Ngidam

1507 Words
Acara resepsi berakhir pada pukul sepuluh malam. Dan sekarang mereka sudah berkumpul di parkiran gedung untuk bersiap pulang. John - Papa Angela, menepuk pundak Derry. "Sekarang semua tanggung jawab Angela sudah Papa serahkan kepada kamu. Tolong jangan kecewakan kepercayaan Papa, Derry. Jaga Angela, sayangi dia, cintai dia, jangan sekalipun kamu membuatnya menangis," pesannya. Derry mengangguk beberapa kali. "Baik, Pa. Aku janji gak akan mengecewakan kepercayaan Papa John. Aku akan menjaga Angela sebaik mungkin dan juga calon anak kami, Pa. Dan maaf juga, karena aku sudah membuat Papa dan semuanya kecewa." John menarik Derry ke dalam pelukannya. Menepuk-nepuk punggung pemuda itu. Mendapat kabar mengenai kehamilan Angela tentu membuat John shock. Tapi, mau bagaimana lagi? Nasi sudah menjadi bubur. Untuk marah-marah pun rasanya percuma. Apalagi Angela yang kini berbadan dua, tidak boleh mendapat tekanan yang akan menimbulkan stress dan tentunya akan berpengaruh pada kandungannya. Setelah pelukan itu terlepas, pandangan John jatuh pada Thony. "Pak Thony, setelah kita digagalkan menjadi besan oleh Angela dan Aaron, tapi sekarang kita telah disatukan kembali oleh Angela dan Derry. Saya harap, hubungan kita akan semakin terjalin dengan baik. Meski, terjadinya pernikahan anak-anak kita ini karena sebuah kesalahan," ujarnya. Bibir Thony mengulas senyum. "Iya, Pak John. Apapun yang terjadi sebelumnya, itu sudah menjadi suratan takdir. Kita sebagai manusia hanya bisa menerima dan menjalankan nya sebaik yang kita bisa." Sebelum pulang ke rumah masing-masing, dua keluarga yang telah di satukan oleh pernikahan, saling bersalaman satu sama lain. Setelah itu, John dan Melin pamit terlebih dahulu. "Ya udah, sekarang kita pulang. Kasihan Shena dan Angela yang sedang mengandung," ucap Zoya. Lantas mereka masuk ke dalam mobil. Aaron membukakan pintu mobil untuk istrinya, baru setelah itu ia masuk. Aaron mulai menyalakan mesin mobil lalu melajukan kendaraan beroda empat tersebut ke jalanan. Melihat Shena yang terlihat kecapean, Aaron meraih tangannya dan memberikan usapan lembut di sana. "Capek, Sayang?" "Hm, ngantuk juga, Mas." Aaron mengecup punggung tangan Shena sesaat. "Sabar ya, Sayang. Kamu tidur aja, nanti sampai di rumah Mas bangunkan." Shena berdeham. Karena kantuk yang sudah tidak bisa ia tahan lagi, akhirnya Shena memejamkan mata dan mulai terlelap. Aaron tersenyum melihat istrinya yang sudah terpejam. Mengusap puncak kepalanya dengan lembut, dan kembali fokus mengemudi. Panggilan masuk pada handphone Aaron membuat pandangan nya teralihkan, melihat nama yang tertera di layar ponsel, segera ia mengangkat panggilan tersebut. "Bro, rumahnya gimana? Jadi gak lo?" Aaron meringis pelan, ia sampai lupa soal urusan rumah yang akan menjadi tempat tinggal barunya dengan Shena. "Oh iya, gue lupa. Besok deh besok, gue liat-liat dulu sama Bini ke sana." "Siap. Jangan lama-lama buat ngasih keputusan nya. Itu rumah banyak yang incer juga." "Okay. Thanks, Bro." Aaron memutuskan sambungan telepon dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana. Sesampainya di rumah, Aaron menatap wajah damai sang istri. Tidak tega untuk membangunkannya, Aaron memilih untuk menggendong Shena ke dalam. Namun sebelum ia turun, lebih dulu Shena membuka mata. "Mas, udah sampai ya?" tanyanya sambil mengusap mata. "Kamu udah bangun, Sayang? Iya nih, baru aja sampai." Aaron mengusap puncak kepala Shena yang masih setengah sadar. Shena menutup mulutnya saat menguap. Lalu menatap Aaron yang tersenyum padanya. "Mas," panggilnya dengan suara serak khas baru bangun tidur. "Hm, kenapa, Sayang? Mau di gendong aja ke dalam nya?" Shena menggeleng pelan. "Kok, tiba-tiba Shena pengen mangga ya, Mas?" keluhnya dengan bibir mengerucut. "Mangga? Wah, Sayang, jangan-jangan kamu ngidam? Iya nih, kamu ngidam." Aaron terlihat antusias saat mendengar ngidam pertama Shena. "Kayaknya iya, Mas. Duh, pengen makan mangga." Masih menampilkan senyum mengembang, Aaron kembali menjalankan mesin mobil yang semula sudah ia matikan. "Lho, mau kita mau kemana lagi, Mas?" heran Shena sembari memegang tangan suaminya. "Minimarket. Katanya kamu mau mangga?" tanya Aaron menampilkan tampang polos. "Nggak mau yang di minimarket," rengek Shena sambil menggelengkan kepala beberapa kali. "Lho, terus?" Perasaan Aaron mulai tidak enak. Shena tersenyum lebar, menampilkan deretan giginya. "Mau yang dipetik dadakan dari pohonnya. Shena pengen liat Mas Aaron manjat." "Ha? Yang bener aja, Sayang. Ini udah malem lho. Mau cari pohon yang udah ada mangga nya dimana? Kita juga kan gak punya pohon mangga di rumah?" "Shena tahu kok dimana pohon yang udah ada mangga nya," balas Shena segera. Sebelah alis Aaron terangkat. "Dimana?" "Di kebun tetangga," jawab Shena. Aaron menjatuhkan mulutnya. Mudah sekali Shena mengatakan itu. Hari sudah malam, diminta manjat pohon mangga milik tetangga. Yang ada Aaron bisa di sangka maling. Shena menggoncang kan lengan Aaron beberapa kali. "Ayo, Mas. Kita ke kebun tetangga sekarang. Emangnya Mas Aaron mau kalau anak kita nanti ileran gara-gara sewaktu Bunda nya ngidam gak di turuti sama Ayah nya?" rengek Shena. Aaron menggaruk kepalanya yang tidak. "Tapi, Sayang. Bukannya semua bayi emang suka ileran ya?" "Mas! Ih, ngeselin deh. Jadi Mas Aaron gak mau nurutin kemauan Shena?" Baiklah, demi calon buah hati mereka dan demi Shena agar tidak merajuk yang pastinya akan menguras otak dan kesabaran Aaron dalam mengembalikan mood nya. "Iya, Sayang, iya. Mas mau kok." Seketika senyum Shena kembali terpancar. Lalu ia segera keluar dari dalam mobil. "Ayo, Mas! Cepetan!" Aaron pun keluar dari mobil. Mengulurkan tangan pada Shena, sebelum itu Shena melepas heelsnya terlebih dahulu. "Mau ganti sandal dulu deh, Mas." Shena hendak masuk ke dalam rumah. "Di mobil ada punya Mas, Sayang." "Ya udah, Mas Aaron ambilin." Aaron pun mengambilkan sandal nya untuk Shena. Segera perempuan itu memakai sandal kebesaran milik Aaron. "Gede banget, tapi lucu," cengirnya. Aaron tersenyum, meraih tangan Shena dan membawanya ke dalam genggaman. Sebelum mereka pergi ke kebun milik tetangga yang Shena katakan tadi, Aaron membawa istrinya pergi terlebih dahulu ke rumah tetangga tersebut untuk meminta izin. Aaron menekan bel rumah beberapa kali, karena tidak ada juga yang membukakan pintu. Sedangkan Shena yang berdiri di sampingnya sudah tidak sabar ingin pergi ke kebun. "Lama banget sih, Mas?" "Sabar, Sayang. Mungkin orangnya udah tidur. Ini juga kan udah malem." Shena menghela napas panjang. Menyandarkan kepalanya pada lengan Aaron. "Pencet lagi bel nya." Tangan Aaron sudah terangkat bersiap untuk memencet bel, namun pintu terbuka sebelum itu terjadi. "Eh, ada Mas Aaron sama istri. Ada apa ini?" Aaron meringis pelan, melihat penampilan Bu Retno yang seperti orang baru bangun tidur. "Maaf ya, Bu. Jadi ganggu waktu istirahatnya." "Nggak apa-apa. Emangnya ada perlu apa ya, Mas?" Aaron melirik sekilas pada istrinya. "Anu, Bu. Ini istri saya alhamdulilah sedang hamil. Dan sekarang dia ngidam mangga milik Ibu yang ada di kebun," ucapnya menahan malu. Bu Retno terkekeh pelan. "Ealah, jadi istrinya sedang hamil ya, Mas? Selamat ya, atas kehamilannya." Shena tersenyum sambil mengangguk malu. "Jadi sekarang lagi ngidam pengen mangga punya Ibu? Sok atuh, di ambil aja, Mas, Mbak. Nggak usah malu-malu. Keinginan Ibu hamil itu emang suka aneh-aneh, tapi wajar kok." "Terima kasih banyak, Bu. Biar saya ganti pakai uang aja gimana, Bu?" Bu Retno menggeleng, menolak tawaran Aaron. "Nggak usah, Mas. Saya ikhlas kok. Sok di petik langsung aja sekarang di kebun. Kasihan istrinya udah kepengen mangga," ucapnya tersenyum gemas pada Shena yang mengingatkannya pada saat hamil dulu. Aaron mengangguk. "Makasih banyak ya, Bu. Sekali lagi, maaf sudah mengganggu waktu istirahat nya." Setelah mendapatkan izin dari Bu Retno, pasangan suami istri itu langsung pergi ke kebun. Aaron melepas jas hitamnya lalu memberikan nya pada Shena. Lalu ia menggulung celana dan baju bagian lengannya, bersiap untuk naik ke atas pohon. "Hati-hati, Mas." Shena di bawah tersenyum lebar menatap suaminya yang mulai memanjat. Tidak menyia-nyiakan momen, Shena mengeluarkan ponsel dan menyalakan kamera. Ia mengambil beberapa foto lalu beralih untuk merekamnya. "Berapa, Sayang?" tanya Aaron di atas sana. "Empat aja, Mas. Eh, lima deh lima." "Banyak amat. Dua aja deh." Shena menggeleng menolak. "Nggak mau. Shena maunya lima, yang satu tangkai ya, Mas. Biar nanti di fotonya bagus." "Ha? Mana ada, ini cuma tiga mangga yang satu tangkai. Nanti gampang yang duanya di Ikat pakai tali aja ya," bujuk Aaron yang hanya menemukan tiga buah dalam satu tangkai. Bibir Shena melengkung ke bawah. "Pakai tali apa?" "Tali BH kamu tuh biar kuat," ceplok Aaron menjawab. Membuat Shena terbelalak kaget. "Ih, Mas!" Aaron tertawa menatap wajah kesal Shena dari atas. "Ya nanti diikat pakai tali rafia aja." "Yah, nanti cantiknya gak natural dong, Mas?" Aaron menghela napas. Kenapa Shena jadi bawel sekali sekarang? Tapi tak apa, tetap menggemaskan di mata Aaron. "Ya udah, nanti mangga nya di make over dulu sama kamu, biar cantiknya karena make up." "IH!" ••••• Sambil bertopang dagu, Shena tersenyum senang menatap Aaron yang kini sedang memakan mangga dengan cocolan sambal. Sedangkan lelaki itu menatap istrinya dengan tampang datar. Bagaimana tidak? Shena meminta Aaron untuk memakan mangga tadi sedangkan Shena hanya asik menonton. Aaron menghela napas pelan. "Sayang, kamu yang ngidam kenapa jadi Mas yang makan ini mangga sih?" "Kan Shena ngidamnya cuma pengen mangga, gak pake makan juga. Sama liat Mas Aaron manjat pohonnya," cengir Shena menjawab. "Nah, cuma itu kan? Berarti Mas boleh dong, udah makan mangga nya sekarang?" Sambil mengerucutkan bibirnya, Shena menggelengkan kepala. "Jangan dulu. Shena juga kan masih pengen liat Mas Aaron makan." Aaron tersenyum penuh arti. "Lanjut besok aja, Sayang. Sekarang kan udah malem, enak nya bukan makan mangga, tapi...." Shena memicing curiga. "Tapi apa?" "Makan kamu!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD