhnya untuk berhenti beberapa kali tapi tetap saja Perly terus melakukannya. Selama ini 'kan dia hanya mengandalkan mantra, dia juga tidak terlalu tau dengan mantra-mantra itu, dan sekarang dia hanya perlu memfokuskan fikirannya pada suatu objek dan objek itu akan berlaku sesuai keinginannya. Menyenangkan bukan? "Perly. Sudahlah hentikan itu. Kamu seperti anak kecil saja," ucap Marta jengah. "Yash ..." gumamnya dan sebuah kerikil terpental jauh membuat Perly tersenyum senang. Namun tak lama, kala Perly mendengar sebuah teriakan, "Aduh!" Perly berhenti. "Sudah kubilang hentikan," geram Marta memelototkan matanya pada Perly. Perly malah bertambah panik akan hal itu, "Aku tidak sengaja, bagaimana ini?" tanyanya panik saat seorang gadis sekarang berjalan ke arah mereka. "Perly, kamu harus meminta maaf padanya. Ingatlah, kita bukan di daerah Earth," ucap Tier berbisik pada Perly. "Apakah kalian yang melakukannya?" tanya gadis itu memegang sebuah batu ditangannya, memperlihatkannya pada mereka bertiga. "Kamu ...." Perly menggantung ucapannya dengan telunjuk mengarah pada gadis itu. "Bukankah kamu yang dulu menabrakku?" lanjutnya. Kening gadis itu berkerut. Dia merasa tidak pernah melihat Perly, tapi kenapa sepertinya Perly mengenalnya. Atau ada yang dia lupakan saat ini? "Ah ya benar. Kamu yang waktu itu terburu-buru sampai menabrak temanku." ucap Marta. Gadis itu beralih menatap Marta yang ikut berbicara, semakin bingung dengan situasi ini, "Tunggu. Kalian melemparku dengan batu lalu kalian berpura-pura mengenaliku? Inikah cara kalian meminta maaf?" ucap gadis itu sedikit kesal. "Hey. Kedua temanku berucap baik-baik. Bisakah kau juga bersikap sopan padanya?" ucap Tier cepat, menatap tak suka pada gadis itu, juga tak terima kedua temannya dikasari seperti itu. Gadis itu beralih menatap Tier dengan tatapan sinisnya "Hey, ajarkan dulu sopan santun pada kedua temanmu ini. Tak perlu mengajariku. Aku sudah cukup lama bejalar sopan santun omong-omong," ucapnya pada Tier. "Apa kau melihat mereka marah-marah seperti yang kau lakukan?" "Tapi mereka melemparku dan tidak meminta maaf." "Tapi mereka berbicara ba--" "Sudahlah. Kenapa kalian bertengkar seperti ini?" ucap Marta melerai mereka berdua. Peely menghela nafas, ini salahnya, "Baiklah aku mengaku salah. Aku tidak sengaja melemparmu, aku meminta maaf untuk itu," ucap Perly menunduk pelan. Gadis itu ikut menghembuskan nafasnya pelan, dirinya juga tak berniat memperpanjang masalah, "Baiklah. Tidak ada gunanya juga bertengkar," ucapnya lalu berbalik ingin pergi. "Dasar sombong," gumam Tier semakin tak suka dengan tingkah gadis itu. "Tunggu," ucap Perly memegang pundak gadis itu. "Arrkkhh ...." pekik Perly merasakan dingin menjalar di seluruh tubuhnya saat gadis itu memegang tangan Perly kuat. "Perly!" pekik Marta. "Apa yang kau lakukan! Kau gila ya!" teriak Tier pada gadis itu, menarik Perly untuk berada di belakangnya. "Ah, maaf. Aku tidak sengaja. Sungguh aku benar-benar tidak sengaja," ucapnya merasa bersalah menatap Perly yang kini kedinginan. "Tanganku. Kamu membekukan tanganku, ini sangat dingin," ucap Perly menggigil. Rasanya, dingin ini mengalahkan dinginnya kutub utara. Bahkan bibirnya sudah membiru dan warna kulitnya putih pucat seperti mayat. "Kenapa kau diam saja! Bantu dia!" Lagi teriakan Tier membuat gadis itu tersentak kaget. "Tunggu sebentar." Gadis itu menggenggam telapak tangan Perly dan menutup kedua matanya. Perlahan es itu mencair dan suhu tubuh Perly kembali seperti semula walaupun masih terasa dingin. Tier segera melepaskan genggaman tangan gadis froz itu dari tangan Perly, lalu memeriksa suhu tubuh Perly, "Apa masih dingin? Ada yang terasa sakit? Ayo kita bertemu tabib saja," ucapnya cepat dengan raut khawatir terpancar jelas di wajahnya. Perly hanya menggeleng lemah. Warna wajahnya perlahan sudah tampak, tak lagi pucat bak mayat, hanya saja, ada rasa dingin yang lain di dalam jantungnya. Tier kembali menoleh pada gadis itu, rasanya emosinya benar-benar memuncak saat ini, "Apa kau ingin membunuh temanku! Es mu hampir saja mengenai jantungnya!" bentak Tier menatap gadis itu penuh amarah. Gadis froz memang tampak terkejut, namun hanya sebentar sebelum kembali menetralkan raut wajahnya dan menatap Perly. "Apa kamu sudah tidak apa-apa? Ayo pulihkan kekuatanmu di rumahku." gadis itu mengambil alih Perly dari Tier namun pria itu tetap mempertahankan Perly untuk berdiri di sampingnya membuat gadis itu mendecak. Katanya, "Setidaknya lihat dia, dia kedinginan. Kalau kau keras kepala, dia benar-benar akan ma*ti." Dan itu membuat Tier mau tak mau melirik Perly yang memang kembali menggigil. Dan dengan berat hati, genggaman Tier mengendur membuat si gadis froz dengan mudah menarik Perly untuk berjalan menjauh, menuju rumahnya. "Tier, ayo." ucap Marta melihat Tier yang hanya diam di tempatnya. Tier akhirnya mengikuti mereka walaupun dengan terpaksa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD