Hari ini Adam berencana mengajak Hana untuk melihat cafennya yang bernama Coffee’s Heaven. Adam menjelaskan semua awal mula bisnisnya pada Hana. Ia ingin keterbukaan di antara mereka. Adam juga ingin mengajarkan Hana mengenai pengelolaan cafe. Karena Milks Heaven masih baru, jadilah Adam mengajaknya ke Coffee’s Heaven. Adam dan manager cafe bergantian menjelaskan kepada Hana mengenai pemilihan bahan baku, proses produksi, manajemen persediaan, manajemen kas, hingga pelayanan konsumen. Hana diajak melihat gudang persediaan bahan baku seperti kopi, gula dan lain-lain. Hana juga diperlihatkan cara memproduksi kopi dan snacknya dan cara yang digunakan untuk meminimalkan kerugian. Untungnya Hana tergolong perempuan yang cerdas. Ia bisa dengan cepat menyerap semua penjelasan yang diberikan oleh Adam dan manager cafe.
Setelah satu jam lebih mendapat penjelasan, Hana pun merasa senang. Ia seperti mendapat ilmu baru dari Adam dan manajer cafe. Adam mempersilakan Hana duduk di salah satu meja.
“Duduk dulu, Han.”
“Eh, iya makasih, Dam.”
“Lo mau minum dan makan apa? Biar gue pesenin. Lo pasti laper kan?” tebak Adam.
“Hmm ... gue pesen vanilla latte sama tiramisu cake aja ya.” Hana sudah sangat ingin mencicipi vanilla latte dan tiramisunya. Ia hampir saja meneteskan liurnya ketika tadi melihat proses pembuatannya dan kue tiramisu.
“Oke, tunggu sebentar.” Adam meninggalkan Hana menuju pantry.
Hana yang duduk sendirian menikmati suasana cafe yang saat itu sedang memutar musik jazz. Tak lama Adam datang membawakan pesanan Hana. Kedua mata Hana berbinar menatap hidangan di depannya.
“Nih, spesial lo kopinya gue yang bikin. Selamat menikmati,” ucap Adam sambil memperlakukan Hana bak pelanggannya. Hana pun langsung menyesap vanilla lattenya dan mencicipi tiramisunya. Jujur, Hana sangat menyukai vanilla dan tiramisunya.
“Sumpah ini enak banget, Dam!”
“Makasih, makasih. Dihabisin lah kalo suka.”
Hana hanya menganggukkan kepalanya karena mulutnya masih penuh dengan tiramisu. Hanya dalam hitungan menit, piring tiramisu telah kosong.
“Wah, kayaknya ada yang kelaperan,” ledek Adam.
“Iya, sekarang juga gue masih laper. Lo kalo mau traktir makan siang mah yang berat lah, nasi padang kek,” ejek Hana.
“Ya lo gak bilang.”
“Eh, Dam. Kenapa sih lo mau ngajak gue kerja sama? Kan kalo bikin snack mah lo bisa minta pegawai lo yang di sini yang bikin?”
“Ya, gue mau cari sesuatu yang beda lah, konsepnya kan juga beda, Han.”
Hana hanya menganggukkan kepalanya. Mereka kembali membicarakan masalah kerja sama yang akan mereka jalankan. Jadi, Hana diminta Adam untuk memasok snack-snack kecil ke cafe Milks Heaven. Adam meminta Hana membuat snack yang sedang in di kalangan anak muda. Adam akan memfassilitasi Hana dengan pantry, bahan, pantry serta etalase untuk memajang kue di cafe. Mereka juga membicarakan masalah keuangan dan pembagian hasil. Setelah kesepakatan dicapai, Hana pun pamit pulang.
===
Adam merasa tidak menyesal mengajak Hana untuk bekerjasama mengembangkan cafenya. Ia bisa bertukar pikiran dengan Hana, mengingat jurusan mereka saat kuliah adalah manajemen bisnis. Meskipun Adam lulusan S-2 sedangkan Hana hanya lulusan S-1, tetapi Adam mendengarkan dan menghargai setiap saran yang diberikan Hana untuk kemajuan cafenya. Tidak hanya memberikan saran yang berkaitan dengan café, Hana juga memberikan saran agar Adam dan para pegawainya melaksanakan shalat dhuha dan shalat berjamaah secara rutin. Sebelumnya, Adam memang hanya menawarkan kerjasama sederhana dengan Hana. tadinya, Adam hanya meminta Hana untuk memasok snack-snack kecil yang cocok untuk usia anak remaja SMA dan kuliahan. Tapi entah mendapat ide darimana, Adam kemudian meminta Hana untuk menjadi wakilnya di Milk’s Heaven.
Flashback on
“Hmm..Han, gimana kalo lo jadi wakil gue di café ini?”
Hana pun mengernyitkan keningnya, tanda ia bingung dengan ucapan Adam.
“Maksudnya jadi wakil lo?”
“Yah, bisa dibilang mungkin jadi semacam manager lah. Kadang kesibukan gue di Coffee’s Heaven bikin gue suka ga sempet nengokin café ini sering-sering. Jarak rumah gue kesini juga agak jauh, lo tau sendiri kan.”
“Tapi kan gue punya usaha juga Dam. Gue takut keteteran, ntar malah café ini gak kepegang.”
“Ngecek café ini bisa abis lo beresin usaha lo Han. Kesini dua hari sekali juga gak apa-apa. Gak perlu setiap hari.”jelas Adam.
“Emangnya kenapa harus gue Dam? Kenapa gak Mba Hawa aja? Atau siapa gitu. Gue juga gak ada pengalaman ngehandle café kayak gini. Nanti malah gue bikin café lo bangkrut gimana hayo?”ucap Hana menakut-nakuti Adam.
“Ya nggak lah, gue percaya sama lo Hana. ya kebetulan juga gue belum nemu orang yang cocok buat gue amanahin buat jadi orang kepercayaan gue ngawasin café ini. Tapi pas tadi kita ngobrol-ngobrol, sharing sambil tuker pikiran, gue ngerasa sreg aja gitu sama lo. Partner bisnis kan juga sama kayak jodoh Han, cocok-cocokkan. Gimana? Mau ya? Please?”ucap Adam membujuk Hana sambil menunjukkan puppy eyesnya.
“Hmmm…gimana ya? Mau aja apa mau banget?”ledek Hana.
“Mau banget.”
“Hmmm…yaudah deh kalo lo maksa. Bismillah aja.”
“Yes…makasih ya Han. Lo bisa belajar pengelolaan café sama gue atau wakil gue di Coffee’s Heaven.”
Flashback off
Hana akhirnya membantu Adam untuk mengelola café Milk’s Heavennya. Setelah beberapa kali diajarkan oleh Adam dan orang kepercayaan Adam di Coffee’s Heaven tentang pengelolaan café dsb, Hana pun sekarang sudah sedikit terampil mengelola café Adam. Ia selalu mengingatkan para pegawai di café untuk shalat dhuha sebelum memulai pekerjaan dan shalat wajib berjamaah ketika adzan berkumandang. Memang awalnya agak sulit, karena mengajak orang ke jalan kebaikan tidak semudah yang dikira. Namun, Hana tetap sabar dan istiqomah sehingga para pegawai pun mulai terbiasa dengan aturan baru tersebut. Sikap Hana terhadap para pegawai juga tidak jauh beda, ramah dan bersahabat, sehingga para pegawai merasa senang dan nyaman. Karena terikat kerjasama bisnis, Hana dan Adam pun sering bertemu dan kontak-kontakan untuk membahas perkembangan bisnis. Bahkan, Hana sempat dikira calon istri Adam oleh mereka.
Setiap akan membuat suatu rencana baru untuk pengembangan café,Hana selalu meminta persetujuan Adam. Adam dan Hana terbiasa berdiskusi, mereka saling memberikan kritik dan saran. Contohnya saja ketika akan mengundang salah satu selebgram yang akan mengendorse café Adam itu.
Flashback on
Adam dan Hana serta salah satu pegawai Milk’s Heaven yang bernama Sita sedang berada di ruang kerja Adam di lantai dua. Mereka sedang membahas laporan keuangan dan perkembangan café.
“Eh, Han, gue punya ide nih.”ucap Adam
“Ide apaan?”
“Gimana kalo kita undang salah satu selebgram buat endorse café kita ini?”
“Mahal pasti ya? Budgetnya ada ga?”ucap Hana
“Ya emang pasti mahal sih, tapi kan bisa mendongkrak pengunjung biar tambah banyak.”
“Ide bagus tuh Mas Adam. Bisa ngundang kaya Ria Ricis, Atta Halilintar atau siapa gitu lah yang lagi ngetrend di kalangan remaja.”ucap Sita menimpali.
“Hmmm…ya kalo budgetnya ada sih gapapa Dam. Tapi apa mending gak disedekahin aja uangnya? Misalnya bikin makanan yang banyak, undang anak panti kesini gitu buat ngerasain menu café kita ini sama doa bareng. Pasti mereka seneng banget. Nyenenging anak yatim itu berpahala loh dan siapa yang berbuat baik pada anak yatim termasuk golongan orang yang dekat dengan Rasulullah SAW nanti di hari akhir.”jelas Hana.
“Hmm..apa gak nanti aja kalo cafenya udah rame baru kita undang anak yatim? Sekarang kita undang selebgram dulu, nanti kalo dalam 6 bulan penjualan café udah ngelebihi target baru kita adain syukuran,” usul Adam. Adam berpikir seperti itu karena memang kenyataan itulah yang sering terjadi di masyarakat pada umumnya. Mereka menunggu sukses dulu baru mengeluarkan sedekah sebagai bentuk rasa syukur.
“Nah, bener tuh kata Mas Adam, Mbak,” ucap Sita. Sita ini memang usianya masih remaja. Ia hanya lulusan SMK, kemudian bekerja di café Adam. Tentunya diusianya yang masih sangat muda, ia sedang ngefans-ngefansnya dengan para selebgram dan youtuber yang sedang hits di kalangan anak muda. Jadi, tak heran ia sangat mendukung ide Adam.
“Iya iya aja Lo Sit,” ejek Adam
“Ih mas Adam, udah dibilangin panggilnya Ita, jangan sat sit sat sit. Kalo ada orang bule lewat terus denger gak enak banget tauk.”ucap Sita kesal.
Hana pun hanya tersenyum melihat antusias Adam dan Sita. “Nah tanggapan itu yang selama ini salah Dam. Termasuk gue juga dulu nganggepnya gitu. Cost diperbesar buat menambah untung, baru kalo udah untung banyak kita sedekah. Nah itu yang salah. Siapa yang jamin kalo kita bakalan sedekah kalo udah punya uang banyak? Manusia itu bisa lupa kalo udah dapet harta banyak. Kita kan mau rezekinya Allah, ya untuk memancing rezekinya, pancinglah pake sedekah. Kalo Allah lihat dalam keadaan sulit aja kita bisa sedekah, pasti dalam keadaan lapang dan banyak harta pun pasti kita sedekah, insya Allah.”
Jika sudah seperti itu, Adam seperti mati kutu di hadapan Hana. Sita yang melihat tingkah keduanya tersneyum geli.
“Yaudah deh, kalo Bu Ustadz sudah bilang kaya gitu, saya manut saja,” ucap Adam pasrah.
“Ih, jangan gitu juga kali, Dam. Gue jadi gak enak nih. Kan gue Cuma ngasih saran aja.”
“Ya, tapi gue jadinya ga bisa nolak saran lo, Han.”
“Ih, Mas Adam sama Mba Hana lucu deh. Sita ngerasa jadi ngeliatin pasutri debat jadinya dan si suami mati kutu.”ucap Sita sambil tertawa.
Adam dan Hana pun jadi merasa kikuk dan canggung dengan perkataan Sita.
“Hus, kamu ini apaan sih Ta? Pasutri apaan coba?” elak Hana.
“Iya bener, suer deh. Kenapa kalian gak nikah aja gitu. Kan jadi lebih enak buat ngelola café juga. Jadi suami istri businessman and businesswoman gitu,” ucap Sita sambil tertawa jahil. Sita memang sangat senang menggoda Adam dan Hana.
Adam pun yang menyadari ekspresi wajah Hana yang tidak nyaman dengan ucapan Sita segera mengalihkan topic.
“Udah Sit, bahasannya fokus dulu. Jangan ngelantur kemana-mana. Biar cepet beres nih.”
“Iya iya…bosque. Siap 86!” ucap Sita sambil memberi hormat pada Adam.
Akhirnya setelah didiskusikan kembali, mereka membagi dua budget yang ada, sebagian untuk mengundang anak panti makan di café dan sebagian lagi mengundang food reviewer yang sering muncul di salah satu stasiun TV, yang costnya bisa lebih hemat daripada mengundang selebgram.
Flashback off
Hana dan Adam sepakat tidak hanya menjual minuman olahan s**u, tetapi juga produk turunan olahan s**u seperti es krim, yoghurt dan puding agar menarik minat pengunjung. Hana selalu mengupgrade kemampuan memasaknya, entah itu belajar dari buku resep atau belajar online via youtube, dari manapun, asal bisa menambah ilmu, kapasitas dan kapabilitasnya sebagai seorang pebisnis kuliner.
===
Kebersamaan Adam dan Hana selama ini dalam mengelola café membuat Adam nyaman berinteraksi dengan Hana. Adam bisa kenal Hana lebih detail. Bagaimana cara perempuan itu berpikir, mengatasi suatu masalah dan memanage para pegawai. Sifat Hana yang ramah, perhatian, lembut tapi tegas membuat kesan tersendiri di hati Adam. Hana sering mengingatkan Adam untuk menunaikan shalat tepat waktu dan memperhatikan kesejahteraan para pegawainya.
Saat ini, Adam hanya bisa merasakan perasaan seperti itu terhadap Hana. Ia belum berani menyebutnya cinta atau apalah itu. Adam hanya mengartikan perasaannya sebagai perasaan kagum, tidak lebih. Terlebih ia pernah patah hati, salah mencintai seseorang yang belum halal baginya.
“Jika mencintai perlu alasan, cintailah dia yang bisa membawamu dalam dekapan Sang Maha Cinta.”