Bab 14 Janji Hanyalah Sebuah Janji

1201 Words
"Apa yang sedang kau pikirkan?" Kalvin mengempaskan bokongnya di samping Mika yang sedang duduk di bawah pohon. Di pangkuan gadis itu ada buku yang terbuka, tapi pandangan matanya sama sekali tidak tertuju ke sana. Justru tampak menerawang ke depan. Mika buru-buru menggelang. "Tidak, aku hanya membaca buku," jawabnya kembali mengalihkan perhatian pada halaman buku. Kalvin tersenyum. "Mungkin kau sedang melamunkan kejadian beberapa malam terakhir yang kita lewati," kerlingnya menggoda. Pipi Mika merona. Kilasan malam-malam panas yang dia lewati bersama Kalvin berkelebat dalam pikirannya. "Sama sekali tidak!" bantahnya. Pria itu terkekeh. "Kau lucu sekali, aku jadi ingin menciummu." Mika buru-buru beringsut menjauh dari Kalvin. "Jangan macam-macam! Ini tempat terbuka," desisnya melirik ke kanan dan kirinya. "Kita bisa menyelinap ke balik pohon di sana," goda Kalvin. Refleks, Mika memukul kepala Kalvin dengan buku yang ia pegang. "Dasar m***m!" katanya dengan wajah yang merah padam. Lalu berdiri dan pergi meninggalkan Kalvin. "Jangan ganggu aku, aku harus belajar!" serunya dari jarak yang belum terlalu jauh. Kalvin hanya tersenyum geli memandanginya. Mika sungguh unik, Kalvin tidak akan pernah bosan menggodanya. Sementara itu Mika berpindah ke bawah pohon lain yang tidak terlihat dari tempat sebelumnya. Saat duduk, pikirannya kembali tertambat pada peristiwa yang tanpa sengaja ia saksikan kemarin. Baskara dan Luc, apa yang sebenarnya sedang mereka rencanakan? Dan Luc, ternyata dia anak teman Baskara. Baskara sendiri juga baru mengetahuinya, tapi apa itu benar? Apa benar Luc adalah orang yang sama dengan Luc Zander yang dimaksud Baskara? Atau sebenarnya dia hanya orang lain yang menyamar? Mika menyadari ada sesuatu yang misterius tentang Luc saat pertama melihatnya. Apa itu hanya karena Luc menyembunyikan identitas sebenarnya, atau ada sesuatu yang lain? Mika menghela napas. Dia merasa bingung dengan informasi-informasi yang baru diterima otaknya. Freya ... Luc mengatakan wanita itu mempunyai rencana. Tetapi Freya memang memiliki rencana, Mika sendiri menjadi alat wanita itu mewujudkan rencananya—meski sepertinya itu agak berantakan sekarang. Hanya saja, yang Mika tahu rencana Freya adalah menutupi perselingkuhannya dengan Kalvin dari Baskara. Atau ada rencana Freya yang lain yang tidak Mika ketahui? Bagaimana dengan Kalvin? Pipi Mika kembali merona saat memikirkan nama itu. Apakah pria itu sungguh-sungguh mencintainya? Rasanya sulit dipercaya mengingat apa yang telah dia lewati bersama Freya. Tapi Kalvin terlihat tulus. Semuanya tampak membingungkan bagi Mika. Gadis itu tidak lagi bisa membedakan mana yang sungguh-sungguh, mana yang hanya tipuan. Kediaman Dhananjaya dipenuhi orang-orang yang mempunyai rahasia, dan itu membuat Mika resah. Apa yang akan terjadi dengannya selanjutnya? "Mika!" Mika menoleh, melihat Luc yang tersenyum lebar berjalan ke arahnya. Mika mengangkat tangannya sebatas d**a, dan melambai, wajahnya tampak cemas meski ia berusaha menyembunyikannya dengan baik. "Hai, Luc," sapanya tersenyum tipis. "Sedang mempersiapkan ujian masuk universitas heh?" ucap Luc duduk di samping Mika. Ini jadi seperti deja vu. Tadi Kalvin dan sekarang Luc. "Ya, kau tahulah aku harus mengasah lagi otakku agar bisa masuk," gurau Mika. "Aku tidak yakin," kerling Luc. "Kau gadis cerdas, pasti bisa masuk ke universitas pilihanmu dengan mudah." "Ah, tidak juga. Aku tetap harus berusaha keras." Mika menunduk malu, menyembunyikan senyumnya. Aneh, beberapa detik yang lalu dia sempat meragukan Luc. Tapi begitu berbicara dengannya, Mika merasa Luc orang yang jujur. Keyakinan itu menyelusup begitu saja dan mengakar dengan kuat di dalam d**a Mika. Selain itu, ada kenyamanan yang tidak bisa Mika jelaskan ketika dia bersama Luc. Mereka berdua lalu membicarakan buku yang sedang dibaca Mika. Luc menjelaskan dengan lancar beberapa hal dari buku yang tidak terlalu Mika pahami. "Kau pernah kuliah, Luc?" tanya Mika hati-hati. Diam-diam menatap penuh selidik ke arah pria itu. "Eh, ya pernah. Tapi tidak selesai," jawab Luc tanpa berani melihat Mika. Mika tahu Luc berbohong, tapi dia memahaminya mengingat pria itu sedang berada dalam misi yang mengharuskan dia merahasiakan identitasnya. Akan tetapi di dalam sudut hati Mika, Mika berharap Luc bisa jujur padanya. Seandainya dia memiliki arti buat Luc, pria itu pasti akan jujur. Entah mengapa menyadari dia bukanlah apa-apa bagi Luc membuat jantung Mika berdenyut nyeri. Hanya sedikit, tapi tetap saja terasa tidak menyenangkan. Sementara itu Baskara mengamati kedua insan itu dari jendela perpustakaan. Dia tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, tapi dia bisa melihatnya dengan jelas. Dari tempat Baskara berada, mereka berdua tampak begitu mencolok. Seorang gadis bertubuh mungil dan berambut panjang, duduk mendongak ke arah pria berbadan besar yang terlihat menunduk ke arahnya. Cahaya matahari siang hari terselip di antara ranting dan dedaunan di atas mereka, menimpa kedua sosok itu hingga tampak bersinar. Dengan bingkai jendela yang mengelilingi pemandangan itu, mereka terlihat seperti berada di dalam lukisan. Tiba-tiba Baskara merasa cemas. Dia merasa khawatir. Dua orang pria tampan, satu wanita yang menjadi pusat perhatian, dan satu wanita yang patah hati. Itu terdengar seperti masalah besar. ****** "Aku melihatmu bersama Luc tadi," kata Kalvin bernada cemburu, memeluk gadis yang berbaring di sampingnya. "Oh, ya. Dia membantuku memahami beberapa hal yang tidak kumengerti di buku." "Kenapa kau tidak bertanya padaku?" "Aku tidak bertanya padanya, dia tahu dengan sendirinya kalau aku tidak mengerti, dan dia menjelaskan. Begitu saja." "Wow, sehebat itukah dia?" gumam Kalvin sinis. Mika menghela napas. "Oke," ucapnya mengalah. "Kau mau lain kali aku bertanya padamu?" Kalvin berguling hingga berada di atas tubuh Mika. "Aku mau kau mengizinkanku mencumbu tiap jengkal tubuhmu," bisiknya parau. Darah mengalir cepat ke wajah Mika sehingga membuat pipi gadis itu memerah. Jantungnya bertalu-talu, sesuatu terasa bergulung-gulung di perutnya, seperti ombak yang siap menghantam karang. Tanpa menunggu persetujuan, Kalvin melucuti pakaian wanitanya. Hingga tidak ada sehelai benang pun di tubuh molek yang ada di bawahnya. Tangan Mika terulur ke tepi ranjang, siap mematikan lampu. Namun Kalvin menahannya. "Jangan," bisiknya. "Aku ingin bisa melihat keindahan tubuhmu dengan jelas." Dada Mika terasa siap meledak, degup jantungnya bergemuruh, memberikan efek kontraksi pada bagian bawah perutnya. Kalvin menikmati kecanggungan Mika, dia terpesona dengan perasaan malu gadis itu. Dia suka melihat keseluruhan tubuh Mika yang memerah akibat pandangannya. Menggemaskan sekali karena gadis itu masih saja merasa malu meski sudah berkali-kali bercinta dengannya. Walaupun begitu, ketika tubuh mereka mulai menyatu, Mika tidak pernah menahan dirinya. Dia mengikuti irama yang diciptakan Kalvin. Insting mengajari gadis itu untuk menerima dan memberi. Dia mebalas ciuman Kalvin dengan hangat,  menerima cumbuannya dengan tidak menahan gairah, dan menyambut kedatangan pria itu di pintunya, membiarkan Kalvin memasukinya dalam-dalam. "Sayang, kau begitu ketat," geram Kalvin merasa mabuk. Sebelum bersama Freya, Kalvin sering meniduri banyak wanita, tapi tidak ada yang seperti milik Mika. Bahkan Freya sekalipun. Kepuasan yang Kalvin rasakan saat bersama Mika, tidak tertandingi. Pria itu membawa wanitanya mengarungi danau berahi yang penuh gelora, berdua mengejar hasrat, hingga mereka menemukan kesenangan secara bersamaan. Kalvin berguling menjatuhkan diri dari atas Mika. Dia berbaring miring, menatap wanitanya dengan mata berbinar. "Aku tidak akan pernah bosan padamu," kerlingnya nakal. Mika tersipu, dia mencubit pinggang Kalvin dan menyembunyikan wajahnya di d**a bidang pria itu. Ini pengalaman baru buat Mika. Dia tidak tahu jika bercinta bisa semenyenangkan ini. Untungnya ketika akhirnya dia merasakan, dia melakukannya bersama pria yang telah menikahinya. Meski pada awalnya hanya pernikahan pura-pura. Perasaan Mika pada Kalvin semakin berkembang. Dan dia harap, Kalvin pun merasakan hal yang sama padanya. "Jangan pernah meninggalkanku," bisik Mika. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku jika kau mencampakkanku." "Bicara apa kau," geram Kalvin. "Aku tidak akan pernah mencampakkanmu. Tidak akan pernah," janjinya sungguh-sungguh. Namun, janji hanyalah sebuah janji. Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD