Manajer Zhou memasuki ruangan pemilik King Group. Pria tambun itu bermaksud melaporkan hasil pekerjaannya, tetapi belum sempat ia menjelaskan, pria paruh baya itu telah terlebih dahulu menanyakan tugas yang diembankan kepadanya.
"Bagaimana hasil wawancaranya, Manajer Zhou?" tanya Samuel Xia, Pemilik King Group.
Pria paruh baya berkacamata dengan beberapa kerutan di wajahnya karena termakan usia menatap lurus ke arah pria tambun di hadapannya. Walaupun begitu, masih tampak jejak-jejak pesona yang dimiliki pria paruh baya itu. Wibawa dan kharisma begitu terasa dari penampilan dan tutur katanya.
"Em … itu …." Manajer Zhou ragu untuk memulai ceritanya.
Samuel Xia menaikkan satu alisnya. Ia menemukan ada sesuatu yang tidak beres dari sikap Manajer Zhou. "Ada apa?" tanyanya dengan suara parau, tetapi terdengar dingin.
"Wawancaranya dibatalkan, Tuan Besar." Manajer Zhou mengusap buliran keringat yang mulai mengalir di keningnya.
Samuel menggebrak meja di depannya membuat pria tambun itu terperanjat. "Siapa yang menyuruhmu membatalkannya? Bukankah saya menyuruhmu untuk mencari sekretaris baru untuk CEO Xia?"
"Maaf, Tuan Besar. Tadi CEO Xia sendiri yang datang membatalkan wawancara itu. Saya tidak dapat berbuat apa-apa," ungkap David Zhou dengan wajah memelasnya. Tampak ia frustasi menghadapi Samuel dan cucunya.
"Wilson?" tanya pria paruh baya itu yang segera diangguki oleh pria tambun tersebut.
Pria paruh baya itu menghela nafas kasar dan mengumpat, "Dasar bocah tengik! Kenapa dia selalu menentangku?"
Pria tambun di sampingnya hanya berdiri mematung tanpa berani mengeluarkan sepatah kata pun. Untuk bernafas pun rasanya ia takut.
"Apa kamu tidak menemukan satu pun kandidat yang saya minta?" tanya Samuel menatap tajam ke arah David.
Pria tambun itu meneguk salivanya dengan pelan dan membuka suaranya dengan takut-takut. "Em … tadi saya lihat CEO Xia sepertinya tertarik dengan salah satu CV, tetapi ia memiliki kesan yang sedikit tidak baik dengan gadis itu," lapornya. Ia terpaksa memberitahukan apa yang dilihatnya tadi kepada Samuel.
Netra pria paruh baya itu seketika bersinar mendengar laporan dari manajernya. "Oh ya, benarkah? CV punya siapa?" selidiknya.
"Ini, Tuan Besar." Pria tambun itu menyerahkan dokumen yang berada di tangannya sejak tadi ia masuk ke ruangan itu.
Samuel Xia menyambut dokumen tersebut dengan perasaan suka cita di dalam hatinya. Ia melihat secercah harapan baru di sana. Ia membaca biodata gadis tersebut dengan seksama.
"Hm … Ruby Xiao," gumamnya membaca nama gadis itu.
Mata tuanya meneliti ke arah foto profil Ruby. Walau usianya sudah mendekati kepala delapan, tetapi Samuel masih memiliki ingatan yang cukup kuat untuk orang seusianya. Ia mengenal gadis di dalam foto itu.
'Ah, ternyata gadis waktu itu,' batin Samuel tersenyum penuh arti.
Matanya menerawang jauh dan pikirannya kembali kepada kejadian seminggu yang lalu.
Hari itu Samuel sedang melakukan lari pagi seperti biasa. Ia sengaja jogging di area pemukiman penduduk yang cukup padat. Rencananya ia ingin melakukan inspeksi di tempat itu karena ia akan membangun mall di sekitar area pemukiman penduduk yang terkenal padat tersebut.
"Kamu tunggu di sini saja," perintah Samuel kepada supirnya untuk menunggunya di mobil selama ia jogging di sana.
"Baik, Tuan."
Samuel turun dari mobil dengan pakaian lengkap joggingnya. Ia mengitari beberapa putaran di sekitar komplek. Setelah cukup lama ia mengitari area tersebut, tubuh rentanya ternyata cukup lelah dan bermaksud untuk beristirahat sejenak. Sialnya ia lupa membawa air minum yang dibawanya di dalam mobil tadi.
Pria paruh baya tersebut memegang dadanya yang terasa sakit saat ini. Rasanya aliran darahnya tidak cukup mendapat pasokan udara. Nafasnya tersengal-sengal untuk menggapai tempat duduk yang berada tidak jauh dari tempat dirinya berdiri. Ia mencoba mengatur nafasnya perlahan.
Tiba-tiba datang seorang gadis belia yang datang menghampirinya. Gadis itu memapah tubuh rentanya ke tempat duduk yang berada di dekat mereka.
"Kakek, Anda tidak apa-apa?" tanya gadis tersebut yang tidak lain adalah Ruby Xiao.
Gadis itu memang tinggal di daerah sekitar pemukiman tersebut. Ia melihat seorang pria tua yang sedang kesakitan ketika baru pulang dari berbelanja bahan makanannya.
Pria paruh baya tersebut mendongak dan mendapati raut cemas gadis tersebut. Ia tidak mampu berkata-kata karena kerongkongannya yang kering dan nafasnya yang belum teratur.
Ruby pun segera membongkar barang belanjaannya dan mengeluarkan sebotol air mineral yang masih bersegel, kemudian membuka penutup botol air mineral tersebut.
"Ini, Kek. Minumlah." Ruby menyodorkan botol air mineral tersebut kepada Samuel.
Pria paruh baya tersebut tersenyum lemah dan menerima bantuan gadis itu. Ia meneguk air mineral tersebut perlahan dibantu Ruby yang memegangi botol tersebut dan mengusap punggung pria tua itu.
Setelah napas Samuel sudah cukup stabil dan dahaganya mulai terpenuhi, pria paruh baya itu tersenyum lebar. "Terima kasih, Nak," ucapnya tulus.
"Sama-sama, Kek. Kakek sendirian saja di sini?" tanya Ruby mengamati sekitar yang memang tidak ada pendamping di samping pria tua itu.
"Iya, Nak. Tadi saya tinggalkan mobil saya di pintu masuk komplek. Rencananya mau jogging di sekitar sini, tetapi saya sedikit kelelahan dan lupa membawa minuman," jelas Samuel seraya menunjuk lokasi mobilnya yang terparkir di luar.
Ruby hanya manggut-manggut mendengarkan penjelasannya.
"Apa kamu tinggal di sekitar sini?" tanya Samuel.
"Iya, Kek. Kakek sepertinya tidak tinggal di sini ya?" tebak Ruby yang memang mengenal hampir seluruh penghuni komplek karena sikapnya yang supel.
"Iya benar. Saya ke sini hanya ingin mencari ide," jawab Samuel.
"Ide?" Ruby mengerutkan keningnya.
"Hahaha … bukan apa-apa. Lupakanlah, hanya keisengan semata," tutur Samuel menangkap kebingungan di raut wajah gadis belia itu.
"Oh …." Ruby hanya mengangguk pelan.
Samuel pun berdiri dari duduknya. Ia bermaksud kembali ke mobil saja karena tidak ingin menyita waktu gadis belia itu.
"Kakek mau kembali ke mobil?" tanya Ruby yang diangguki oleh pria paruh baya itu.
"Oh begitu. Mari saya bantu sampai ke mobil, Kek," tawar Ruby.
"Tidak usah, Nak," tolak Samuel merasa tidak enak merepotkan gadis itu lagi.
Namun, Ruby bersikeras membantunya karena ia merasa iba dengan kondisi pria paruh baya itu. Ia berjalan sambil menuntun lengannya.
"Baiklah, terima kasih, Nak. Maaf jadi merepotkanmu," ucap pria paruh baya itu.
"Tidak apa-apa, Kek," timpal Ruby tersenyum lebar.
Setelah berjalan beberapa menit, akhirnya mereka sampai di depan pintu komplek. Samuel menunjuk ke arah parkiran mobilnya.
"Sampai di sini saja, Nak. Mobil saya di sana, sudah ada supir yang menungguku."
"Baiklah, Kek. Hati-hati. Kalau begitu saya pamit dulu." Ruby melepaskan genggaman tangannya pada lengan pria tua itu dan membungkukkan kepalanya hendak pergi.
Baru beberapa langkah ia berjalan, Samuel memanggilnya kembali. " Tunggu sebentar, Nak."
Ruby menghentikan langkahnya dan berbalik. Ia melihat pria paruh baya tersebut membuka dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang seratus Yuan, kemudian menyodorkan ke arahnya.
"Ini untukmu, Nak. Sebagai imbalan karena sudah membantuku hari ini," ucap Samuel.
Ruby menggeleng kuat dan menggoyangkan kedua telapak tangannya. "Tidak usah, Kek. Aku ikhlas kok membantumu," tolaknya.
Namun, Samuel masih tetap bersikeras menyodorkan lembaran uang itu ke tangan Ruby. Gadis itu mendorong tangannya perlahan dan mengembalikan lembaran uang itu ke tangan Samuel.
"Tidak, Kek. Aku membantumu bukan mengharapkan imbalan seperti ini. Anggap saja ini sebagai salah satu bentuk karma baik yang sedang kulakukan," ucap Ruby tersenyum tulus.
Samuel sedikit tercengang mendengar ucapan gadis itu, tetapi ia tidak memaksanya lagi dan mengembalikan lembaran uang tersebut ke dalam dompetnya. "Baiklah kalau begitu," ucapnya membalas senyuman gadis itu.
"Kalau begitu, sampai jumpa, Kek," pamit Ruby seraya melambaikan tangannya dan berlari menjauh.
Samuel memperhatikan gadis tersebut dan tersenyum kecil. Ia begitu kagum dengan sikap gadis itu yang membantu orang asing dengan begitu tulusnya.
***
"Tuan Besar Xia," panggil Manajer Zhou. membuyarkan lamunan atasannya itu.
"Kamu keluarlah," ucap Samuel mengibaskan tangannya, menyuruh pria tambun itu keluar dari ruangannya.
Tanpa berpikir panjang lagi, David Zhou segera beranjak pergi dari ruangan itu.
Samuel segera menyambar ponselnya yang berada di atas meja kerjanya dan menghubungi seseorang.
"Halo, saya ingin kamu mencari tahu tentang latar belakang seorang gadis bernama Ruby Xiao. Saya akan mengirimkan alamatnya kepadamu," jelasnya kepada orang tersebut.
Setelah memberikan perintahnya, ia pun menutup teleponnya dan tersenyum penuh makna.